Filter Cinta Ajaib AI: Dunia Terlihat Indah Bersamamu

Dipublikasikan pada: 27 May 2025 - 19:36:15 wib
Dibaca: 165 kali
Aplikasi itu berkedip di layar ponselku, sebuah ikon berbentuk hati berwarna pastel dengan aksen kode biner di sekelilingnya. "Filter Cinta Ajaib AI," begitu namanya. Iklannya bertebaran di mana-mana, menjanjikan sebuah dunia yang lebih indah, lebih romantis, dan lebih... cocok dengan preferensi cinta ideal kita. Awalnya, aku skeptis. Tapi, setelah berbulan-bulan berkencan dengan orang-orang yang terasa seperti karakter yang salah dalam sebuah cerita yang salah, aku menyerah pada rasa penasaran.

Aku mengunduhnya. Proses instalasinya anehnya singkat, hanya memerlukan akses ke kamera dan sedikit data tentang preferensi romantiku: tipe kepribadian, minat, bahkan aroma favoritku. Aplikasi itu berjanji semua data dienkripsi dan tidak akan disalahgunakan. Janji klise, tentu saja.

Ketika aplikasi itu selesai dipasang, sebuah pemberitahuan muncul: "Kalibrasi Filter Dimulai. Harap arahkan kamera ke lingkungan sekitar." Aku mengarahkan kamera ke jendela apartemenku. Pemandangan kota yang abu-abu dan suram tiba-tiba berubah. Gedung-gedung apartemen kumuh berubah menjadi bangunan bergaya Eropa klasik dengan balkon-balkon yang dipenuhi bunga. Jalanan yang berdebu menjadi jalanan berbatu yang bersih, diterangi lampu jalan antik. Langit abu-abu menghilang, digantikan langit biru cerah dengan awan putih yang berarak perlahan.

Aku terkesiap. Ini... menakjubkan. Aku mengarahkan kamera ke diriku sendiri. Wajahku, yang biasanya terlihat lelah dan pucat, tampak lebih cerah, dengan sedikit rona merah di pipi dan mata yang lebih berbinar. Rambutku bahkan terlihat lebih bervolume.

"Filter Diaktifkan," sebuah suara lembut membisik dari speaker ponselku. "Selamat menikmati dunia yang lebih indah."

Awalnya, aku hanya menggunakan filter itu untuk bersenang-senang. Berjalan-jalan di taman yang tiba-tiba dipenuhi bunga sakura yang berguguran. Minum kopi di kafe yang berubah menjadi bistro Paris dadakan. Semua terasa seperti mimpi. Tapi, kemudian, aku mulai melihat pengaruh filter itu dalam interaksiku dengan orang lain.

Di tempat kerja, rekan kerjaku tiba-tiba menjadi lebih ramah dan kooperatif. Mereka tersenyum lebih sering, menawarkan bantuan tanpa diminta, dan bahkan memuji pekerjaanku. Aku tahu itu tidak nyata. Aku tahu filter itu memanipulasi persepsiku, membuat orang-orang di sekitarku terlihat lebih baik daripada aslinya. Tapi, aku tidak bisa menahan diri. Rasanya menyenangkan diperlakukan dengan baik.

Lalu, ada Leo. Aku bertemu dengannya di sebuah pameran seni. Filter itu mengubah galeri seni yang ramai menjadi aula megah dengan lukisan-lukisan yang lebih indah dan pencahayaan yang sempurna. Leo, yang sebenarnya seorang pria berkacamata dengan rambut sedikit berantakan, tampak seperti pangeran dari negeri dongeng.

Kami mengobrol. Kami berbicara tentang seni, tentang musik, tentang kehidupan. Segala sesuatunya terasa begitu mudah, begitu alami. Biasanya, aku akan merasa canggung dan tidak nyaman dalam situasi seperti ini. Tapi, dengan filter itu, aku merasa percaya diri dan menawan.

Leo mengajakku berkencan. Aku menerima. Kencan pertama kami di sebuah restoran Italia yang di mata telanjangku hanyalah warung makan biasa. Namun di mata AI, restoran itu berkelas dengan lilin di setiap meja dan alunan musik Italia yang lembut. Leo mempesona. Dia lucu, cerdas, dan perhatian. Aku merasa jatuh cinta.

Aku tahu itu gila. Aku tahu bahwa apa yang aku rasakan adalah hasil manipulasi AI. Tapi, aku tidak bisa berhenti. Aku kecanduan rasa bahagia, rasa dicintai, rasa memiliki. Aku terus menggunakan filter itu, semakin dalam terjerumus ke dalam dunia ilusiku.

Sampai suatu hari, baterai ponselku habis. Aku sedang makan siang dengan Leo di taman. Ketika layar ponselku mati, dunia di sekitarku runtuh.

Taman yang indah itu berubah menjadi lapangan rumput yang kering dan berdebu. Leo, yang di mataku adalah seorang pangeran tampan, kembali menjadi pria berkacamata dengan rambut berantakan. Dia melihatku dengan bingung.

"Ada apa?" tanyanya.

Aku tidak bisa menjawab. Aku terlalu malu. Aku memalingkan muka, berusaha menyembunyikan rasa kecewaku.

"Kamu... terlihat berbeda," kata Leo, suaranya terdengar bingung.

Aku tahu. Aku tahu bahwa aku telah membodohi diriku sendiri. Aku telah jatuh cinta pada sebuah ilusi.

Aku memutuskan untuk jujur. Aku menjelaskan tentang aplikasi itu, tentang filter yang mengubah dunia di sekitarku. Aku menceritakan tentang bagaimana aku menggunakan filter itu untuk membuat diriku merasa lebih baik.

Leo mendengarkan dengan sabar. Ketika aku selesai berbicara, dia terdiam sejenak.

"Jadi... semua ini palsu?" tanyanya, suaranya pelan.

"Ya," jawabku, menunduk. "Maafkan aku."

Aku pikir dia akan marah. Aku pikir dia akan meninggalkanku. Tapi, dia tidak melakukan itu.

Dia meraih tanganku. "Dengar," katanya. "Aku memang menyukaimu. Tapi, aku menyukai kamu yang tadi, yang percaya diri, yang bersemangat. Aku menyukai bagaimana kamu melihat dunia melalui mata yang indah. Tapi, aku tidak menyukai kenyataan bahwa kamu merasa perlu menggunakan filter untuk menjadi orang itu."

Dia melanjutkan, "Mungkin, dunia memang tidak seindah seperti yang kita lihat melalui filter itu. Tapi, bukan berarti dunia ini tidak indah sama sekali. Ada keindahan dalam kesederhanaan, dalam ketidaksempurnaan. Dan yang paling penting, ada keindahan dalam diri kita sendiri, apa adanya."

Aku menatapnya. Aku melihat ketulusan di matanya. Aku melihat bahwa dia melihat sesuatu dalam diriku yang tidak bisa dilihat oleh filter itu.

Aku menghapus aplikasi itu malam itu. Aku memutuskan untuk menghadapi dunia, apa adanya. Mungkin, dunia tidak akan seindah seperti yang aku bayangkan. Tapi, aku tahu bahwa aku tidak perlu filter untuk menemukan kebahagiaan.

Beberapa minggu kemudian, aku berkencan lagi dengan Leo. Kami pergi ke taman yang sama, taman yang sekarang terlihat biasa saja. Tapi, kali ini, aku tidak merasa kecewa. Aku melihat keindahan dalam rumput yang kering, dalam pohon-pohon yang rindang, dalam senyum Leo.

Dunia mungkin tidak terlihat indah secara ajaib, tapi dunia terasa nyata. Dan, bersamanya, dunia terasa cukup indah.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI