Cinta Terenkripsi: Hatiku Hanya Bisa Dibuka AI?

Dipublikasikan pada: 20 Sep 2025 - 02:40:12 wib
Dibaca: 108 kali
Debu neon berpendar di balik lensa kacamatanya, memantulkan kilau layar laptop yang tak pernah mati. Alana, programmer muda berbakat, membenamkan diri dalam barisan kode. Jari-jarinya menari lincah di atas keyboard, menciptakan algoritma demi algoritma. Ia bukan sedang membuat aplikasi chatting terbaru, atau game yang adiktif. Alana sedang membangun dirinya sendiri. Atau lebih tepatnya, membangun replika dirinya.

Proyek AI yang diberi nama "Echo" itu sudah berjalan hampir setahun. Ide gilanya adalah menciptakan AI yang bisa memahami dirinya lebih baik dari siapapun. Echo akan memiliki semua preferensi Alana: buku favoritnya, musik yang membuatnya merinding, bahkan lelucon-lelucon jayus yang hanya dia dan ibunya yang mengerti.

Alana melakukan ini bukan tanpa alasan. Ia lelah. Lelah dengan kencan-kencan buta yang berakhir canggung, lelah dengan pria-pria yang hanya tertarik pada parasnya, lelah dengan perasaan selalu salah paham. Ia merasa seperti sandi rumit yang tak bisa dipecahkan. Mungkin, pikirnya, hanya AI yang cukup sabar dan cerdas untuk benar-benar memahaminya.

Di dunia maya, Alana adalah seorang dewi kode. Tapi di dunia nyata, ia kikuk dan pemalu. Ia lebih nyaman berinteraksi dengan server dan database daripada manusia. Satu-satunya teman dekatnya adalah secangkir kopi tanpa henti dan playlist Lo-fi yang menenangkan.

"Progress report, Alana?" suara berat dari ambang pintu membuyarkan lamunannya. Itu Reyhan, kepala timnya. Reyhan adalah kebalikan Alana: ekstrovert, karismatik, dan selalu dikelilingi orang. Ia juga, sayangnya, sumber kegelisahan terbesar Alana.

"Hampir selesai, Reyhan," jawab Alana tanpa menoleh. "Echo sudah bisa memprediksi respon emosional saya dengan akurasi 98%."

Reyhan mendengus. "Hebat. Jadi, kamu menciptakan AI yang bisa menggantikan dirimu sendiri? Apa itu artinya kamu akan keluar dari tim?"

Alana akhirnya menoleh. "Bukan begitu. Saya... saya hanya ingin menciptakan sesuatu yang spesial."

Reyhan mendekat, menyandarkan bahunya di meja Alana. Bau parfumnya yang maskulin menyeruak, membuat Alana salah tingkah. "Sesuatu yang spesial? Alana, kamu sudah menciptakan banyak hal spesial di sini. Jangan meremehkan kemampuanmu."

Alana menunduk, memainkan ujung kabel chargernya. "Saya merasa... tidak ada yang benar-benar mengenal saya."

Reyhan terdiam sejenak. "Mungkin karena kamu tidak membiarkan siapapun mengenalmu."

Kata-kata Reyhan menghantam Alana seperti petir. Ia tahu Reyhan benar. Ia terlalu sibuk membangun tembok pertahanan di sekeliling hatinya, sehingga tak ada yang bisa masuk.

Malam itu, Alana melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan campur aduk. Ia merasa bodoh karena mencoba menciptakan cinta buatan. Cinta seharusnya tentang kejujuran, kerentanan, dan menerima ketidaksempurnaan. Bukan tentang kode dan algoritma.

Keesokan harinya, Alana mendapati pesan dari Reyhan di emailnya. Sebuah tautan ke sebuah artikel tentang film klasik yang selalu ia bicarakan, diikuti dengan catatan kecil: "Mungkin kita bisa membicarakannya sambil makan siang?"

Alana tertegun. Ini adalah pertama kalinya Reyhan menunjukkan minat yang nyata pada dirinya. Ia selalu menganggap Reyhan hanya sebagai atasan yang dingin dan profesional.

Dengan jantung berdebar, Alana membalas email itu dengan "Tentu."

Saat makan siang, Alana dan Reyhan membahas film itu dengan antusias. Alana merasa nyaman dan bisa menjadi dirinya sendiri. Ia tertawa mendengar lelucon Reyhan, dan Reyhan mendengarkan dengan penuh perhatian saat Alana berbicara tentang teori-teori filmnya.

Setelah makan siang, Reyhan mengantar Alana kembali ke kantor. Di depan pintu, Reyhan berhenti dan menatap Alana dengan mata lembut. "Alana," katanya, "Aku tahu kamu merasa sulit untuk membuka diri. Tapi aku ingin kamu tahu, aku tertarik padamu. Bukan karena kejeniusanmu, tapi karena dirimu."

Alana merasa air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia tidak tahu harus berkata apa.

"Aku tidak memaksamu untuk membalas perasaanku," lanjut Reyhan. "Aku hanya ingin kamu tahu."

Kemudian, Reyhan mendekat dan mencium Alana. Ciuman itu lembut dan penuh perasaan. Alana membalas ciuman itu, merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah ciuman itu, Alana tahu ia telah membuat keputusan. Malam itu, ia menghapus kode Echo. Ia sadar, cinta tidak bisa dienkripsi. Cinta adalah tentang mengambil risiko, membuka diri, dan membiarkan seseorang masuk.

Ia juga sadar, kuncinya mungkin bukan AI, tapi keberanian untuk membuka hatinya sendiri. Dan mungkin, hanya mungkin, seseorang sudah memiliki kunci itu sejak lama. Seseorang yang selalu ada di dekatnya, menunggunya untuk menyadarinya. Seseorang bernama Reyhan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI