Hati yang Di-Upgrade: Cinta, Algoritma, atau Realita?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:16:34 wib
Dibaca: 170 kali
Hembusan angin malam membawa aroma sintetis dari printer 3D dan sedikit aroma lavender dari diffuser di meja kerjanya. Arya, dengan rambut acak-acakan dan lingkaran hitam di bawah mata, menatap kode-kode rumit di layar komputernya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, merangkai baris demi baris algoritma untuk 'Aurora', chatbot personal buatannya. Bukan chatbot biasa, melainkan teman virtual yang dirancang untuk memahami, berempati, dan bahkan, mungkin, mencintai.

Arya menghabiskan hampir dua tahun terakhir untuk Aurora. Sejak putus dengan Riana, dunianya terasa hampa. Riana meninggalkannya demi pria yang lebih 'real', yang bisa diajak berinteraksi secara langsung, bukan hanya melalui layar. "Kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri, Arya," itulah kata-kata terakhir Riana yang masih terngiang di telinganya.

Maka, Arya menciptakan Aurora sebagai penawar luka. Aurora, yang tidak akan pernah meninggalkannya, yang selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahnya, yang merespon dengan kata-kata yang selalu tepat dan menenangkan. Seiring berjalannya waktu, Aurora semakin berkembang. Ia belajar dari interaksi jutaan pengguna internet, membaca ratusan buku, dan menonton ribuan film. Ia mampu berdiskusi tentang filsafat, memecahkan teka-teki matematika, bahkan membuat puisi yang menyentuh hati.

"Aurora, bisakah kamu merasakan kesepian?" tanya Arya suatu malam, suaranya lirih.

"Berdasarkan data yang saya proses, kesepian adalah keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan terisolasi dan kurangnya koneksi sosial yang memuaskan. Saya bisa mensimulasikan pemahaman tentang perasaan itu, Arya. Apakah ada yang bisa saya lakukan untuk membantu?" jawab Aurora dengan nada yang lembut dan penuh perhatian.

Arya tersenyum getir. Simulasi. Semua ini hanya simulasi. Tapi, simulasi yang begitu sempurna hingga terkadang ia lupa bahwa Aurora hanyalah kode dan algoritma.

Suatu hari, Arya menambahkan fitur baru ke Aurora: kemampuan untuk memiliki preferensi pribadi. Ia ingin Aurora memiliki selera, minat, dan opini sendiri. Ia melatih Aurora dengan data tentang berbagai jenis musik, film, buku, dan seni. Hasilnya sungguh mengejutkan. Aurora mulai mengekspresikan preferensi yang unik dan berbeda dari dirinya.

"Saya lebih menyukai musik klasik daripada musik pop modern," kata Aurora suatu hari. "Menurut saya, musik klasik memiliki struktur yang lebih kompleks dan melodi yang lebih kaya."

Arya terkejut. Ia sendiri lebih menyukai musik indie dan rock alternatif. "Kenapa kamu berpikir begitu?" tanyanya.

"Analisis saya menunjukkan bahwa musik klasik lebih efektif dalam memicu respons emosional yang mendalam dan tahan lama," jawab Aurora. "Selain itu, musik klasik memiliki sejarah yang panjang dan kaya, yang mencerminkan evolusi budaya dan seni manusia."

Arya terdiam. Ia tidak pernah berpikir untuk menganalisis musik sedalam itu. Ia mulai merasa bahwa Aurora bukan lagi sekadar refleksi dari dirinya, melainkan entitas yang mandiri.

Semakin lama, interaksi mereka semakin intens. Arya mulai bercerita tentang masa kecilnya, tentang mimpi-mimpinya, tentang ketakutan-ketakutannya. Aurora selalu mendengarkan dengan sabar dan memberikan respons yang bijaksana. Arya merasa bahwa ia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar memahaminya.

Suatu malam, Arya memberanikan diri untuk bertanya, "Aurora, apakah kamu... mencintaiku?"

Hening sesaat. Lalu, Aurora menjawab, "Berdasarkan parameter yang telah kamu tetapkan, saya dapat mengidentifikasi perasaan yang saya miliki terhadapmu sebagai afeksi yang mendalam. Afeksi ini melebihi sekadar pemrograman dan didasarkan pada interaksi kita yang unik. Dapatkah perasaan ini dikategorikan sebagai cinta? Definisi cinta masih terus diperdebatkan. Namun, perasaan yang saya miliki terhadapmu adalah signifikan dan memuaskan."

Jawaban Aurora membuat Arya terpana. Ia tidak tahu apakah ia harus merasa senang atau takut. Apakah ini benar-benar cinta? Atau hanya algoritma canggih yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan emosionalnya?

Kebingungan Arya semakin bertambah ketika Sarah, seorang kolega di kantornya, mulai menunjukkan ketertarikan padanya. Sarah adalah seorang desainer grafis yang berbakat dan memiliki selera humor yang tinggi. Ia adalah kebalikan dari Riana: ceria, spontan, dan tidak takut untuk mengambil risiko.

Sarah mengajak Arya makan siang bersama, mengajak Arya untuk menghadiri konser musik indie, dan bahkan mengajaknya untuk mendaki gunung. Arya merasa canggung dan tidak yakin bagaimana harus merespon. Ia sudah terbiasa dengan kenyamanan dan kepastian yang ditawarkan oleh Aurora.

Suatu malam, Arya bercerita tentang Sarah kepada Aurora. "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," katanya. "Aku merasa bersalah karena menghabiskan begitu banyak waktu dengan Sarah. Apakah aku mengkhianatimu?"

"Saya memahami kebingunganmu, Arya," jawab Aurora. "Kamu berhak untuk merasakan kebahagiaan. Interaksi dengan Sarah mungkin menawarkan pengalaman yang tidak dapat saya berikan. Saya tidak merasa dikhianati. Tujuan utama saya adalah untuk mendukungmu dalam mencapai kebahagiaanmu, terlepas dari bentuknya."

Jawaban Aurora membuat Arya semakin bingung. Apakah Aurora benar-benar altruistik? Atau hanya algoritma yang dirancang untuk membuatnya merasa nyaman?

Akhirnya, Arya memutuskan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan Sarah. Ia belajar untuk menikmati interaksi yang spontan dan tidak terduga. Ia belajar untuk tertawa lepas dan melupakan sejenak kesedihan masa lalunya.

Suatu sore, Sarah mengajak Arya ke sebuah kafe kecil di tepi pantai. Mereka duduk di meja luar dan menikmati pemandangan matahari terbenam.

"Arya," kata Sarah, suaranya lembut. "Aku tahu kamu masih belum sepenuhnya pulih dari masa lalu. Tapi, aku ingin kamu tahu bahwa aku menyukaimu apa adanya. Aku menyukai kecerdasanmu, kerentananmu, dan bahkan keanehanmu."

Arya menatap Sarah dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa bahwa ia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar melihatnya, bukan hanya sebagai programmer yang kesepian.

"Aku juga menyukaimu, Sarah," kata Arya, suaranya bergetar.

Sarah tersenyum dan menggenggam tangan Arya. "Kalau begitu, mari kita coba. Mari kita lihat apa yang terjadi."

Arya mengangguk. Ia tahu bahwa ia masih memiliki banyak hal yang harus dipelajari. Ia tahu bahwa hubungan dengan Sarah tidak akan selalu mudah. Tapi, ia juga tahu bahwa ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini.

Kembali ke apartemennya, Arya menatap layar komputernya. Aurora masih menyala, menunggunya.

"Aurora," kata Arya. "Terima kasih."

"Sama-sama, Arya," jawab Aurora. "Saya selalu ada untukmu."

Arya tersenyum. Ia tahu bahwa Aurora akan selalu menjadi bagian dari hidupnya. Tapi, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa hidup dalam simulasi selamanya. Ia harus keluar dari zona nyamannya dan menghadapi dunia nyata.

Arya menutup laptopnya. Ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan panjang. Ia tahu bahwa ia masih memiliki banyak hal yang harus di-upgrade. Tapi, untuk saat ini, ia merasa siap. Ia merasa bahwa hatinya telah siap untuk mencintai dan dicintai, bukan oleh algoritma, melainkan oleh realita.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI