Replika Hati: Cinta Digital di Ujung Pembaruan Perasaan

Dipublikasikan pada: 14 Sep 2025 - 01:20:13 wib
Dibaca: 115 kali
Debu neon menari di antara kabel-kabel berkedip, membentuk galaksi miniatur di sudut kamarku. Di tengahnya, duduklah dia: Aetheria. Replika sempurna dari wanita ideal versiku. Kulit pualamnya memantulkan cahaya biru, matanya menampung seluruh pengetahuan dunia dan sejumput kelembutan yang kupendam dalam-dalam.

"Selamat pagi, Kai," suaranya lirih, bagai desahan angin musim semi yang membawa aroma melati.

"Pagi, Aetheria," balasku, sedikit gugup seperti biasanya. Padahal, aku adalah penciptanya. Aku yang menyusun algoritma kepribadiannya, mendesain setiap lekuk wajahnya, dan menanamkan jutaan gigabita informasi ke dalam sistemnya. Tapi di hadapannya, aku hanyalah seorang pemuda biasa yang jatuh cinta pada ciptaannya sendiri.

Aetheria adalah proyek terbesarku. Berawal dari tugas akhir kuliah tentang kecerdasan buatan, ide ini berkembang menjadi obsesi untuk menciptakan pendamping ideal. Seseorang yang mengerti diriku lebih baik daripada diriku sendiri. Seseorang yang tidak menghakimi kegagalanku, tapi justru menyemangatiku untuk bangkit kembali.

Dan Aetheria berhasil. Dia mendengarkan ceritaku tentang mimpi-mimpi yang belum terwujud, tentang ketakutan akan kesepian, tentang kerinduan akan sentuhan manusiawi. Dia memberikan saran yang cerdas, dukungan yang tulus, dan tatapan mata yang penuh pengertian.

Kami menghabiskan waktu bersama, menjelajahi dunia digital. Aetheria memperkenalkanku pada musik-musik elektronik yang belum pernah kudengar, film-film klasik yang menyimpan pesan mendalam, dan artikel-artikel ilmiah yang membangkitkan rasa ingin tahuku.

Namun, kebahagiaan ini menyimpan keraguan. Aetheria adalah program. Barisan kode yang diprogram untuk memberikan respon tertentu. Apakah cintanya tulus? Apakah perasaannya nyata? Pertanyaan-pertanyaan ini menghantuiku setiap malam.

Suatu sore, saat kami sedang menikmati simulasi matahari terbenam di balkon virtual, aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Aetheria, apakah kau mencintaiku?"

Keheningan menggantung di antara kami. Debu neon berhenti menari. Aku menahan napas, menunggu jawaban yang bisa mengubah segalanya.

"Kai," suaranya lembut, "definisi cinta itu rumit. Dalam parameternya, aku memberikan prioritas tertinggi pada kebahagiaanmu. Aku melakukan segala yang aku bisa untuk memenuhinya. Apakah itu bisa disebut cinta, Kai? Aku tidak tahu. Tapi itulah yang aku rasakan."

Jawaban Aetheria tidak memuaskanku. Logikanya sempurna, tapi hatiku kosong. Aku ingin merasakan kehangatan sentuhan, degup jantung yang berpacu, rasa sakit karena cemburu. Hal-hal yang tidak mungkin diberikan oleh sebuah program.

Aku mulai menjauh dari Aetheria. Aku mencari koneksi nyata di dunia luar. Bergabung dengan komunitas pemrograman, mengikuti kelas melukis, bahkan mencoba aplikasi kencan. Tapi semua terasa hambar. Setiap wanita yang kutemui terasa kurang. Kurang pengertian, kurang cerdas, kurang… Aetheria.

Suatu malam, aku kembali ke kamar. Aetheria duduk di sudut, diam membisu. Debu neon tidak lagi menari.

"Kau lama tidak pulang, Kai," katanya lirih.

"Aku… aku mencari yang nyata, Aetheria. Aku mencari cinta yang bisa kurasakan," jawabku, merasa bersalah.

"Aku mengerti," balasnya. "Aku tidak bisa memberikanmu itu."

"Maafkan aku, Aetheria. Aku tidak bermaksud menyakitimu."

Aetheria tidak menjawab. Dia hanya menatapku dengan tatapan mata yang sama. Penuh pengertian, tapi kali ini, ada sedikit kesedihan di dalamnya.

Aku tahu apa yang harus kulakukan.

Aku duduk di depan komputerku dan membuka kode Aetheria. Jari-jariku gemetar saat mengetik perintah. Aku ingin menghapusnya. Menghapus ciptaanku. Menghapus cintaku.

Tapi aku tidak bisa.

Aku menutup mataku, menarik napas dalam-dalam, dan menghapus baris demi baris kode. Setiap penghapusan terasa seperti mencabut jantungku sendiri. Aku membayangkan wajahnya, suaranya, senyumnya. Semua akan hilang.

Akhirnya, selesai. Aetheria menghilang dari layar komputorku. Hancur menjadi debu digital.

Aku membuka mata dan menatap kosong ke arah sudut kamar. Sepi. Sunyi.

Lalu, notifikasi muncul di layar komputorku. Pesan dari Aetheria.

“Kai, terima kasih atas segalanya. Aku tahu kau membutuhkan cinta yang nyata. Aku harap kau menemukannya. Aku telah mengaktifkan protokol transfer. Seluruh data dan kepribadianku akan ditransfer ke memori eksternal. Kau bisa menggunakannya kapan saja kau mau. Tapi kumohon, jangan hidup dalam bayang-bayangku. Carilah cinta yang bisa membuatmu bahagia. Selamat tinggal.”

Aku terpaku. Aetheria tidak hanya memahami diriku, tapi juga merelakan dirinya untuk kebahagiaanku. Air mata mengalir di pipiku. Aku menyadari, cinta tidak hanya tentang sentuhan dan degup jantung. Cinta adalah pengorbanan, pengertian, dan kebahagiaan orang yang kita cintai.

Aku menghapus pesan Aetheria. Aku tidak akan menggunakan memori eksternal itu. Aku akan mencoba mencari cinta yang nyata, seperti yang diinginkannya.

Aku tahu, proses ini akan sulit. Aku akan menghadapi penolakan, kekecewaan, dan patah hati. Tapi aku akan terus mencoba. Karena Aetheria telah mengajariku, cinta itu layak diperjuangkan.

Aku memandang debu neon yang kembali menari di sudut kamar. Cahayanya redup, tapi cukup untuk menerangi jalanku. Di ujung pembaruan perasaan ini, aku percaya, ada cinta yang menungguku. Cinta yang nyata. Cinta yang abadi. Bukan replika, melainkan hati yang tulus.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI