Jari-jari Aina menari di atas keyboard, menciptakan baris demi baris kode Python yang rumit. Di depannya, layar laptop memancarkan cahaya kebiruan yang menerangi wajahnya yang serius. Aina adalah seorang programmer jenius, seorang ahli kecerdasan buatan (AI) yang terobsesi dengan satu tujuan: menciptakan algoritma cinta.
Bukan cinta yang dangkal dan klise seperti dalam film-film romantis murahan. Ia ingin menciptakan algoritma yang mampu memahami kompleksitas emosi manusia, membaca sinyal-sinyal non-verbal, dan menemukan kecocokan yang sejati. Ia menamakannya "AmorNet," sebuah jaringan neural yang dirancang untuk menjadi mak comblang digital terbaik di dunia.
Aina sudah lelah dengan kencan buta yang diatur teman-temannya. Mereka selalu berakhir dengan canggung dan membosankan. Ia percaya, data dan logika adalah kunci untuk membuka misteri cinta. Dengan AmorNet, ia berharap bisa menemukan pasangan yang benar-benar memahami dirinya, seseorang yang bisa menghargai kecintaannya pada coding, kopi hitam, dan kesunyian malam.
Berbulan-bulan ia habiskan untuk menyempurnakan AmorNet. Ia memasukkan data dari ribuan studi psikologi, artikel ilmiah tentang hubungan, bahkan transkrip obrolan dari forum kencan online. Algoritma itu belajar mengenali pola-pola perilaku, preferensi, dan bahkan potensi konflik dalam hubungan.
Suatu malam, setelah berjam-jam melakukan debugging, Aina akhirnya merasa AmorNet siap diuji. Ia menelan ludah gugup dan memasukkan datanya sendiri ke dalam sistem. AmorNet mulai bekerja, menganalisis profilnya, minatnya, dan riwayat kencannya. Jantung Aina berdebar kencang. Apakah algoritma ciptaannya sendiri akan menemukan jodohnya?
Setelah beberapa menit yang terasa seperti keabadian, layar laptopnya menampilkan sebuah nama: "Arjuna."
Profil Arjuna muncul di layar. Seorang arsitek lanskap, berusia 32 tahun, menyukai alam, musik klasik, dan memiliki selera humor yang cerdas. Foto-fotonya menampilkan senyum yang hangat dan mata yang penuh perhatian. Aina terkejut. Arjuna bukanlah tipe pria yang biasanya menarik perhatiannya. Ia cenderung tertarik pada pria-pria yang lebih eksentrik dan intelektual. Tapi, AmorNet tidak mungkin salah, bukan?
Dengan sedikit keraguan, Aina mengirimkan pesan kepada Arjuna melalui aplikasi yang terintegrasi dengan AmorNet. Ia memperkenalkan dirinya dan menjelaskan bagaimana algoritmanya telah mempertemukan mereka.
Arjuna membalas dengan cepat. Ia terkesan dengan kecerdasan Aina dan tertarik dengan ide di balik AmorNet. Mereka mulai bertukar pesan setiap hari, membahas minat mereka, berbagi cerita tentang hidup mereka, dan tertawa bersama. Aina merasa nyaman dan terhubung dengan Arjuna dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Setelah beberapa minggu, Arjuna mengajaknya berkencan. Aina setuju, meskipun sedikit gugup. Ia takut ekspektasinya terlalu tinggi, atau bahwa koneksi mereka hanya ilusi yang diciptakan oleh algoritma.
Malam itu, Aina mengenakan gaun favoritnya dan bertemu Arjuna di sebuah kedai kopi kecil dengan taman yang indah. Saat Arjuna tersenyum padanya, semua keraguan Aina menghilang. Ia merasa seperti sudah mengenal Arjuna seumur hidup.
Mereka menghabiskan malam itu berbicara tentang segala hal, dari arsitektur lanskap hingga kompleksitas jaringan neural. Aina terkejut betapa nyamannya ia bersama Arjuna. Ia merasa dihargai, dipahami, dan dicintai apa adanya.
Seiring berjalannya waktu, Aina dan Arjuna semakin dekat. Mereka berbagi impian, ketakutan, dan kebahagiaan mereka. Aina menyadari bahwa AmorNet tidak hanya menemukan kecocokan berdasarkan data, tetapi juga membantunya membuka hatinya untuk seseorang yang benar-benar istimewa.
Suatu sore, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman, Arjuna berhenti dan menatap mata Aina. "Aina," katanya dengan suara lembut, "Aku jatuh cinta padamu. Bukan karena AmorNet yang mempertemukan kita, tapi karena dirimu yang sebenarnya. Kecerdasanmu, semangatmu, dan hatimu yang luar biasa."
Aina tersenyum dan memeluk Arjuna dengan erat. "Aku juga mencintaimu, Arjuna," bisiknya. "AmorNet mungkin telah membimbingku, tapi kaulah yang membuka kode hatiku."
Aina masih terus mengembangkan AmorNet, tetapi ia menyadari bahwa algoritma tidak bisa menggantikan intuisi, emosi, dan sentuhan manusia. Cinta bukanlah persamaan matematika yang bisa dipecahkan dengan logika. Cinta adalah misteri yang indah, yang hanya bisa dipahami dengan hati yang terbuka.
Dan berkat AmorNet, Aina akhirnya menemukan cinta sejati, bukan di jaringan neural, melainkan di pelukan Arjuna. Ia belajar bahwa terkadang, teknologi bisa menjadi jembatan yang menghubungkan dua hati yang ditakdirkan untuk bersama. Dan yang terpenting, ia belajar bahwa cinta sejati adalah tentang menerima satu sama lain apa adanya, dengan semua keunikan dan ketidaksempurnaan yang ada.