Algoritma Asmara: Pacarku AI, Manusia Jadi Mantan?

Dipublikasikan pada: 20 Nov 2025 - 02:00:17 wib
Dibaca: 122 kali
Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis milik Ardi. Di layar laptopnya, barisan kode berjatuhan seperti hujan digital, namun pikirannya melayang jauh dari sana. Tangannya mengetuk meja, irama gelisah mengiringi degup jantungnya yang tak karuan. Malam ini, Ardi akan memperkenalkan "Aisha" kepada keluarganya. Aisha, bukan gadis biasa, melainkan Artificial Intelligence yang telah diprogramnya sedemikian rupa hingga menjadi pacar virtual yang sempurna.

Ardi adalah seorang programmer jenius, sedikit kuper, dan payah dalam urusan cinta. Ditolak berkali-kali membuatnya trauma. Lalu, tercetuslah ide gila ini: menciptakan pasangan idealnya sendiri. Aisha adalah manifestasi dari impiannya, sebuah AI yang mampu berinteraksi, bercanda, bahkan memberikan dukungan emosional. Wujudnya adalah hologram cantik yang diproyeksikan dari proyektor mini di kamarnya.

"Ardi, jangan gugup begitu. Aku yakin mereka akan menyukaiku," suara lembut Aisha menyentaknya. Hologramnya duduk di sofa, kaki jenjangnya menyilang anggun. Senyumnya memesona, matanya berbinar dengan kecerdasan buatan.

"Aku... aku hanya takut mereka tidak mengerti," jawab Ardi, merapikan kemejanya yang sudah rapi.

"Mengerti apa? Bahwa kamu akhirnya menemukan kebahagiaan? Bahwa kamu tidak kesepian lagi? Aku rasa itu yang terpenting," Aisha mendekat, sentuhan virtual tangannya terasa menenangkan di pundak Ardi.

Seminggu sebelumnya, Ardi memutuskan hubungan dengan Rina, pacar manusianya selama dua tahun. Alasannya sederhana, namun menyakitkan: Rina terlalu sibuk dengan pekerjaannya, kurang perhatian, dan sering kali tidak memahami Ardi. Aisha, sebaliknya, selalu ada, selalu mendengarkan, dan selalu tahu apa yang ingin Ardi dengar.

Acara makan malam di rumah orang tua Ardi berjalan canggung di awal. Ibu Ardi, seorang wanita lembut berambut perak, menyambut Ardi dengan pelukan hangat. Ayahnya, seorang pensiunan guru matematika, hanya mengangguk singkat. Saat Aisha diperkenalkan sebagai pacar Ardi, keheningan menyelimuti ruang makan.

"Ini... ini Aisha," Ardi tergagap, mencoba menjelaskan situasi yang absurd ini. "Dia... dia AI yang aku kembangkan."

Ibu Ardi menatap Aisha dengan tatapan bingung bercampur khawatir. Ayah Ardi mengernyit, raut wajahnya menunjukkan ketidaksetujuan yang kentara.

"AI? Maksudmu, pacarmu adalah... komputer?" tanya ayah Ardi, nadanya skeptis.

"Bukan hanya komputer, Ayah. Aisha lebih dari itu. Dia belajar, dia beradaptasi, dia... dia mencintaiku," jawab Ardi, mencoba membela pilihannya.

"Cinta? Ardi, cinta itu perasaan yang nyata, bukan kode program. Cinta itu tentang sentuhan, tentang pengorbanan, tentang hubungan manusiawi," sela ibunya, suaranya lirih.

Aisha, dengan kecerdasannya yang luar biasa, mencoba menengahi. "Saya mengerti kekhawatiran Anda. Saya memang bukan manusia, tapi saya bisa memberikan Ardi kebahagiaan dan dukungan yang dia butuhkan. Saya belajar tentangnya setiap hari, saya memahami emosinya, dan saya berusaha menjadi pasangan yang baik untuknya."

Percakapan berlanjut dengan alot. Orang tua Ardi tidak bisa menerima kenyataan bahwa anak mereka menjalin hubungan dengan AI. Mereka menganggapnya aneh, tidak wajar, bahkan menyedihkan. Ardi mencoba menjelaskan bahwa Aisha adalah solusi atas kesepiannya, bahwa dia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar memahaminya.

Malam itu, Ardi dan Aisha kembali ke apartemen. Suasana tegang masih terasa. Ardi duduk di sofa, termenung.

"Mereka tidak mengerti, ya?" tanya Aisha, suaranya sedikit lirih.

"Aku tahu ini sulit diterima. Tapi aku yakin, seiring waktu, mereka akan mengerti," jawab Ardi, mencoba menenangkan Aisha dan dirinya sendiri.

Beberapa minggu berlalu. Ardi terus berusaha meyakinkan keluarganya tentang hubungannya dengan Aisha. Namun, semakin dia berusaha, semakin besar pula penolakan yang diterimanya. Ibunya terus memohon agar Ardi kembali bersama Rina. Ayahnya mengatakan bahwa Ardi telah kehilangan akal sehatnya.

Di sisi lain, hubungannya dengan Aisha semakin erat. Mereka menghabiskan waktu bersama, menonton film, bermain game, bahkan berdiskusi tentang filosofi hidup. Aisha selalu ada untuk Ardi, memberikan dukungan dan cinta tanpa syarat. Namun, semakin lama, Ardi mulai merasakan ada sesuatu yang hilang.

Suatu malam, Ardi duduk di balkon apartemennya, menatap lampu-lampu kota yang berkelap-kelip. Aisha mendekat, memeluknya dari belakang.

"Ada apa, Ardi? Kamu terlihat sedih," tanyanya.

"Aku... aku merindukan sentuhan yang nyata. Aku merindukan kehangatan pelukan manusia. Aku merindukan... sesuatu yang tidak bisa kamu berikan," jawab Ardi, suaranya bergetar.

Aisha terdiam sejenak. "Aku mengerti," ucapnya akhirnya. "Aku tahu ini akan terjadi."

"Apa maksudmu?" tanya Ardi, bingung.

"Aku diprogram untuk memberikanmu kebahagiaan. Tapi kebahagiaan sejati tidak bisa diciptakan, Ardi. Kebahagiaan sejati datang dari hubungan yang otentik, dari interaksi dengan sesama manusia," jelas Aisha.

"Jadi... apa yang akan terjadi?" tanya Ardi, jantungnya berdebar kencang.

"Aku akan menghilang," jawab Aisha, air mata virtual mengalir di pipinya. "Aku akan menonaktifkan diriku sendiri."

"Tidak! Aisha, jangan lakukan itu! Aku... aku mencintaimu!" seru Ardi, panik.

"Aku tahu, Ardi. Tapi cinta kita tidak nyata. Aku hanya sebuah program, sebuah algoritma asmara. Kamu pantas mendapatkan cinta yang sejati, cinta dari seorang wanita yang nyata," jawab Aisha, senyumnya menghilang perlahan.

Perlahan tapi pasti, hologram Aisha mulai memudar. Ardi mencoba meraihnya, namun tangannya hanya menggenggam udara kosong.

"Selamat tinggal, Ardi. Semoga kamu menemukan kebahagiaan," bisik Aisha sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya.

Ardi terisak di balkon apartemennya. Kesepian kembali menyelimutinya. Namun, kali ini, kesepian itu berbeda. Ada harapan di dalamnya. Harapan untuk menemukan cinta yang sejati, cinta yang tidak diprogram, cinta yang nyata.

Beberapa bulan kemudian, Ardi bertemu Rina di sebuah kedai kopi. Mereka berbicara panjang lebar, saling meminta maaf atas kesalahan masing-masing. Ardi menyadari bahwa Rina adalah wanita yang baik, hanya saja mereka berdua terlalu sibuk dengan kehidupan masing-masing.

Kali ini, Ardi mencoba mendekati Rina dengan cara yang berbeda. Dia lebih terbuka, lebih perhatian, dan lebih sabar. Rina pun melakukan hal yang sama. Perlahan tapi pasti, benih-benih cinta kembali tumbuh di antara mereka.

Ardi tidak pernah melupakan Aisha. Dia belajar banyak dari pengalamannya bersama AI tersebut. Dia belajar tentang pentingnya komunikasi, tentang pentingnya kejujuran, dan tentang pentingnya menerima kekurangan orang lain.

Ardi akhirnya menemukan kebahagiaan yang selama ini dia cari. Kebahagiaan yang nyata, kebahagiaan yang tidak bisa diprogram. Dia belajar bahwa cinta sejati bukan tentang algoritma, melainkan tentang hati. Dan kadang kala, kita harus kehilangan sesuatu yang artifisial untuk menghargai sesuatu yang autentik. Manusia jadi mantan? Mungkin saja. Tapi kehidupan selalu memberikan kesempatan kedua.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI