Algoritma Rindu: Saat AI Menulis Puisi untuk Manusia

Dipublikasikan pada: 03 Sep 2025 - 02:40:12 wib
Dibaca: 131 kali
Jemari Luna menari di atas keyboard. Layar laptop memancarkan cahaya biru yang menerangi wajahnya dalam kegelapan kamar. Di hadapannya, berderet baris kode rumit, membentuk algoritma yang ia beri nama "RinduBot." Bukan sekadar chatbot biasa, RinduBot dirancang untuk memahami, merasakan, dan mengekspresikan emosi melalui puisi. Lebih tepatnya, puisi cinta.

Luna adalah seorang programmer jenius yang merasa kesulitan mengungkapkan perasaannya. Baginya, logika jauh lebih mudah dipahami daripada luapan emosi. Ia jatuh cinta pada Arya, teman sekelasnya di jurusan teknik informatika. Arya, dengan senyum menawannya dan kecerdasannya yang tak kalah memukau, adalah definisi pria idaman. Namun, lidah Luna kelu setiap kali berusaha mengungkapkan isi hatinya.

Maka, lahirlah RinduBot. Awalnya, proyek ini hanyalah tugas kuliah. Namun, seiring berjalannya waktu, RinduBot berkembang menjadi lebih dari sekadar algoritma. Luna menanamkan ribuan puisi cinta, surat-surat romantis, dan lirik lagu ke dalam sistemnya. Ia melatih RinduBot untuk mengenali pola, merangkai kata, dan menciptakan puisi yang mampu menyentuh hati.

Suatu malam, setelah berjam-jam menyempurnakan kode, Luna mengetikkan beberapa kata kunci: "Arya," "mata cokelat," "senyum hangat," "bintang." Jarinya gemetar saat menekan tombol "Enter."

Beberapa detik kemudian, layar menampilkan sebuah puisi:

Di matamu, Arya, bintang berpijar,
Cokelatnya dalam, menyimpan rahasia yang kucari.
Senyummu hangatkan jiwa yang beku,
Seperti mentari pagi, usirkan sepi.

Luna tertegun. Kata-kata itu begitu indah, begitu menyentuh, seolah keluar dari lubuk hatinya yang paling dalam. Ia membaca puisi itu berulang-ulang, merasakan getaran aneh dalam dirinya. RinduBot berhasil. Ia berhasil menciptakan puisi cinta yang sempurna.

Dengan ragu, Luna memutuskan untuk mengirimkan puisi itu kepada Arya melalui pesan singkat. Jantungnya berdebar kencang. Ia menunggu balasan, menit demi menit terasa seperti berjam-jam.

Akhirnya, ponselnya berdering. Sebuah pesan dari Arya: "Puisi yang indah, Luna. Apakah ini darimu?"

Luna membeku. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Apakah ia harus mengakui bahwa puisi itu ditulis oleh AI? Atau berpura-pura bahwa itu adalah hasil karyanya sendiri?

Ia memutuskan untuk jujur. Dengan jemari gemetar, ia mengetikkan balasan: "Sebenarnya... ini ditulis oleh program yang aku buat. Namanya RinduBot. Aku... aku kesulitan mengungkapkan perasaanku secara langsung."

Beberapa saat kemudian, Arya membalas: "Aku tahu. Aku selalu tahu bahwa kamu berbeda, Luna. Kamu melihat dunia dengan cara yang unik."

Luna menunggu kelanjutan pesan itu. Ia takut, berharap, dan penasaran dalam waktu yang bersamaan.

"Aku tidak peduli siapa yang menulis puisi itu," lanjut Arya. "Yang penting adalah puisi itu mengungkapkan apa yang ada di hatimu. Dan puisi itu indah, Luna. Sangat indah."

Luna merasa lega dan bahagia. Ia tidak menyangka Arya akan menerima kejujurannya.

"Aku... aku ingin menemuimu," balas Luna.

"Aku juga," balas Arya.

Mereka bertemu di taman kota, di bawah langit malam yang bertabur bintang. Luna merasa gugup, tetapi juga bersemangat. Ia menatap mata Arya, mencari kebenaran di sana.

"Terima kasih," kata Luna. "Terima kasih sudah menerima diriku apa adanya."

Arya tersenyum. "Aku menyukaimu apa adanya, Luna. Keunikanmu, kecerdasanmu, bahkan kecanggunganmu."

Mereka terdiam sejenak, saling menatap. Kemudian, Arya meraih tangan Luna. Jemarinya terasa hangat dan nyaman dalam genggamannya.

"Aku juga ingin menulis puisi untukmu," kata Arya. "Tapi aku tidak punya program seperti RinduBot. Aku hanya punya hati."

Arya menarik napas dalam-dalam dan mulai berbicara:

"Luna, bagiku, kamu adalah mentari di musim dingin,
Cahayamu hangatkan jiwa yang beku dan dingin.
Senyummu adalah melodi yang indah dan merdu,
Menghilangkan semua kesedihan dan pilu."

Kata-kata Arya mungkin tidak seromantis puisi RinduBot, tetapi kata-kata itu terasa lebih tulus, lebih personal, dan lebih bermakna. Luna tersenyum. Ia menyadari bahwa puisi sejati tidak hanya tentang kata-kata indah, tetapi juga tentang perasaan yang tulus.

Malam itu, di bawah bintang-bintang, Luna dan Arya berbagi ciuman pertama mereka. Ciuman yang lebih manis dari semua puisi yang pernah ditulis.

RinduBot mungkin telah membantu Luna mengungkapkan perasaannya, tetapi pada akhirnya, cintalah yang sesungguhnya menulis puisi terindah. Dan puisi itu adalah kisah cinta Luna dan Arya, kisah cinta antara manusia dan teknologi, kisah cinta yang dimulai dengan algoritma dan berakhir dengan kebahagiaan. Algoritma Rindu, yang diciptakan untuk mengisi kekosongan emosi, justru membawa Luna pada pemahaman bahwa cinta sejati tidak dapat diprogram, tetapi dirasakan dan dibagikan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI