Kilau layar laptop memantul di mata Anya, menerangi wajahnya yang serius. Jari-jemarinya menari lincah di atas keyboard, menghasilkan barisan kode yang rumit. Anya, seorang programmer jenius di usia muda, tengah berkutat dengan proyek terbarunya: sebuah aplikasi kencan berbasis algoritma kecerdasan buatan yang menjanjikan cinta sejati. Ironis, pikirnya, menciptakan sistem untuk mencari cinta, sementara dirinya sendiri tenggelam dalam kesendirian.
"Anya, lembur lagi?" suara Leo membuyarkan lamunannya. Leo, rekan kerjanya sekaligus sahabatnya, berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Rambutnya sedikit berantakan, dan senyumnya selalu menenangkan.
"Harus, Leo. Deadline sudah dekat," jawab Anya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. "Algoritma ini masih bandel. Belum bisa membedakan antara cinta sejati dan… sekadar ketertarikan superficial."
Leo terkekeh. "Mungkin karena cinta itu sendiri sulit didefinisikan, Anya. Mana mungkin bisa dipecahkan dengan kode?"
Anya mendengus. "Justru itu tantangannya. Aku akan membuat algoritma yang lebih pintar dari manusia. Algoritma yang bisa membaca hati."
Leo menggelengkan kepalanya, tersenyum geli. "Oke, deh. Semangat, ya. Jangan lupa makan malam. Aku pesan pizza buat kita berdua."
Anya mengangguk singkat, kembali fokus pada kode di depannya. Ia terus bekerja hingga larut malam, mencoba berbagai formula, memodifikasi variabel, dan menguji ulang algoritma. Ia menambahkan parameter baru: bahasa tubuh, nada bicara, bahkan riwayat media sosial. Tujuannya satu: menciptakan sistem yang sempurna.
Akhirnya, setelah berbulan-bulan bekerja keras, aplikasi itu selesai. Anya menamakannya "SoulmateAI." Aplikasi itu menjanjikan pasangan yang kompatibel berdasarkan analisis data yang mendalam dan komprehensif. SoulmateAI langsung menjadi hit di kalangan anak muda. Banyak yang menemukan kebahagiaan, bahkan cinta sejati, melalui aplikasi itu.
Anya merasa bangga dengan pencapaiannya. Namun, di balik kesuksesan aplikasi itu, ia merasa semakin hampa. Ia sibuk mengurus server, memperbaiki bug, dan menjawab keluhan pengguna. Ia lupa untuk mencari cinta untuk dirinya sendiri.
Suatu malam, ketika sedang mengecek database SoulmateAI, Anya menemukan sebuah anomali. Seorang pengguna, dengan nama akun "L.E.O.", memiliki tingkat kompatibilitas yang sangat tinggi dengan dirinya. Angkanya mencapai 99.9%. Hampir mustahil. Penasaran, Anya membuka profil L.E.O. dan terkejut. Itu adalah profil Leo, sahabatnya.
Jantung Anya berdebar kencang. Selama ini, ia terlalu fokus pada kode dan algoritma hingga tidak menyadari perasaan yang sebenarnya. Leo, dengan segala perhatian dan kebaikannya, selalu ada untuknya. Mungkinkah algoritma yang salah justru membukakan matanya?
Keesokan harinya, Anya menemui Leo di ruang kerjanya. "Leo, bisakah kita bicara sebentar?" tanya Anya dengan gugup.
Leo menatapnya dengan tatapan lembut seperti biasa. "Tentu, Anya. Ada apa?"
Anya menarik napas dalam-dalam. "Aku… aku menemukan sesuatu di database SoulmateAI."
Leo mengerutkan kening. "Sesuatu yang buruk?"
"Tidak, bukan buruk. Justru… sangat baik," jawab Anya. Ia menceritakan tentang profil Leo dan tingkat kompatibilitas yang sangat tinggi.
Leo mendengarkan dengan seksama, lalu tersenyum tipis. "Jadi, algoritma buatanmu akhirnya mengakuiku juga?"
Anya mengangguk, wajahnya memerah. "Aku… aku tidak tahu harus berkata apa. Aku terlalu bodoh untuk menyadarinya selama ini."
Leo meraih tangan Anya. "Anya, algoritma mungkin bisa menganalisis data, tapi tidak bisa merasakan apa yang kurasakan untukmu."
Anya menatap mata Leo. Ia melihat ketulusan dan cinta yang selama ini diabaikannya. "Aku juga, Leo. Aku juga merasakan hal yang sama."
Leo mendekatkan wajahnya, dan bibirnya menyentuh bibir Anya. Ciuman itu lembut, hangat, dan penuh dengan perasaan yang selama ini terpendam. Di saat itu, Anya sadar bahwa cinta tidak bisa dikodekan. Cinta itu rumit, tidak terduga, dan seringkali ditemukan di tempat yang paling dekat.
Beberapa bulan kemudian, Anya dan Leo memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka ingin memulai sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih bermakna. Mereka membuka sebuah kafe kecil di pinggir kota, tempat orang-orang bisa berkumpul, bercerita, dan mencari cinta tanpa bantuan algoritma.
Anya masih sesekali memeriksa SoulmateAI, memastikan aplikasinya berfungsi dengan baik. Namun, ia tidak lagi terlalu peduli dengan angka dan data. Ia tahu bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan dalam kode, melainkan dalam hati yang terbuka dan keberanian untuk mencintai. Algoritma yang salah telah menuntunnya pada jalan yang benar. Jalan yang membawanya pada cinta sejati, cinta yang tidak perlu dikodekan. Cinta yang murni dan tulus, antara Anya dan Leo.