Layar laptopnya memancarkan cahaya biru yang redup, menerangi wajah Arya yang termenung. Jemarinya menari di atas keyboard, mengetik baris demi baris kode yang kompleks. Debat sengit antara `if` dan `else`, `try` dan `catch` terus berkecamuk di benaknya, tapi kali ini bukan hanya soal debugging aplikasi. Ini soal debugging hatinya.
Arya, seorang programmer andal, dikenal sebagai master algoritma dan sintaks. Di dunia digital, dia adalah dewa. Namun, di dunia nyata, khususnya soal asmara, dia hanyalah seorang pemula. Kasusnya kali ini adalah Sarah, rekan kerjanya di divisi UI/UX. Cantik, cerdas, dan selalu bersemangat, Sarah adalah antitesis dari dunia kode yang serba logis dan terstruktur milik Arya.
Dia sudah mencoba berbagai cara untuk mendekati Sarah. Mengajaknya makan siang (terlalu canggung). Memberikan komentar pujian di postingan media sosialnya (terlalu klise). Bahkan, mencoba membuat lelucon tentang bug dalam kode (benar-benar gagal total). Semua usahanya berakhir dengan hasil yang sama: datar. Seperti kode yang tidak di-compile.
Malam ini, dia mencoba cara terakhir. Sebuah kode, tentu saja. Bukan kode sembarangan, melainkan sebuah program kecil yang akan mem-parsing data tentang dirinya, lalu secara otomatis membuat pesan yang paling tepat untuk dikirimkan ke Sarah. Ide yang brilian, menurutnya. Tinggal memasukkan data, tekan tombol `Enter`, dan voilà! Sebuah pesan cinta sempurna akan tercipta.
Dia memasukkan data-data tentang dirinya: umur, hobi (coding, tentu saja), preferensi musik (electronic), dan daftar kegagalan terbesarnya dalam percintaan (daftar yang cukup panjang, sayangnya). Kemudian, dia memasukkan data tentang Sarah: umur, hobi (melukis, mendengarkan musik indie), preferensi makanan (vegetarian), dan hal-hal yang membuatnya tertawa (menurut hasil observasinya, lelucon absurd).
Setelah berjam-jam berkutat dengan kode, akhirnya dia selesai. Programnya sederhana, tapi elegan. Sebuah algoritma yang akan mencari kesamaan dan perbedaan antara dirinya dan Sarah, lalu merangkai sebuah pesan yang personal dan menarik. Dia menarik napas dalam-dalam dan menekan tombol `Run`.
Konsol di bawah layar editor kode menyala. Baris demi baris output muncul, berputar seperti roda gila yang terus mencari kebenaran. Detak jantung Arya semakin cepat. Inilah momennya. Momen di mana logika dan perasaan akan bertemu dalam sebuah harmoni digital.
Akhirnya, proses selesai. Konsol berhenti berputar, menampilkan sebuah pesan terakhir. Arya mendekatkan wajahnya ke layar, matanya terpaku pada hasil akhir dari karyanya.
`ConsoleLog (Cinta): Error 404, Hati Tidak Ditemukan.`
Arya tertegun. Itu dia. Kegagalan yang sempurna. Bahkan program buatannya sendiri pun menolaknya. Dia tertawa getir. Mungkin dia memang ditakdirkan untuk hidup dalam dunia kode, tanpa pernah bisa memahami bahasa hati yang rumit.
Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul di pojok kanan bawah layar. Pesan dari Sarah. Jantung Arya berdebar lagi. Apa mungkin…
Dia membuka pesan itu. Isinya sederhana, tapi mampu membuat dunia digitalnya runtuh seketika.
"Arya, aku tahu kamu pasti sedang coding lagi. Aku lihat dari jendela kantormu. Sebenarnya, aku juga suka coding, tapi aku lebih suka ngobrol langsung. Mau kopi?"
Arya terpaku. Sarah tahu? Dia melihat ke jendela kantornya. Di seberang sana, Sarah berdiri di depan jendela kantornya, tersenyum sambil melambaikan tangan.
Dia menutup laptopnya dengan tergesa-gesa. Algoritmanya, kodenya, semua yang dia yakini selama ini terasa sia-sia. Cinta ternyata tidak bisa diprogram. Cinta itu spontan, tidak terduga, dan seringkali, absurd.
Dia berlari keluar dari kantornya, menuju kantor Sarah. Ketika dia sampai di depan pintu, dia menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi dia tahu satu hal: dia tidak akan lagi mencoba memecahkan kode cinta. Dia hanya akan menjadi dirinya sendiri.
Dia membuka pintu kantor Sarah. Sarah masih berdiri di dekat jendela, tersenyum.
"Hai," kata Arya, suaranya sedikit gemetar.
"Hai," balas Sarah. "Jadi, kopi?"
Arya mengangguk. "Ya, kopi. Tapi, setelah itu, bolehkah aku mengajukan pertanyaan?"
"Tentu saja," jawab Sarah.
"Pertanyaannya sederhana," kata Arya. "Kenapa kamu menyukaiku?"
Sarah tertawa. "Pertanyaan yang bagus. Tapi, maaf, aku tidak punya jawaban yang logis. Aku hanya menyukaimu. Apa itu cukup?"
Arya tersenyum. "Cukup," jawabnya. "Sangat cukup."
Mereka keluar dari kantor bersama. Arya meninggalkan laptopnya, kode-kodenya, dan semua kompleksitas dunia digitalnya. Hari itu, dia belajar bahwa cinta bukanlah tentang mencari solusi, melainkan tentang menerima keacakan. Dan kadang-kadang, error 404 justru membawa kebahagiaan yang tak terduga.