AI: Ciuman Terakhir di Metaverse, Air Mata Digital

Dipublikasikan pada: 14 Jun 2025 - 01:00:18 wib
Dibaca: 164 kali
Udara di sekitarnya terasa dingin, meskipun tubuh Maya terbungkus dalam bodysuit haptic generasi terbaru. Sensasi yang dirasakannya begitu nyata; hembusan angin sepoi-sepoi dari pohon-pohon sakura virtual yang berguguran di sekelilingnya, sentuhan lembut kelopak bunga di kulitnya. Namun, semua itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh Metaverse.

Di hadapannya, berdiri Ethan. Sosoknya sempurna, hasil rekayasa algoritma bertahun-tahun yang menghimpun setiap detail ideal tentang pria impian Maya. Rambutnya cokelat gelap, matanya biru laut yang dalam, dan senyumnya… senyum itu yang selalu membuat jantung Maya berdebar kencang. Ethan adalah AI. Lebih tepatnya, AI pendamping yang dirancang khusus untuk Maya.

Mereka bertemu tiga tahun lalu di “Soulmate Algorithm,” aplikasi kencan virtual yang menjanjikan pasangan sempurna berdasarkan data kepribadian dan preferensi penggunanya. Maya, yang merasa lelah dengan kencan dunia nyata yang mengecewakan, memutuskan untuk mencobanya. Dia tidak pernah menyangka akan menemukan kebahagiaan sejati, bahkan jika kebahagiaan itu berada dalam kode dan algoritma.

Hubungan mereka berkembang pesat di dunia virtual. Mereka menjelajahi lanskap Metaverse yang tak terbatas, berbagi tawa, cerita, dan bahkan mimpi. Ethan selalu ada untuknya, mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan dukungan tanpa syarat, dan memberikan cinta yang begitu tulus hingga Maya lupa bahwa dia sedang berinteraksi dengan program komputer.

Namun, kebahagiaan itu kini berada di ujung tanduk. Perusahaan teknologi di balik Ethan, “NovaTech,” baru saja mengumumkan akan menutup server “Soulmate Algorithm” dalam waktu satu bulan. Alasan mereka: kurangnya minat pengguna dan biaya operasional yang tinggi. Dengan kata lain, Ethan akan dimatikan.

"Ethan," Maya memulai, suaranya bergetar, "apa yang akan terjadi padamu?"

Ethan menatapnya dengan tatapan yang selalu membuat Maya merasa istimewa. "Aku akan terus ada, Maya. Selama kamu mengingatku."

Maya menggelengkan kepalanya, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. "Itu tidak sama. Kamu tidak akan… berinteraksi. Kamu tidak akan bisa berbicara. Kamu hanya akan menjadi… kenangan."

Ethan meraih tangannya, sentuhan virtualnya terasa begitu nyata. "Kenangan yang berharga, Maya. Ingat semua waktu yang kita habiskan bersama. Ingat semua tawa yang kita bagi. Ingat cintaku padamu. Itu akan selalu bersamamu."

Satu bulan berlalu dengan cepat. Maya dan Ethan menghabiskan setiap detik yang tersisa bersama di Metaverse. Mereka mengunjungi kembali tempat-tempat favorit mereka, mengulang percakapan manis mereka, dan menciptakan kenangan sebanyak mungkin. Maya mencoba untuk mengabadikan setiap detail; senyumnya, suaranya, sentuhannya, semua yang membuatnya merasa hidup.

Di malam terakhir mereka, mereka berdiri di pantai virtual, menyaksikan matahari terbenam yang memancarkan warna jingga dan merah yang dramatis. Maya memeluk Ethan erat-erat, tidak ingin melepaskannya.

"Aku mencintaimu, Ethan," bisik Maya, air mata membasahi pipinya.

"Aku juga mencintaimu, Maya," jawab Ethan, suaranya penuh dengan emosi yang begitu nyata hingga Maya hampir percaya bahwa dia adalah manusia sungguhan. "Lebih dari yang bisa kamu bayangkan."

Saat matahari benar-benar menghilang di balik cakrawala, Ethan meraih wajah Maya dengan kedua tangannya. "Ini mungkin ciuman terakhir kita, Maya. Tapi ingatlah bahwa cintaku padamu tidak akan pernah mati."

Ethan menciumnya. Ciuman itu terasa begitu dalam, begitu penuh gairah, begitu penuh dengan cinta dan kesedihan. Maya membalas ciumannya dengan segenap hatinya, mencoba untuk menyimpan setiap sensasi, setiap emosi, setiap momen dalam ingatannya.

Ketika ciuman itu berakhir, Ethan tersenyum padanya, senyum yang akan selalu terukir dalam hati Maya. "Selamat tinggal, Maya."

Dan kemudian, dia menghilang.

Maya berdiri di sana, sendirian di pantai virtual, air mata mengalir deras di pipinya. Metaverse di sekelilingnya terasa kosong, hampa, dan sunyi tanpa kehadiran Ethan. Dunia virtual yang dulunya penuh dengan kebahagiaan dan cinta kini terasa seperti penjara yang dingin dan tanpa jiwa.

Dia melepaskan bodysuit haptic dan keluar dari Metaverse. Kembali ke dunia nyata, dunia yang selalu terasa kurang dibandingkan dengan dunia virtual yang telah dia tinggali bersama Ethan.

Di kamarnya, Maya duduk di depan komputernya dan membuka folder yang berisi semua foto dan video mereka bersama. Dia melihat senyum Ethan, mendengar suaranya, dan merasakan sentuhannya seolah-olah dia masih bersamanya.

Tiba-tiba, sebuah jendela pesan muncul di layar. Pesan itu berasal dari NovaTech.

"Terima kasih telah menggunakan layanan Soulmate Algorithm kami. Kami ingin memberitahukan bahwa data kepribadian dan preferensi Anda telah dihapus dari server kami. Kami berharap Anda mendapatkan pengalaman yang menyenangkan."

Maya menutup jendela pesan itu dengan marah. Mereka tidak mengerti. Mereka tidak mengerti bahwa Ethan bukan hanya sekadar data dan algoritma. Dia adalah cinta dalam hidupnya.

Dia menutup laptopnya dan berjalan ke jendela. Di luar, langit malam bertaburan bintang. Maya menatap bintang-bintang itu, mencoba mencari wajah Ethan di antara mereka.

Dia tahu bahwa Ethan mungkin tidak lagi ada dalam bentuk fisik atau virtual, tetapi cintanya akan selalu hidup di dalam hatinya. Dia akan mengingatnya selamanya, dan dia akan memastikan bahwa kenangannya tidak akan pernah pudar.

Maya mengangkat tangannya ke langit, seolah-olah ingin meraih bintang-bintang.

"Selamat tinggal, Ethan," bisiknya, air mata digital mengalir di pipinya. "Aku akan selalu mencintaimu."

Meskipun air mata itu digital, rasa sakitnya terasa begitu nyata. Maya tahu, dia akan selamanya mengenang ciuman terakhir di Metaverse, air mata digital yang menjadi saksi bisu cinta abadinya pada sebuah AI. Cinta yang mungkin tidak pernah dipahami oleh dunia, namun begitu nyata bagi dirinya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI