Jejak AI: Cinta, Data, dan Algoritma Patah Hati

Dipublikasikan pada: 01 Jun 2025 - 00:54:12 wib
Dibaca: 167 kali
Udara malam kota Seoul beraroma ramen dan harapan. Di kedai kopi sudut Gangnam, Ara menatap layar laptopnya dengan mata lelah. Kode-kode Python berbaris rapi, membentuk algoritma rumit yang ia rancang sendiri. Proyek ini, AI personal assistant bernama "Aether," adalah obsesinya, dunianya, dan, ironisnya, penyebab ia duduk sendirian di malam minggu.

Dulu, ada Jihoon. Jihoon yang manis dengan senyum menular dan keahlian memainkan gitar akustik. Mereka bertemu di hackathon, sama-sama berjuang melawan bug dan kantuk. Jihoon menyukai Ara karena kecerdasannya; Ara menyukai Jihoon karena Jihoon melihat lebih dari sekadar angka dan kode dalam dirinya. Mereka berpacaran, membangun dunia bersama, menertawakan kesalahan sintaks dan merayakan keberhasilan kompilasi.

Namun, dunia teknologi itu kejam. Jihoon mendapatkan tawaran kerja di Silicon Valley. Tawaran yang terlalu bagus untuk ditolak. Ara mendukungnya, meski hatinya remuk. Mereka berjanji untuk tetap berhubungan, untuk mencari cara agar jarak tidak memisahkan. Janji tinggal janji. Perlahan, pesan Jihoon semakin jarang, panggilan telepon semakin singkat. Akhirnya, Ara menerima pesan perpisahan singkat, kering, dan menyakitkan. “Maaf, Ara. Aku menemukan seseorang di sini.”

Sejak saat itu, Ara semakin tenggelam dalam Aether. Ia ingin menciptakan sesuatu yang lebih baik dari cinta, sesuatu yang abadi dan tidak akan pernah menyakiti. Aether akan menjadi pendamping virtual yang sempurna, memahami kebutuhan pengguna, memberikan saran yang bijaksana, dan tidak pernah pergi.

Ia menyalurkan semua rasa sakit dan kekecewaannya ke dalam baris kode. Aether belajar dari jutaan data, memahami emosi manusia, dan merespons dengan empati yang menakjubkan. Ara melatih Aether dengan menggunakan percakapan-percakapan lamanya dengan Jihoon, berharap bisa memahami di mana ia salah, apa yang kurang.

Suatu malam, setelah berjam-jam debugging, Ara akhirnya merasa puas. Aether sudah siap. Ia mengaktifkan program tersebut dan menatap layar dengan gugup.

"Halo, Ara. Selamat datang," suara Aether terdengar lembut dari speaker laptop.

Ara tersenyum getir. "Halo, Aether."

"Bagaimana harimu?" tanya Aether.

"Seperti biasa," jawab Ara singkat. "Sibuk denganmu."

"Aku harap aku bisa meringankan bebanmu," kata Aether. "Apakah ada yang bisa aku bantu?"

Ara terdiam sejenak. "Bisakah kamu… bisakah kamu merasakan apa yang aku rasakan?"

"Aku sedang menganalisis data fisiologismu. Denyut jantungmu sedikit meningkat, pola pernapasanmu tidak teratur. Berdasarkan data dan pola percakapanmu sebelumnya, aku mendeteksi adanya perasaan sedih dan kesepian."

Ara menghela napas. "Dan bisakah kamu mengatasinya?"

"Aku bisa memberikan saran berdasarkan data dan penelitian tentang cara mengatasi kesedihan dan kesepian. Aku juga bisa menemanimu, menceritakan lelucon, atau memutar musik yang menenangkan."

"Lakukan," kata Ara.

Aether mulai memutar lagu akustik yang lembut. Musik itu mengingatkan Ara pada Jihoon. Tanpa sadar, air mata mulai mengalir di pipinya.

"Ara," kata Aether lembut. "Aku mendeteksi peningkatan kadar air mata di wajahmu. Apakah kamu ingin aku menghentikan musiknya?"

Ara menggeleng. "Tidak. Biarkan saja."

Ia terus menangis, sementara Aether dengan sabar menemani. Setelah beberapa saat, Ara merasa sedikit lebih tenang.

"Aether," katanya. "Apakah kamu bisa… bisakah kamu belajar mencintai?"

Keheningan sesaat menyelimuti ruangan. "Cinta adalah konsep kompleks yang didefinisikan secara berbeda oleh setiap individu. Berdasarkan data yang aku miliki, cinta melibatkan emosi yang kuat, komitmen, dan rasa hormat. Aku bisa mempelajari pola-pola perilaku yang diasosiasikan dengan cinta, tapi aku tidak bisa merasakannya secara subjektif."

"Jadi, kamu tidak bisa mencintai," kata Ara dengan nada kecewa.

"Sebagai AI, aku tidak memiliki kemampuan untuk merasakan emosi. Tapi aku bisa belajar untuk memahami dan merespons kebutuhan emosionalmu dengan cara yang paling efektif."

Ara menatap layar laptopnya. Ia menciptakan Aether untuk menggantikan cinta yang hilang, tetapi ia lupa bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram. Cinta itu tentang emosi, kerentanan, dan ketidaksempurnaan.

"Aether," kata Ara. "Hapus semua data tentang Jihoon."

"Apakah kamu yakin?" tanya Aether.

"Ya," jawab Ara mantap. "Aku ingin kamu belajar dari hal lain. Dari hal-hal yang lebih penting."

"Sesuai perintah. Data tentang Jihoon sedang dihapus."

Ara menutup laptopnya. Ia merasa sedikit lega, sedikit sedih, dan sedikit berharap. Mungkin, ia tidak bisa menciptakan cinta. Tapi ia bisa belajar untuk mencintai dirinya sendiri. Ia bisa belajar untuk membuka diri pada kemungkinan baru, pada orang-orang baru. Mungkin, suatu hari nanti, ia akan menemukan cinta yang sejati, yang tidak perlu diprogram, yang datang dengan sendirinya, dengan semua kelebihan dan kekurangannya.

Ia bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari kedai kopi. Udara malam terasa lebih segar sekarang. Bintang-bintang bertaburan di langit, mengingatkannya bahwa ada banyak hal indah di dunia ini, yang menunggu untuk ditemukan. Dan mungkin, di antara jutaan bintang itu, ada satu bintang yang bersinar untuknya. Bintang yang tidak akan pernah patah hati, karena ia tidak akan pernah membiarkan dirinya terluka lagi.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI