Algoritma Jatuh Cinta: Kode Hati yang Terprogram?

Dipublikasikan pada: 20 Sep 2025 - 01:20:13 wib
Dibaca: 110 kali
Aplikasi kencan itu menjanjikan keajaiban: menemukan pasangan yang sempurna berdasarkan algoritma yang dirancang untuk menganalisis kepribadian, minat, dan bahkan ekspresi wajah. Anya, seorang programmer yang lebih nyaman berinteraksi dengan barisan kode daripada manusia, skeptis namun penasaran. Ia baru saja putus dari pacarnya yang menurutnya terlalu "analog" dan terpikir, mungkin teknologi bisa memberikan solusi yang lebih efisien.

Anya mengisi profilnya dengan jujur, bahkan brutal jujur. Ia mencantumkan hobinya yang unik – mendekompilasi program lama, merakit robot dari barang rongsokan, dan membaca buku fisika kuantum sebelum tidur. Ia bahkan menambahkan, “Tidak suka basa-basi, mencari seseorang yang bisa diajak berdebat soal relativitas umum.”

Awalnya, hasilnya nihil. Algoritma itu tampaknya kesulitan mencerna kombinasi kompleksitas dan kejujuran Anya. Kemudian, muncul satu profil. Leo.

Profil Leo singkat namun menarik. Ia seorang arsitek lanskap yang mengaku lebih suka bekerja dengan tanah daripada beton. Hobinya termasuk mendaki gunung, fotografi astronomi, dan membangun rumah pohon. Yang paling mengejutkan Anya adalah jawaban Leo pada pertanyaan tentang buku favorit: "The Elegant Universe" karya Brian Greene.

Anya tertegun. Seseorang yang menyukai fisika kuantum dan membangun rumah pohon? Ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Ia mengirimkan pesan singkat: "Relativitas umum atau relativitas khusus? Siap berdebat?"

Leo membalas dalam hitungan detik: "Tergantung konteksnya. Gravitasi sebagai distorsi ruang-waktu atau kecepatan mendekati kecepatan cahaya? Pilihan ada padamu."

Percakapan mereka mengalir deras sejak saat itu. Mereka berdebat tentang teori string, membicarakan filosofi Heidegger, dan bahkan berbagi meme matematika yang aneh. Anya merasa seperti menemukan bahasa yang selama ini ia cari. Bahasa yang bukan hanya tentang logika dan angka, tapi juga tentang keindahan dan keajaiban.

Setelah seminggu berbalas pesan, mereka memutuskan untuk bertemu. Anya memilih sebuah kafe yang tenang di dekat observatorium kota. Ia mengenakan jaket kulit kesayangannya dan celana jeans yang sudah usang. Ia merasa gugup, lebih gugup daripada saat menghadapi bug yang paling rumit sekalipun.

Leo sudah menunggu di sana. Ia mengenakan kemeja flanel dan celana kargo. Rambutnya agak berantakan, seolah baru saja mendaki gunung. Senyumnya tulus dan matanya berbinar penuh minat. Anya merasa sesuatu berdesir dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Mereka menghabiskan sore itu berbicara tanpa henti. Mereka membahas proyek terbaru Leo – mendesain taman vertikal untuk sekolah anak-anak berkebutuhan khusus – dan kode yang sedang Anya kembangkan – algoritma untuk memprediksi pola cuaca berdasarkan data historis. Mereka tertawa, berdebat, dan saling mendengarkan dengan penuh perhatian.

Anya menyadari bahwa Leo bukan hanya seorang intelektual yang menarik, tapi juga seorang yang penuh perhatian dan berempati. Ia menghargai kejujuran Anya, bahkan keganjilannya. Ia melihat Anya, bukan sebagai seorang programmer yang dingin dan analitis, tapi sebagai seorang individu yang kompleks dan unik.

Seiring berjalannya waktu, Anya dan Leo semakin dekat. Mereka mendaki gunung bersama, menonton bintang dari atap rumah Leo, dan bahkan mencoba mendekompilasi program lama yang misterius. Anya menemukan bahwa Leo bukan hanya pasangan yang sempurna secara intelektual, tapi juga secara emosional. Ia membuatnya merasa aman, dihargai, dan dicintai.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Anya tidak bisa mengabaikan pertanyaan yang terus menghantuinya: apakah cinta mereka benar-benar nyata, atau hanya hasil dari algoritma yang canggih? Apakah mereka benar-benar saling mencintai, atau hanya memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh program komputer?

Ia mencoba membicarakan kekhawatiran ini dengan Leo, tapi Leo hanya tersenyum dan berkata, "Anya, algoritma hanyalah alat. Ia bisa membantu kita menemukan orang yang tepat, tapi ia tidak bisa menciptakan cinta. Cinta itu adalah sesuatu yang kita bangun bersama, hari demi hari."

Anya masih ragu. Ia memutuskan untuk melakukan eksperimen. Ia mengunduh data profilnya dan Leo dari aplikasi kencan. Ia menganalisis algoritma yang digunakan untuk mencocokkan mereka. Ia ingin melihat apakah ada pola tersembunyi, apakah ada kode yang memprediksi kebahagiaan mereka.

Hasilnya mengejutkan Anya. Algoritma itu memang menemukan kesamaan di antara mereka, tapi ia juga mengidentifikasi perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang seharusnya membuat mereka tidak cocok.

Menurut algoritma, Anya terlalu analitis dan Leo terlalu emosional. Anya terlalu fokus pada logika dan Leo terlalu fokus pada intuisi. Mereka seharusnya saling menjauh, bukan saling mencintai.

Anya menyadari sesuatu yang penting. Algoritma itu hanya melihat permukaan. Ia hanya melihat data dan angka. Ia tidak bisa melihat apa yang ada di dalam hati mereka. Ia tidak bisa melihat koneksi yang dalam yang mereka bagikan. Ia tidak bisa melihat cinta yang mereka bangun bersama.

Cinta, pikir Anya, bukanlah sesuatu yang bisa diprediksi atau diprogram. Ia adalah sesuatu yang misterius dan tidak terduga. Ia adalah kombinasi unik dari kimia, kepercayaan, dan keberanian. Ia adalah keajaiban yang tidak bisa dijelaskan oleh algoritma manapun.

Ia mendatangi Leo di rumah pohon yang sedang ia bangun. Ia memanjat tangga kayu itu dan duduk di sampingnya. Ia memeluknya erat dan berkata, "Aku mencintaimu, Leo. Bukan karena algoritma, tapi karena kamu adalah kamu."

Leo membalas pelukannya dan berkata, "Aku juga mencintaimu, Anya. Bukan karena kita cocok di atas kertas, tapi karena kita membuat satu sama lain menjadi lebih baik."

Anya tersenyum. Ia akhirnya mengerti. Algoritma itu hanyalah awal dari cerita mereka. Sisanya adalah tentang pilihan yang mereka buat, komitmen yang mereka berikan, dan cinta yang mereka bangun bersama. Cinta mereka bukanlah kode hati yang terprogram, tapi melodi indah yang diciptakan oleh dua jiwa yang saling menemukan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI