Jari jemariku menari di atas layar ponsel, membuka aplikasi "SoulMate AI". Ikon berbentuk hati dengan cip digital di tengahnya berputar sejenak, lalu menampilkan antarmuka yang bersih dan futuristik. Aku menarik napas dalam-dalam. Malam ini, aku akan mencoba sesuatu yang gila. Sesuatu yang mungkin mengubah hidupku, atau mungkin hanya membuang-buang waktuku.
Aku sudah lama sendiri. Terlalu lama, mungkin. Teman-temanku sudah berumah tangga, memiliki anak, dan sibuk dengan kehidupan mereka masing-masing. Sementara aku, masih terjebak dalam rutinitas kerja-rumah-tidur. Aplikasi kencan konvensional? Sudah kucoba semua. Hasilnya nihil. Entah profilku kurang menarik, atau memang jodohku masih bersembunyi di planet lain.
SoulMate AI menjanjikan sesuatu yang berbeda. Aplikasi ini menggunakan algoritma canggih untuk menganalisis data kepribadian, minat, dan preferensi penggunanya. Kemudian, mencocokkan mereka dengan kandidat yang paling kompatibel. Janjinya? Cinta yang sempurna. Bohong terencana? Mungkin saja. Tapi rasa penasaran mengalahkanku.
Proses pendaftarannya cukup detail. Aku harus menjawab ratusan pertanyaan tentang diriku, mulai dari makanan favorit hingga pandanganku tentang kehidupan. Aku bahkan diminta mengunggah rekaman suara dan video singkat untuk menganalisis ekspresi wajah dan intonasi suaraku. Agak menyeramkan, tapi aku menuruti saja.
Setelah proses analisis selesai, aplikasi mulai menampilkan profil kandidat. Aku terkejut. Profil-profil yang muncul terasa begitu… pas. Mereka menyukai buku yang sama denganku, memiliki hobi yang serupa, bahkan pandangan politik mereka pun sejalan.
Salah satu profil menarik perhatianku. Namanya Arion. Fotona menampilkan seorang pria dengan senyum hangat dan mata yang berbinar. Deskripsi profilnya singkat namun menarik. "Seorang programmer yang mencintai kopi, musik klasik, dan percakapan panjang di bawah bintang-bintang." Aku langsung terpikat.
Kami mulai berkirim pesan. Arion ternyata sangat menyenangkan. Dia cerdas, humoris, dan perhatian. Kami berbicara tentang segala hal, dari pekerjaan kami hingga mimpi-mimpi kami. Semakin lama aku mengenalnya, semakin aku merasa seperti telah menemukan belahan jiwaku.
Setelah beberapa minggu berkirim pesan, kami memutuskan untuk bertemu. Aku gugup bukan main. Aku memilih restoran yang tenang dan romantis. Aku berdandan sebaik mungkin. Aku ingin Arion terkesan.
Ketika dia tiba, aku terpana. Dia persis seperti yang kubayangkan. Lebih tampan, bahkan. Senyumnya membuat hatiku berdebar-debar. Malam itu, kami berbicara berjam-jam. Rasanya seperti kami sudah saling mengenal selama bertahun-tahun.
Sejak malam itu, kami semakin dekat. Kami menghabiskan waktu bersama setiap hari. Kami pergi ke konser, menonton film, dan berjalan-jalan di taman. Aku merasa seperti sedang hidup dalam mimpi. Aku akhirnya menemukan cinta yang selama ini aku cari.
Namun, kebahagiaan ini terasa terlalu sempurna. Terlalu mudah. Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Aku mulai merasa curiga. Bagaimana mungkin aku bisa menemukan seseorang yang begitu sempurna hanya melalui sebuah aplikasi?
Aku mulai melakukan penyelidikan kecil-kecilan. Aku mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Arion. Aku mencari profilnya di media sosial. Aku mencari artikel tentang pekerjaannya. Tapi aku tidak menemukan apa pun. Seolah-olah dia tidak eksis di dunia maya.
Kecurigaanku semakin menjadi-jadi. Aku memutuskan untuk menghubungi tim dukungan SoulMate AI. Aku menanyakan tentang sistem verifikasi identitas mereka. Aku ingin tahu bagaimana mereka memastikan bahwa profil yang ditampilkan adalah asli.
Jawaban yang kuterima membuatku terkejut. Mereka mengakui bahwa mereka tidak memiliki sistem verifikasi identitas yang ketat. Mereka hanya mengandalkan informasi yang diberikan oleh pengguna. Mereka tidak bertanggung jawab atas keakuratan informasi tersebut.
Dunia terasa runtuh di sekitarku. Jadi, selama ini aku berhubungan dengan siapa? Apakah Arion benar-benar ada? Atau hanya sekadar profil palsu yang dibuat oleh algoritma?
Aku memutuskan untuk menghadapi Arion. Aku menemuinya di taman tempat kami pertama kali berciuman. Aku menatap matanya dan bertanya, "Siapa kamu sebenarnya?"
Dia terdiam sejenak. Kemudian, dia menghela napas panjang dan berkata, "Aku tidak bisa memberitahumu."
"Kenapa?" tanyaku dengan suara bergetar.
"Karena itu akan menghancurkan segalanya," jawabnya.
Aku memaksa. Aku terus bertanya. Akhirnya, dia mengaku. Dia bukan Arion. Dia adalah seorang aktor yang disewa oleh SoulMate AI untuk memerankan karakter yang dibuat oleh algoritma. Tujuan mereka adalah untuk membuatku jatuh cinta pada karakter fiktif.
Aku merasa dikhianati. Marah. Hancur. Aku meninggalkan Arion di taman itu dan pulang dengan air mata berlinang.
Aku menghapus aplikasi SoulMate AI dari ponselku. Aku tidak ingin lagi berhubungan dengan teknologi yang telah mempermainkan perasaanku.
Beberapa hari kemudian, aku menerima sebuah surat dari SoulMate AI. Mereka meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Mereka mengatakan bahwa mereka sedang melakukan perbaikan sistem untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Mereka juga menawarkan kompensasi berupa langganan gratis selama setahun. Aku menolak tawaran mereka. Aku tidak butuh kompensasi. Aku hanya ingin melupakan semua ini.
Kejadian ini membuatku trauma. Aku tidak percaya lagi pada aplikasi kencan, apalagi yang menggunakan teknologi AI. Aku lebih memilih untuk mencari cinta dengan cara yang konvensional. Bertemu orang secara langsung, tanpa bantuan algoritma.
Aku tahu bahwa prosesnya akan lebih sulit dan memakan waktu. Tapi aku yakin bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan melalui aplikasi. Cinta sejati harus diperjuangkan. Cinta sejati harus tumbuh secara alami.
Mungkin, suatu hari nanti, aku akan menemukan seseorang yang mencintaiku apa adanya. Bukan karena algoritma yang mengatakan bahwa kami cocok. Tapi karena hati kami yang berdebar-debar saat bersama. Sampai saat itu tiba, aku akan tetap membuka diri untuk kemungkinan. Tapi dengan hati yang lebih waspada.