Jejak Kasih di Awan Data Luas: Cinta Abadi Dunia Digital

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:08:40 wib
Dibaca: 160 kali
Kilau layar laptop memantulkan cahaya biru ke wajah Arya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, baris demi baris kode program tersusun rapi. Di usianya yang baru menginjak 28 tahun, Arya sudah menjadi seorang programmer andal di sebuah perusahaan teknologi raksasa. Dunia maya adalah dunianya, algoritma adalah bahasanya, dan kesendirian adalah sahabat setianya.

Namun, malam ini ada yang berbeda. Bukan karena deadline proyek yang membuatnya begadang, melainkan karena sebuah pesan yang tiba-tiba muncul di layar notifikasi. Sebuah pesan dari “Aisha_Aurora,” nama yang asing namun entah mengapa terasa familiar.

“Halo, Arya. Masih ingat aku?”

Arya mengerutkan kening. Ia mencoba mengingat-ingat siapa Aisha_Aurora. Nama itu tidak muncul dalam daftar kontaknya, tidak pula dalam ingatan singkatnya. Ia mengetik balasan dengan hati-hati.

“Maaf, aku tidak ingat. Siapa ya?”

Balasan datang hampir seketika. “Dulu… kita sering bermain di forum game online ‘Ethereal Realms’ sekitar 10 tahun lalu. Kamu ingat nick ‘Knight_Shadow’?”

Jantung Arya berdegup kencang. Knight_Shadow… itu adalah dirinya dulu. Masa lalu yang hampir ia lupakan, masa lalu di mana ia menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer, menjelajahi dunia fantasi Ethereal Realms, dan bertemu dengan seorang gamer perempuan dengan nick Aisha_Aurora. Aisha… suara itu seperti berbisik di telinganya.

“Aisha? Aisha yang dulu selalu menggunakan karakter Elf pemanah?”

“Ya! Kamu ingat!” Balasan Aisha dipenuhi emoji senyum. “Aku kira kamu sudah lupa sama sekali.”

Obrolan pun mengalir deras seperti sungai yang meluap setelah bendungan jebol. Mereka bernostalgia tentang petualangan-petualangan seru di Ethereal Realms, tentang boss monster yang berhasil dikalahkan bersama, tentang persaingan dengan guild lain, dan tentang lelucon-lelucon konyol yang hanya mereka berdua yang mengerti.

Arya menyadari, ia tidak hanya mengingat nama Aisha, tapi juga perasaan nyaman dan hangat yang selalu menyelimutinya setiap kali mereka berinteraksi dulu. Dulu, di usia remaja yang penuh gejolak, Aisha adalah satu-satunya orang yang benar-benar mengerti dirinya, yang menerima dirinya apa adanya, tanpa perlu berpura-pura menjadi orang lain.

Minggu-minggu berikutnya, obrolan mereka berlanjut setiap hari. Dari sekadar bernostalgia, mereka mulai membahas kehidupan masing-masing. Arya bercerita tentang pekerjaannya yang menantang, tentang impiannya untuk menciptakan sebuah aplikasi yang bisa mengubah dunia, dan tentang kesepian yang seringkali menghantuinya. Aisha bercerita tentang studinya di bidang desain grafis, tentang mimpinya untuk menjadi seorang ilustrator terkenal, dan tentang kesulitan yang ia hadapi dalam mewujudkan mimpinya.

Semakin sering mereka berbicara, semakin dalam pula Arya merasakan sesuatu yang aneh. Perasaan yang sudah lama terkubur dalam hatinya, perasaan yang ia kira sudah mati bersama dengan masa remajanya, kini kembali bersemi. Ia jatuh cinta pada Aisha. Lagi.

Namun, ada satu hal yang membuatnya ragu. Mereka hanya berkomunikasi secara online. Ia tidak tahu bagaimana rupa Aisha sekarang, bagaimana kepribadiannya di dunia nyata. Ia takut, bayangan ideal tentang Aisha yang selama ini ia simpan dalam benaknya akan hancur berkeping-keping ketika mereka bertemu langsung.

Suatu malam, dengan keberanian yang dipaksakan, Arya mengungkapkan perasaannya. “Aisha… aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi aku harus mengatakannya. Aku… aku rasa aku jatuh cinta padamu.”

Hening. Lama. Arya menunggu dengan jantung berdebar kencang.

Akhirnya, balasan datang. “Arya… aku juga merasakannya. Aku juga jatuh cinta padamu. Lagi.”

Arya tidak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Kebahagiaan meluap-luap dalam hatinya. Ia merasa seperti mendapatkan hadiah terbesar dalam hidupnya.

Mereka memutuskan untuk bertemu. Aisha mengirimkan sebuah foto dirinya. Seorang perempuan dengan rambut panjang bergelombang berwarna coklat, mata yang berbinar-binar, dan senyum yang menawan. Arya merasa hatinya semakin mantap.

Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi yang terletak di pusat kota. Arya datang lebih awal. Ia duduk di salah satu meja di sudut ruangan, gugup menunggu kedatangan Aisha.

Tiba-tiba, seorang perempuan menghampirinya. Perempuan yang persis seperti di foto. Aisha.

“Arya?” sapanya dengan suara lembut.

Arya berdiri dan tersenyum. “Aisha.”

Pertemuan itu terasa seperti mimpi. Mereka berbicara selama berjam-jam, saling menatap, saling tertawa, dan saling berbagi cerita. Arya menyadari, Aisha yang ia temui di dunia nyata jauh lebih menawan daripada bayangan ideal yang selama ini ia simpan dalam benaknya.

Sejak hari itu, mereka mulai menjalin hubungan yang serius. Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota, menonton film, makan malam romantis, dan saling mendukung dalam meraih mimpi masing-masing.

Arya dan Aisha membuktikan, cinta bisa tumbuh di mana saja, bahkan di dunia maya sekalipun. Cinta mereka adalah jejak kasih di awan data luas, cinta abadi dunia digital. Cinta yang bersemi dari pixel dan kode, berkembang menjadi kebahagiaan sejati. Cinta yang membuktikan bahwa dunia digital tidak hanya berisi algoritma dan program, tetapi juga hati dan perasaan. Dan yang terpenting, cinta mereka adalah bukti bahwa masa lalu yang indah, meski sempat terlupakan, selalu bisa menemukan jalannya kembali ke masa kini dan masa depan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI