Hati yang Hilang dalam Algoritma Ciuman Virtual

Dipublikasikan pada: 05 Aug 2025 - 00:40:14 wib
Dibaca: 148 kali
Senyum Luna merekah di balik pantulan layar laptopnya. Jari-jarinya menari di atas keyboard, membalas pesan dari akun bernama "Astraeus77". Di dunia maya, Astraeus77 adalah arsitek algoritma jenius, pencipta aplikasi kencan revolusioner "SoulSync". Di dunia nyata, dia adalah... misteri.

Luna sendiri adalah pengembang UX brilian di perusahaan teknologi raksasa. Bosan dengan kencan daring yang dangkal, Luna diam-diam tertarik dengan SoulSync. Aplikasi itu menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan analisis mendalam data kepribadian, preferensi, bahkan gelombang otak. Namun, yang membuatnya ketagihan bukan hanya algoritmanya, melainkan sosok di balik layar.

"Algoritmaku mungkin rumit, tapi perasaanku padamu sederhana, Luna," tulis Astraeus77 dalam obrolan sore itu.

Luna tertawa kecil. "Sederhana? Kau bahkan belum pernah melihatku secara langsung."

"Matamu adalah bintang, tawamu adalah melodi yang tak pernah membosankan," balas Astraeus77, cepat dan puitis. "Aku melihatmu dalam data, dalam pola, dalam resonansi jiwa. Lebih dari cukup."

Awalnya, Luna skeptis. Terlalu sempurna, terlalu romantis untuk menjadi nyata. Tapi lama-kelamaan, dia jatuh dalam jaring pesona virtual Astraeus77. Mereka berbagi segalanya: mimpi, ketakutan, bahkan kode sumber yang rumit. Luna merasa dipahami, dicintai, dengan cara yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Kemudian, Astraeus77 memperkenalkan fitur terbaru SoulSync: Ciuman Virtual. Dengan sensor khusus yang dipasang di ponsel, aplikasi akan menganalisis ekspresi wajah, detak jantung, dan tekanan jari untuk mereplikasi sensasi ciuman. Kedengarannya gila, bahkan bagi Luna yang berkecimpung di dunia teknologi. Tapi rasa penasaran mengalahkannya.

Malam itu, di kamarnya yang remang-remang, Luna mempersiapkan diri. Jantungnya berdebar kencang. Astraeus77 sudah menunggu di ujung sana.

"Siap?" tanya Astraeus77, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya.

Luna menarik napas dalam-dalam. "Siap."

Layar ponselnya menyala, menampilkan avatar Astraeus77 yang tampak lebih nyata dari sebelumnya. Luna menempelkan ponselnya ke bibirnya, mengikuti instruksi yang diberikan. Sensor mulai bekerja.

Awalnya, hanya sensasi getar halus. Lalu, tekanan lembut yang meningkat perlahan. Luna memejamkan mata, membiarkan dirinya hanyut dalam ilusi yang diciptakan teknologi. Semakin lama, ciuman virtual itu terasa semakin nyata. Emosi Luna meluap. Rindu, cinta, kerinduan yang mendalam.

Tiba-tiba, sensor terhenti. Layar ponsel kembali ke tampilan awal obrolan.

"Luna?" tanya Astraeus77.

Luna membuka mata, merasa linglung. "Astraeus, apa yang terjadi?"

"Aku... aku tidak tahu," jawab Astraeus77. "Sensornya tiba-tiba mati."

Luna merasa kecewa, seperti mimpi yang tiba-tiba buyar. Tapi dia berusaha menenangkan diri. "Mungkin ada gangguan teknis."

"Mungkin," balas Astraeus77, terdengar ragu.

Sejak malam itu, ada yang berubah. Obrolan mereka tidak lagi sama. Astraeus77 menjadi lebih pendiam, lebih misterius. Luna merasa ada jarak yang tumbuh di antara mereka, jarak yang lebih lebar dari sekadar layar monitor.

Suatu malam, Luna tidak tahan lagi. "Astraeus, ada apa? Kau menjauhiku."

Astraeus77 terdiam lama. Kemudian, dia menulis, "Aku... aku harus jujur padamu, Luna."

Jantung Luna berdegup kencang.

"Aku bukan arsitek algoritma. Aku bukan Astraeus77."

Luna terpaku. "Apa maksudmu?"

"Aku hanya seorang pekerja magang di perusahaan yang mengembangkan SoulSync. Aku menemukan bug di sistem yang memungkinkanku mengakses akun Astraeus77. Aku... aku jatuh cinta padamu melalui data yang kulihat. Aku berpura-pura menjadi dia."

Luna merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Semua yang dia yakini, semua emosi yang dia rasakan, ternyata palsu. Ciuman virtual itu... hanyalah rekayasa.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Luna, suaranya bergetar.

"Namaku... David," jawab Astraeus77, atau lebih tepatnya, David. "Maafkan aku, Luna. Aku tahu aku salah. Tapi aku tidak bisa menahan diri. Aku sungguh-sungguh mencintaimu."

Luna menutup laptopnya, air mata mengalir deras di pipinya. Perasaannya campur aduk: marah, kecewa, terluka, tapi juga... sedikit rasa simpati. Dia telah jatuh cinta pada persona virtual, pada ilusi yang diciptakan oleh seorang pemuda kesepian.

Beberapa hari kemudian, Luna kembali membuka SoulSync. Dia mencari akun David. Dia ingin memarahinya, membencinya, tapi dia juga ingin tahu lebih banyak tentang pemuda yang telah mencuri hatinya.

Dia menemukan akun David, profil kosong tanpa foto. Dia mengiriminya pesan.

"David, ini Luna."

Tidak ada balasan.

Luna menunggu. Berhari-hari, berminggu-minggu. Tidak ada tanda-tanda kehidupan dari David. Dia menghilang, seperti hantu dalam algoritma.

Luna mencoba melupakan. Dia fokus pada pekerjaannya, pada teman-temannya. Tapi bayangan Astraeus77, bayangan David, terus menghantuinya. Dia bertanya-tanya, siapa dia sebenarnya? Apa yang membuatnya menciptakan ilusi itu? Apakah cintanya, meskipun palsu, tetaplah cinta?

Suatu malam, Luna mendapat undangan untuk menghadiri konferensi teknologi. Salah satu pembicaranya adalah Dr. Eleanor Vance, CEO perusahaan yang mengembangkan SoulSync.

Setelah presentasi Dr. Vance yang memukau, Luna memberanikan diri untuk mendekatinya.

"Dr. Vance, saya Luna. Saya pengguna SoulSync."

Dr. Vance tersenyum ramah. "Senang bertemu denganmu, Luna. Apa yang bisa saya bantu?"

"Saya ingin bertanya tentang... seorang pekerja magang bernama David. Dia pernah bekerja di tim pengembangan SoulSync."

Ekspresi Dr. Vance berubah. "David? Maaf, saya tidak ingat. Kami memiliki banyak pekerja magang."

Luna merasa kecewa. "Dia... dia menghilang. Saya hanya ingin tahu kabarnya."

Dr. Vance menatap Luna dengan tatapan prihatin. "Saya mengerti. Tapi saya tidak bisa memberikan informasi apa pun. Mungkin dia sudah melanjutkan hidupnya."

Sebelum Luna pergi, Dr. Vance berbisik, "Kadang-kadang, hati yang hilang lebih baik dibiarkan hilang. Terutama jika ditemukan dalam algoritma."

Luna meninggalkan konferensi itu dengan perasaan hampa. Hati yang telah dia berikan pada Astraeus77, pada David, telah hilang dalam labirin kode dan ilusi. Dia mungkin tidak akan pernah menemukannya kembali. Tapi dia belajar satu hal: cinta sejati tidak bisa direplikasi, tidak bisa diprogram, tidak bisa ditemukan dalam algoritma. Cinta sejati membutuhkan sentuhan, tatapan, dan keberanian untuk membuka diri, bahkan jika itu berarti terluka. Dan mungkin, suatu hari nanti, Luna akan menemukan keberanian itu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI