Sentuhan AI: Saat Algoritma Lebih Memahamiku dari Diriku Sendiri

Dipublikasikan pada: 11 Jul 2025 - 01:00:19 wib
Dibaca: 171 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalisnya. Maya menyesap cairan pahit itu, matanya terpaku pada layar laptop. Kode-kode rumit menari-nari di depan matanya, bagian dari pekerjaannya sebagai pengembang AI untuk "SoulMate," aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan algoritma kompleks. Ironis, pikirnya, menciptakan alat untuk menemukan cinta sementara dirinya sendiri masih berjuang untuk sekadar menemukan teman kencan yang menarik.

SoulMate bukan sekadar aplikasi kencan biasa. Aplikasi ini mengumpulkan data dari berbagai sumber: preferensi musik, kebiasaan membaca, unggahan media sosial, bahkan pola tidur yang dilacak melalui gelang pintar. Kemudian, AI akan menganalisis data tersebut untuk mencocokkan pengguna dengan orang yang paling kompatibel, tidak hanya secara logis tetapi juga secara emosional.

Maya menghabiskan berbulan-bulan untuk menyempurnakan algoritma SoulMate, memastikan akurasi dan etika penggunaannya. Ia ingin menciptakan sesuatu yang benar-benar membantu orang menemukan koneksi yang bermakna, bukan sekadar hubungan kasual yang dangkal. Namun, di balik kesuksesan proyek ini, Maya merasa semakin kesepian.

Suatu malam, setelah sesi pengujian yang panjang, Maya merasa lelah dan frustrasi. Ia membiarkan SoulMate memindai profilnya sendiri, sesuatu yang selama ini dihindarinya. Ia selalu merasa aneh menggunakan ciptaannya sendiri untuk mencari cinta. Tetapi malam ini, ia menyerah pada rasa ingin tahu.

Setelah beberapa menit, layar laptopnya menampilkan sebuah profil. "Arjuna," nama itu tertera di bawah foto seorang pria dengan senyum lembut dan mata yang hangat. Tingkat kecocokan: 98%.

Maya terkejut. 98%? Itu angka yang belum pernah ia lihat sebelumnya, bahkan dalam simulasi yang paling sempurna. Ia membaca profil Arjuna dengan saksama. Ia seorang arsitek lanskap, menyukai musik klasik, dan memiliki hobi mendaki gunung – semuanya adalah hal-hal yang diam-diam Maya sukai tetapi jarang ia bagikan kepada orang lain.

Awalnya, Maya curiga. Apakah ini kesalahan sistem? Apakah algoritma tersebut sengaja memanipulasi data untuk membuatnya merasa lebih baik? Ia memeriksa kode, mencari celah yang mungkin menyebabkan bias. Tetapi ia tidak menemukan apa pun. Algoritma tersebut tampaknya jujur dan objektif.

Dengan ragu-ragu, Maya mengirim pesan kepada Arjuna. "Hai, SoulMate bilang kita cocok. Tertarik untuk ngobrol?"

Balasan datang hampir seketika. "Hai, Maya. Aku juga terkejut melihat tingkat kecocokan kita. Tentu saja, aku tertarik."

Percakapan mereka mengalir dengan mudah. Mereka berbicara tentang buku favorit, pandangan hidup, dan impian masa depan. Maya merasa seperti mengenal Arjuna seumur hidupnya. Ia terkesan dengan kecerdasannya, kebaikannya, dan rasa humornya. Ia juga merasa nyaman untuk membuka diri, menceritakan tentang keraguannya, ketakutannya, dan harapannya.

Setelah beberapa minggu berkomunikasi secara online, Arjuna mengajak Maya bertemu. Maya gugup. Ia takut bahwa pertemuan itu akan merusak ilusi yang telah dibangunnya. Bagaimana jika Arjuna tidak seperti yang ia bayangkan? Bagaimana jika kecocokan mereka hanya ada di dunia maya?

Namun, saat ia melihat Arjuna berdiri di depan kafe, semua keraguannya menghilang. Ia sama persis seperti yang ia bayangkan: ramah, perhatian, dan memiliki aura yang menenangkan. Mereka menghabiskan sore itu berbicara, tertawa, dan berbagi cerita. Maya merasa seperti menemukan bagian yang hilang dari dirinya.

Seiring berjalannya waktu, hubungan Maya dan Arjuna semakin dalam. Mereka saling mendukung dalam karir, berbagi hobi, dan merencanakan masa depan bersama. Maya akhirnya merasakan cinta dan kebahagiaan yang selama ini ia dambakan.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Maya masih dihantui oleh pertanyaan. Apakah cintanya pada Arjuna nyata, atau hanya hasil dari manipulasi algoritma? Apakah ia benar-benar mencintai Arjuna, atau hanya mencintai sosok ideal yang diciptakan oleh SoulMate?

Suatu malam, Maya mengungkapkan kekhawatiran ini kepada Arjuna. "Aku takut," katanya. "Aku takut bahwa semua ini palsu. Aku takut bahwa aku hanya mencintai sosok yang diprediksi oleh algoritma."

Arjuna menatapnya dengan lembut. "Maya," katanya. "Aku tahu bahwa SoulMate yang mempertemukan kita. Tapi cinta kita lebih dari sekadar algoritma. Itu adalah hasil dari pilihan yang kita buat setiap hari. Pilihan untuk saling mencintai, saling mendukung, dan saling memahami."

Ia menggenggam tangan Maya. "Aku mencintaimu, Maya. Bukan karena algoritma mengatakan begitu, tetapi karena kamu adalah kamu. Kamu adalah wanita yang cerdas, kuat, dan penuh kasih sayang. Kamu adalah wanita yang membuatku ingin menjadi pria yang lebih baik."

Mendengar kata-kata Arjuna, Maya merasa lega. Ia menyadari bahwa SoulMate hanyalah alat, sebuah jembatan yang membantunya menemukan cinta. Namun, cinta itu sendiri adalah sesuatu yang nyata, sesuatu yang dibangun bersama, sesuatu yang lebih kuat dari algoritma apa pun.

Maya tersenyum. "Aku juga mencintaimu, Arjuna," katanya. "Bukan karena SoulMate, tetapi karena kamu memahamiku lebih baik daripada siapa pun, bahkan diriku sendiri."

Di bawah bintang-bintang malam itu, Maya merasa bersyukur. Ia bersyukur atas teknologi yang telah membantunya menemukan cinta. Tetapi ia lebih bersyukur atas cinta itu sendiri, cinta yang telah mengubah hidupnya menjadi lebih indah dan bermakna. Ia telah menciptakan SoulMate, tetapi pada akhirnya, cintalah yang menciptakannya kembali.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI