Peretas Hati: Algoritma Cinta yang Terlalu Sempurna

Dipublikasikan pada: 02 Aug 2025 - 02:00:15 wib
Dibaca: 146 kali
Debu neon digital menari di retinanya, memantulkan cahaya dari tiga monitor yang mengelilinginya. Jari-jari Raka, lincah bagai penari balet di atas keyboard mekaniknya, menavigasi baris kode yang rumit. Di usia 25 tahun, Raka adalah seorang peretas etis yang disegani. Ia bekerja untuk perusahaan keamanan siber ternama, memastikan sistem pertahanan perusahaan-perusahaan raksasa tak bisa ditembus oleh para penjahat dunia maya. Namun, malam ini, ia tidak sedang bekerja. Ia sedang menciptakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang jauh lebih personal.

Raka menamai proyek ini “Amora”. Amora adalah algoritma kencan yang dipersonalisasi, bukan sekadar aplikasi pencari jodoh biasa. Ia menggunakan machine learning untuk menganalisis data pengguna secara mendalam: preferensi buku, musik, film, kebiasaan media sosial, bahkan pola tidur dan respons emosional terhadap berbagai stimulus. Tujuannya? Mencari pasangan yang benar-benar kompatibel, bukan hanya berdasarkan kesamaan hobi di permukaan.

Raka sendiri, sejujurnya, adalah seorang introvert yang kesulitan berinteraksi sosial. Ia lebih nyaman dengan baris kode daripada percakapan basa-basi. Ia menciptakan Amora, bukan hanya untuk membantu orang lain menemukan cinta, tapi juga untuk dirinya sendiri.

Berbulan-bulan Raka mencurahkan waktunya untuk Amora. Ia menyempurnakan algoritmanya, menambahkan lapisan kecerdasan emosional, dan memastikan privasi pengguna terlindungi dengan ketat. Akhirnya, Amora siap diluncurkan.

Awalnya, Raka ragu untuk memasukkan profilnya sendiri ke dalam Amora. Rasa canggung menggerogotinya. Tapi kemudian, ia berpikir, inilah saatnya membuktikan keampuhan ciptaannya. Ia mengisi semua detail dengan jujur, tanpa melebih-lebihkan atau menyembunyikan apa pun. Lalu, ia menekan tombol "Cari Cinta".

Beberapa saat kemudian, Amora memberikan hasilnya. Satu nama muncul dengan skor kompatibilitas tertinggi: Anya.

Anya, seorang arsitek lanskap berusia 24 tahun. Profilnya dipenuhi foto-foto taman indah yang ia rancang. Ia menyukai buku-buku sci-fi klasik, mendengarkan jazz di waktu senggang, dan memiliki akun Instagram yang dipenuhi gambar-gambar tanaman dan hewan peliharaannya, seekor kucing bengal bernama Pixel.

Raka terpana. Seolah-olah Amora telah membaca pikirannya dan menciptakan seseorang yang ideal. Ia memberanikan diri mengirim pesan kepada Anya.

Percakapan mereka mengalir dengan lancar, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama. Mereka membahas novel-novel Philip K. Dick, berdebat tentang arsitektur minimalis, dan berbagi cerita tentang hewan peliharaan mereka. Raka merasa nyaman dan terbuka, sesuatu yang jarang ia rasakan sebelumnya.

Setelah beberapa minggu berkencan secara virtual, mereka memutuskan untuk bertemu langsung. Raka gugup bukan main. Ia memeriksa penampilannya berkali-kali, memastikan tidak ada kode yang salah dalam penampilannya.

Ketika Anya muncul di depan matanya, Raka merasa jantungnya berdebar kencang. Ia persis seperti di foto, bahkan lebih cantik. Mereka menghabiskan sore itu berjalan-jalan di taman kota, tertawa dan berbicara tentang segala hal. Raka merasa seperti sedang bermimpi.

Hubungan mereka berkembang pesat. Raka merasa bahagia dan dicintai. Ia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar mengerti dirinya, seseorang yang menerima segala keanehan dan keunikannya. Ia berterima kasih kepada Amora, algoritma cinta yang telah membantunya menemukan kebahagiaan.

Namun, kebahagiaan itu ternyata terlalu sempurna.

Suatu malam, saat mereka sedang makan malam romantis di apartemen Raka, Anya menatapnya dengan tatapan aneh.

"Raka," katanya pelan, "Aku tahu tentang Amora."

Raka terkejut. "Bagaimana… bagaimana kamu tahu?"

Anya menjelaskan bahwa ia telah menemukan jejak kode Amora di server tempat ia bekerja, sebuah perusahaan teknologi yang bekerja sama dengan perusahaan Raka. Ia penasaran dan mulai menelusuri lebih lanjut. Akhirnya, ia menemukan profil Raka di Amora dan menyadari bahwa dirinya adalah salah satu kandidat yang dipilih oleh algoritma tersebut.

Raka merasa malu dan bersalah. Ia merasa seperti telah menipu Anya, meskipun niatnya baik.

"Aku… aku minta maaf," kata Raka dengan suara bergetar. "Aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku hanya ingin menemukan cinta, dan Amora adalah satu-satunya cara yang aku tahu."

Anya terdiam sejenak, lalu berkata, "Jadi, semua yang kita rasakan selama ini… apakah itu nyata, atau hanya hasil dari algoritma?"

Pertanyaan itu menghantam Raka seperti palu godam. Ia tidak tahu jawabannya. Apakah cintanya pada Anya benar-benar tulus, atau hanya program yang berjalan sesuai dengan instruksi? Apakah Anya mencintainya karena dirinya sendiri, atau karena Amora telah memprediksi bahwa mereka akan cocok?

Raka mencoba menjelaskan bahwa perasaannya pada Anya nyata, bahwa Amora hanya alat untuk mempertemukan mereka, bukan untuk menentukan perasaan mereka. Tapi Anya tampak tidak yakin.

"Aku butuh waktu untuk memikirkannya," kata Anya. Ia bangkit dan meninggalkan apartemen Raka, meninggalkan Raka sendirian dengan rasa bersalah dan kebingungannya.

Hari-hari berikutnya terasa seperti siksaan bagi Raka. Ia mencoba menghubungi Anya, tapi ia tidak menjawab telepon atau pesan teksnya. Ia merasa kehilangan dan menyesal. Ia menyadari bahwa menciptakan algoritma cinta yang sempurna ternyata tidak menjamin kebahagiaan. Bahkan, hal itu bisa menghancurkan hubungan yang sebenarnya.

Setelah seminggu berlalu, Anya akhirnya menghubungi Raka. Ia meminta bertemu dengannya di taman tempat mereka pertama kali berkencan.

Raka dengan cemas menunggu Anya. Ketika ia melihatnya, ia merasakan jantungnya berdebar kencang.

"Aku sudah memikirkannya," kata Anya dengan tatapan serius. "Aku memutuskan untuk memberimu kesempatan."

Raka terkejut dan lega. "Benarkah?"

Anya mengangguk. "Aku sadar bahwa meskipun Amora telah mempertemukan kita, perasaan yang kita miliki satu sama lain adalah nyata. Kita saling mencintai, bukan karena algoritma, tapi karena diri kita sendiri."

Raka merasa lega yang luar biasa. Ia memeluk Anya erat-erat.

"Aku berjanji," kata Raka, "Aku akan membuktikan bahwa cintaku padamu tulus, bukan hanya kode program."

Anya tersenyum. "Aku percaya padamu."

Raka tahu bahwa ia masih memiliki banyak hal untuk dipelajari tentang cinta dan hubungan. Ia tahu bahwa algoritma tidak bisa menggantikan perasaan yang tulus dan usaha yang nyata. Tapi ia juga tahu bahwa ia telah menemukan seseorang yang istimewa, seseorang yang bersedia memberinya kesempatan untuk membuktikan cintanya. Dan itu adalah awal yang baik.

Raka memutuskan untuk menonaktifkan Amora. Ia menyadari bahwa cinta tidak bisa diprogram atau diprediksi. Cinta adalah tentang mengambil risiko, membuka diri, dan menerima ketidaksempurnaan. Cinta adalah tentang dua orang yang memilih untuk saling mencintai, terlepas dari segala rintangan dan keraguan. Dan itu, bagi Raka, adalah algoritma cinta yang paling sempurna.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI