Algoritma Jodoh: Saat Hati Terjebak Notifikasi Cinta

Dipublikasikan pada: 27 Jul 2025 - 00:00:17 wib
Dibaca: 176 kali
Jemarinya menari di atas layar sentuh, memilah-milah profil yang terpampang di aplikasi “Soulmate.AI”. Aplikasi kencan berbasis algoritma itu menjanjikan kecocokan sempurna, berdasarkan data preferensi yang dikumpulkan selama bertahun-tahun. Alana, dengan rambut cokelat bergelombang yang selalu diikat asal dan kacamata berbingkai bulat yang membuatnya terlihat cerdas namun sedikit kikuk, mendesah. Sudah enam bulan ia menggunakan aplikasi ini, dan hasilnya nihil.

“Mungkin aku yang terlalu pemilih,” gumamnya pada diri sendiri, sambil menolak profil seorang pria yang deskripsinya terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan. Programmer sukses, penyayang binatang, suka mendaki gunung, dan jago memasak? Terlalu bagus untuk jadi nyata.

Alana sendiri seorang desainer UI/UX di sebuah perusahaan rintisan teknologi. Ia mencintai pekerjaannya, tapi kehidupan sosialnya… yah, bisa dibilang minim. Teman-temannya sudah berpasangan dan sibuk dengan urusan masing-masing. Sementara ia, masih terjebak dalam pusaran algoritma yang tak berujung.

Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. “Kecocokan Potensial: Leo. Tingkat Kecocokan: 98%.” Alana tertegun. 98%? Itu rekor! Ia ragu-ragu sebelum mengklik profil tersebut.

Foto pertama menampilkan seorang pria dengan rambut hitam legam yang sedikit berantakan, mata cokelat yang hangat, dan senyum yang menawan. Di foto-foto selanjutnya, ia terlihat sedang bermain gitar di taman, membaca buku di sebuah kafe, dan tertawa bersama teman-temannya. Deskripsinya singkat, padat, dan menarik. “Leo. Penulis lepas. Pecinta kopi dan obrolan panjang.”

Jantung Alana berdebar kencang. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan profil ini. Ia membaca setiap kata, setiap detail, dengan seksama. Algoritma Soulmate.AI belum pernah memberinya kecocokan yang sedemikian tinggi sebelumnya. Mungkinkah ini dia?

Ia memutuskan untuk mengambil risiko. Dengan jari gemetar, ia mengetuk tombol “Suka”.

Beberapa menit kemudian, notifikasi baru muncul. “Leo menyukaimu kembali!”

Alana tersenyum lebar. Ini bukan hanya notifikasi biasa. Ini adalah sinyal, harapan, sebuah kemungkinan baru. Ia langsung mengirim pesan kepadanya. “Hai Leo. Senang bisa terhubung.”

Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas buku favorit mereka, film yang mereka tonton, dan mimpi-mimpi mereka. Alana merasa seperti mengenal Leo seumur hidup. Ia terpesona oleh kecerdasannya, humornya, dan caranya melihat dunia.

Setelah beberapa hari saling berkirim pesan, mereka memutuskan untuk bertemu. Mereka memilih sebuah kafe kecil di dekat taman kota. Alana gugup bukan main. Ia sudah membayangkan pertemuan ini berulang-ulang di kepalanya.

Ketika Leo akhirnya datang, Alana terpana. Ia persis seperti yang dibayangkannya. Bahkan, lebih menawan. Senyumnya menular, dan matanya memancarkan kebaikan.

Pertemuan pertama mereka berlangsung selama berjam-jam. Mereka berbicara tentang segala hal, dari hal-hal sepele hingga hal-hal yang mendalam. Alana merasa nyaman berada di dekat Leo. Ia merasa bisa menjadi dirinya sendiri.

Seiring berjalannya waktu, Alana dan Leo semakin dekat. Mereka sering bertemu, menghabiskan waktu bersama, dan saling mendukung. Alana merasa seperti menemukan belahan jiwanya. Algoritma Soulmate.AI ternyata benar.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Alana menyimpan sedikit keraguan. Ia merasa bersalah karena mempercayakan urusan hatinya kepada sebuah algoritma. Apakah cintanya pada Leo benar-benar tulus, atau hanya hasil dari perhitungan matematis yang rumit?

Suatu malam, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman, Alana memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. “Leo, aku harus jujur. Aku merasa sedikit aneh tentang bagaimana kita bertemu. Apakah ini semua nyata, atau hanya hasil dari algoritma?”

Leo berhenti dan menatapnya dengan lembut. “Alana, aku mengerti keraguanmu. Tapi dengarkan aku. Algoritma itu mungkin yang mempertemukan kita, tapi itu bukan yang membuatku jatuh cinta padamu. Aku jatuh cinta pada kecerdasanmu, kebaikanmu, dan caramu melihat dunia. Aku jatuh cinta pada dirimu.”

Alana terharu mendengar kata-kata Leo. Ia sadar bahwa ia telah terlalu fokus pada algoritma dan melupakan hal yang paling penting: perasaannya sendiri. Ia mencintai Leo bukan karena angka 98% di aplikasi, tapi karena siapa dia sebagai pribadi.

Ia memeluk Leo erat. “Aku juga mencintaimu, Leo. Lebih dari yang bisa diungkapkan oleh algoritma manapun.”

Mereka terus berkencan, saling mengenal lebih dalam, dan membangun hubungan yang kuat. Alana belajar untuk menerima bahwa teknologi dapat membantu mempertemukan orang, tetapi cinta sejati adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang di luar perhitungan matematis.

Suatu hari, Alana menerima notifikasi dari aplikasi Soulmate.AI. “Fitur Baru: Prediksi Masa Depan Hubungan.” Ia mendengus. Masih saja dengan algoritma ini.

Dengan rasa ingin tahu yang mengalahkan skeptisnya, ia mengklik notifikasi tersebut. Layar menampilkan hasil prediksi: “Kemungkinan pernikahan dalam 2 tahun: 99%.”

Alana tertawa. Ia tahu bahwa prediksi itu hanyalah omong kosong. Tapi, dalam hatinya, ia merasa bahwa algoritma itu mungkin benar. Ia melihat masa depannya bersama Leo, dan itu adalah masa depan yang indah, penuh cinta, dan kebahagiaan. Algoritma boleh saja mempertemukan mereka, tapi hati mereka yang memutuskan untuk tetap bersama. Notifikasi cinta itu, kini bukan lagi sekadar angka, melainkan janji akan masa depan yang mereka bangun bersama.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI