Detak Jantung Digital: Cinta Terlarang di Era Algoritma?

Dipublikasikan pada: 15 Jul 2025 - 02:40:13 wib
Dibaca: 170 kali
Aplikasi kencan itu berdering pelan di pergelangan tangan Anya, notifikasi baru dari "Soulmate AI". Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, bukan karena notifikasi itu, tapi karena siapa yang mengirimkannya: Kai. Algoritma Soulmate AI seharusnya tidak mempertemukan mereka. Kai adalah bagian dari tim pengembang, orang yang bertanggung jawab langsung atas kode yang menentukan kecocokan. Dan Anya… Anya hanyalah seorang analis data yang bertugas menguji akurasi algoritma tersebut.

Mereka bertemu di ruang istirahat, di antara tumpukan cangkir kopi kertas dan aroma roti bakar yang basi. Kai, dengan rambut hitam legam yang selalu berantakan dan senyum yang mampu meluluhkan server terdingin sekalipun, selalu menyapanya dengan sapaan yang terlalu personal untuk sekadar kolega. Anya berusaha menepisnya, menganggapnya sebagai keramahan berlebihan seorang programmer yang kurang interaksi sosial. Tapi, jauh di lubuk hatinya, ia menyukainya.

Soulmate AI menjanjikan cinta sejati berdasarkan analisis data biometrik, riwayat media sosial, dan preferensi yang tak terhitung jumlahnya. Iklannya bertebaran di seluruh kota, menampilkan pasangan bahagia yang bertatapan mesra, semuanya hasil kurasi algoritma yang sempurna. Anya skeptis. Ia percaya cinta adalah sesuatu yang lebih organik, sesuatu yang tidak bisa direduksi menjadi baris kode dan angka statistik.

Ironisnya, ia jatuh cinta pada pencipta algoritma itu sendiri.

Pertemuan pertama mereka di luar kantor terjadi secara tidak sengaja. Anya menghadiri konser musik indie di sebuah bar kecil yang remang-remang. Di antara kerumunan, ia melihat Kai. Ia sedang berdiri sendirian, menikmati musik dengan mata terpejam. Anya mendekat, terdorong oleh keberanian yang tak terduga. Mereka berbicara, tertawa, dan berdansa hingga larut malam. Malam itu, semua keraguan Anya tentang cinta yang dikendalikan algoritma menguap begitu saja.

Notifikasi dari Soulmate AI adalah undangan untuk makan malam. Restoran Italia yang romantis, lengkap dengan lilin dan anggur merah. Anya menelan ludah. Ini adalah wilayah abu-abu yang berbahaya. Jika hubungan mereka terungkap, konsekuensinya bisa serius. Kai bisa kehilangan pekerjaannya, dan Anya… Anya akan dituduh berkompromi dengan integritas data yang seharusnya ia analisis.

"Anya," Kai membuka percakapan dengan nada serius, "aku tahu ini gila. Kita seharusnya tidak ada di sini."

"Aku tahu," jawab Anya, jantungnya berdebar kencang.

"Tapi aku tidak bisa menahannya. Algoritma mungkin tidak seharusnya mempertemukan kita, tapi… aku merasa terhubung denganmu. Secara nyata."

Anya menatap matanya. Ada kejujuran yang terpancar, ketulusan yang membuatnya luluh. "Aku juga, Kai."

Mereka melanjutkan kencan itu, pura-pura tidak tahu apa-apa. Mereka berbicara tentang mimpi, ketakutan, dan harapan mereka. Mereka menemukan kesamaan yang mengejutkan, minat yang saling melengkapi, dan humor yang sejalan. Malam itu, mereka berciuman. Ciuman yang terasa seperti pemberontakan terhadap takdir yang diprogram.

Hubungan mereka berlanjut dalam kerahasiaan. Pertemuan singkat di lorong kantor, pesan-pesan terenkripsi yang saling bertukar di tengah malam, dan kencan rahasia di tempat-tempat yang tidak mungkin mereka temui oleh rekan kerja. Anya merasa seperti sedang memainkan peran ganda. Di satu sisi, ia adalah analis data yang profesional dan berdedikasi. Di sisi lain, ia adalah seorang wanita yang jatuh cinta dengan seorang programmer yang menciptakan algoritma yang seharusnya tidak mempertemukan mereka.

Masalah mulai muncul ketika akurasi Soulmate AI menurun. Pengguna mengeluh tentang pasangan yang tidak cocok, kencan yang membosankan, dan algoritma yang terasa bias. Manajemen mulai curiga. Mereka menekan Kai dan timnya untuk memperbaiki algoritma. Tekanan itu semakin kuat ketika Anya, yang bertanggung jawab untuk menganalisis data, menemukan anomali yang mencurigakan. Algoritma sepertinya secara sistematis menolak pasangan yang terlalu mirip atau terlalu berbeda. Ada semacam batasan yang diprogram untuk mencegah ekstrimitas.

Anya curiga Kai tahu sesuatu.

Suatu malam, Anya menghadapi Kai. "Ada sesuatu yang salah dengan algoritma, Kai. Aku tahu kamu tahu."

Kai menghela napas panjang. "Aku tidak bisa memberitahumu, Anya. Aku sudah bersumpah."

"Kamu bersumpah pada siapa? Perusahaan? Atau pada hatimu sendiri?" tanya Anya, suaranya bergetar.

Kai akhirnya menyerah. Ia menjelaskan bahwa algoritma tersebut memang diprogram untuk menghindari "pasangan yang terlalu sempurna". Alasan di baliknya adalah bahwa pasangan yang terlalu cocok cenderung cepat bosan dan berpisah. Perusahaan percaya bahwa sedikit ketidaksempurnaan dalam hubungan membuat hubungan itu lebih menarik dan bertahan lama.

Anya merasa dikhianati. "Jadi, semua ini bohong? Algoritma itu tidak mencari cinta sejati. Itu hanya mencari hubungan yang 'cukup baik'?"

"Bukan itu maksudku, Anya! Kami hanya mencoba membantu orang menemukan kebahagiaan jangka panjang," bela Kai.

"Dengan memanipulasi perasaan mereka? Dengan membatasi potensi cinta mereka?" Anya tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar.

Malam itu, mereka bertengkar hebat. Anya merasa cintanya pada Kai tercemar oleh kebohongan dan manipulasi. Ia pergi dengan hati hancur.

Keesokan harinya, Anya melaporkan temuannya kepada manajemen. Skandal itu meledak. Saham perusahaan anjlok. Soulmate AI menjadi bahan ejekan di media sosial. Kai dipecat.

Anya merasa bersalah dan menyesal. Ia mencintai Kai, tapi ia tidak bisa memaafkan apa yang ia lakukan.

Beberapa bulan kemudian, Anya menerima email dari Kai. Ia sedang bekerja pada proyek baru, algoritma yang berbeda. Kali ini, algoritma itu tidak mencari cinta. Algoritma itu mencari kebenaran. Ia mengundang Anya untuk membantunya.

Anya ragu-ragu. Ia masih mencintai Kai, tapi ia tidak tahu apakah ia bisa mempercayainya lagi. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertemu dengannya.

Di sebuah kafe kecil yang jauh dari kantor lama mereka, mereka bertemu. Kai terlihat lelah, tapi matanya berbinar dengan semangat baru.

"Aku tahu aku mengecewakanmu, Anya," kata Kai. "Tapi aku janji, aku sudah belajar dari kesalahanku. Kali ini, aku akan melakukan hal yang benar."

Anya menatap matanya. Ia melihat penyesalan yang tulus dan harapan yang baru. Ia tahu bahwa ia tidak bisa melupakan masa lalu, tapi ia bisa memilih untuk melihat masa depan.

"Aku akan membantumu, Kai," kata Anya. "Tapi kali ini, kita harus jujur satu sama lain. Tidak ada rahasia. Tidak ada manipulasi."

Kai tersenyum. "Aku janji."

Mereka mulai bekerja bersama. Hubungan mereka, kali ini, dibangun di atas dasar kepercayaan dan kejujuran. Apakah algoritma baru mereka akan berhasil? Anya tidak tahu. Tapi ia tahu bahwa cintanya pada Kai, meskipun terlarang dan penuh tantangan, adalah sesuatu yang nyata. Sesuatu yang tidak bisa direduksi menjadi baris kode dan angka statistik. Sesuatu yang tidak bisa diprediksi oleh algoritma apa pun. Detak jantung digital mereka, meskipun berasal dari era algoritma, berdetak dengan irama cinta yang abadi.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI