Hati yang Terhubung: Unduh Cinta, Unggah Luka?

Dipublikasikan pada: 06 Jul 2025 - 03:20:11 wib
Dibaca: 192 kali
Aplikasi kencan "SoulMate 5.0" berkedip di layar ponsel Ara. Jari telunjuknya ragu-ragu di atas ikon "Unduh". Sudah tiga bulan sejak perpisahannya dengan Ben, tiga bulan kesepian yang menusuk tulang. Katanya, SoulMate 5.0 ini lebih dari sekadar aplikasi kencan biasa. Algoritmanya konon mampu membaca pola otak, menganalisis emosi, dan mencocokkan penggunanya dengan pasangan yang paling kompatibel secara neurologis. Kedengarannya konyol, tapi Ara lelah dengan kencan buta yang selalu berakhir dengan kekecewaan.

"Baiklah, apa salahnya mencoba?" bisiknya, lalu menekan tombol "Unduh".

Prosesnya cepat. Setelah persetujuan privasi yang panjangnya mengalahkan novel, aplikasi itu meminta izin untuk mengakses gelombang otaknya melalui alat pemindai mini yang terpasang di headset Bluetooth. Ara menurut. Ia memasang headset itu dan menunggu. Sebuah gambar abstrak mulai berputar di layar, diikuti serangkaian pertanyaan tentang preferensi, nilai-nilai, dan trauma masa lalunya. Semua terasa sangat invasif, namun Ara tetap menjawab dengan jujur.

Setelah sesi pemindaian yang terasa seperti terapi instan, aplikasi itu mulai bekerja. Grafik dan angka berkelebatan, menampilkan persentase kecocokan dengan beberapa profil yang direkomendasikan. Ara memindai daftar itu, matanya berhenti pada satu nama: Kai. 97% kecocokan. Fotografer lepas, suka mendaki gunung, dan memiliki selera humor yang sama buruknya dengan Ara. Profilnya terdengar terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan.

Ara mengirim pesan singkat. "Hai, Kai. Aplikasi ini bilang kita ditakdirkan bersama. Menyeramkan sekaligus menarik, ya?"

Balasan datang hampir seketika. "Hai, Ara. Seramnya mungkin karena aplikasi ini benar. Mau membuktikan teorinya sambil ngopi?"

Ara tersenyum. Mungkin ini awal dari sesuatu yang baru.

Kencan pertama dengan Kai berjalan lancar di luar dugaan. Mereka tertawa, bertukar cerita, dan bahkan menyelesaikan teka-teki silang bersama di atas serbet kertas. Kai mendengarkan dengan penuh perhatian saat Ara bercerita tentang kecintaannya pada pemrograman dan kerinduannya pada keindahan alam. Ara terpukau dengan semangat Kai saat menjelaskan teknik fotografi kuno dan mimpinya membuka galeri foto di pedesaan.

Beberapa kencan berikutnya terasa seperti adegan dari film romantis murahan. Mereka mendaki gunung saat matahari terbit, berdansa di bawah bintang-bintang, dan berbagi es krim di taman kota. Ara merasa seolah hidupnya tiba-tiba berwarna kembali. Ben seolah lenyap dari ingatannya, digantikan oleh sosok Kai yang hangat dan penuh perhatian.

Namun, keanehan mulai muncul. Kai seolah tahu apa yang akan Ara pikirkan sebelum ia mengatakannya. Ia menyelesaikan kalimat-kalimatnya, menebak lagu favoritnya, bahkan membawakan kopi dengan rasa yang persis sama seperti yang Ara inginkan, tanpa pernah diberitahu sebelumnya. Awalnya, Ara menganggapnya sebagai kebetulan yang manis, namun lama kelamaan, perasaan itu berubah menjadi kecurigaan.

Suatu malam, saat mereka makan malam di sebuah restoran Italia, Ara memberanikan diri bertanya. "Kai, bagaimana caramu selalu tahu apa yang aku inginkan? Ini sedikit...aneh."

Kai terdiam, raut wajahnya berubah menjadi gugup. "Ara, aku...aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan."

"Jangan berbohong," kata Ara, suaranya meninggi. "Kamu tahu apa yang aku pikirkan, kan? Aplikasi itu, SoulMate 5.0, apa yang sebenarnya dilakukannya?"

Kai menghela napas panjang. "Baiklah, kamu berhak tahu. Aplikasi itu tidak hanya mencocokkan kita berdasarkan gelombang otak. Ia juga...mengunggah sebagian data emosional kita ke profil pasangan kita."

Ara terkejut. "Mengunggah? Maksudmu, kamu bisa membaca pikiranku?"

Kai menggeleng. "Tidak sepenuhnya. Aku bisa merasakan sebagian emosi yang kamu rasakan, terutama yang kuat. Kebahagiaan, kesedihan, ketakutan...aku bisa merasakan semuanya."

Ara merasa dikhianati. Selama ini, ia pikir Kai benar-benar mencintainya, mencintai dirinya apa adanya. Ternyata, cinta itu dibangun di atas data, di atas algoritma. Ia merasa dimanipulasi, dijadikan kelinci percobaan dalam eksperimen cinta digital.

"Aku tidak percaya ini," kata Ara, air mata mulai membasahi pipinya. "Aku pikir kita punya hubungan yang nyata. Tapi ternyata, semuanya palsu."

Kai berusaha meraih tangannya, namun Ara menepisnya. "Jangan sentuh aku. Aku butuh waktu untuk mencerna semua ini."

Ara bangkit dari kursinya dan meninggalkan restoran itu, meninggalkan Kai yang terpaku di tempatnya. Ia merasa hancur, lebih hancur daripada saat berpisah dengan Ben. Setidaknya dengan Ben, ia tahu apa yang ia rasakan itu nyata. Dengan Kai, ia tidak tahu lagi apa yang asli dan apa yang palsu.

Beberapa hari kemudian, Ara menerima pesan dari Kai. "Ara, aku tahu aku melakukan kesalahan. Aku seharusnya memberitahumu sejak awal. Tapi aku takut kamu akan meninggalkanku. Aku benar-benar mencintaimu, Ara. Cinta yang kurasakan ini nyata, bukan hasil algoritma."

Ara membaca pesan itu berulang-ulang. Ia tahu bahwa Kai tulus. Ia bisa merasakan emosinya, meskipun hanya melalui kata-kata di layar ponselnya. Namun, kepercayaan itu sudah hilang. Ia tidak bisa lagi membedakan antara cinta yang diunduh dan cinta yang tumbuh secara alami.

Ara membalas pesan Kai. "Aku butuh waktu, Kai. Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkanmu. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama, meskipun aplikasi itu bilang sebaliknya."

Ara menghapus aplikasi SoulMate 5.0 dari ponselnya. Ia tidak ingin lagi bergantung pada algoritma untuk menemukan cinta. Ia ingin merasakan cinta yang tulus, yang tumbuh dari hati ke hati, bukan dari data ke data. Ia ingin merasakan luka yang nyata, kesedihan yang jujur, dan kebahagiaan yang tidak tercemar oleh manipulasi digital. Ia ingin belajar mencintai dan dicintai dengan cara yang manusiawi, meskipun itu berarti harus melalui proses yang menyakitkan.

Ia tahu, mungkin butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka ini. Tapi Ara percaya, pada akhirnya, ia akan menemukan cinta yang benar-benar terhubung, bukan hanya secara digital, tapi juga secara emosional dan spiritual. Cinta yang tidak perlu diunduh, karena sudah ada di dalam hatinya. Cinta yang tidak perlu diunggah, karena sudah terpancar dengan sendirinya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI