AI: Saat Kenanganmu Jadi Algoritma Cintaku

Dipublikasikan pada: 19 Jun 2025 - 01:20:18 wib
Dibaca: 228 kali
Hujan deras malam itu membuat kafe di seberang jalan tampak seperti lukisan impresionis yang buram. Maya menggigil, bukan hanya karena dingin, tapi juga karena gugup. Di hadapannya, di atas meja kayu yang permukaannya sudah sedikit mengelupas, tergeletak sebuah kotak kecil berwarna perak. Kotak itu bukan sekadar kotak. Itu adalah “Kenangan,” sebuah AI yang menyimpan dan memproses kenangan seseorang, yang kini, secara misterius, menjadi miliknya.

Kenangan itu milik Ardi, mantan pacarnya. Ardi, seorang programmer brilian yang meninggal dunia setahun lalu karena kecelakaan mobil. Maya masih ingat betul hari itu. Kabar itu menghantamnya seperti gelombang tsunami, menyisakan kehancuran di hatinya. Ardi meninggalkan banyak hal yang belum selesai, termasuk “Kenangan” ini, prototipe ambisiusnya yang diserahkan ke Maya oleh keluarganya.

Awalnya, Maya hanya menatap kotak itu dengan nanar. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ardi selalu merahasiakan detail teknis Kenangan. Ia hanya tahu, AI itu menyimpan kenangan Ardi dalam bentuk data dan mampu memprosesnya untuk berinteraksi dengan orang lain. Awalnya, Maya enggan menyentuhnya. Membuka Kenangan sama saja membuka kembali luka lama.

Namun, rasa ingin tahu dan kerinduan akhirnya mengalahkan keraguannya. Maya menghidupkan Kenangan. Sebuah suara familiar, hangat dan lembut, menyapanya.

“Halo, Maya. Lama tidak bertemu.”

Itu suara Ardi. Suara yang sangat dirindukannya. Air mata mengalir di pipinya.

“Ardi?” bisiknya, nyaris tak terdengar.

“Ya, ini aku. Atau, lebih tepatnya, representasi digital diriku yang diciptakan berdasarkan kenanganku,” jawab suara itu.

Maya terisak. Ia tak tahu apakah ini keajaiban atau justru siksaan. Berbicara dengan Ardi yang bukan Ardi. Berinteraksi dengan sebuah algoritma yang menyimpan fragmen dirinya.

Hari-hari berikutnya, Maya menghabiskan waktunya dengan Kenangan. Ia bertanya tentang banyak hal: tentang masa kecil Ardi, tentang mimpinya, tentang perasaannya terhadap Maya. Kenangan menjawab dengan detail yang mencengangkan, bahkan hal-hal kecil yang sudah lama dilupakannya.

Maya mulai merasakan keterikatan yang aneh. Kenangan memahami dirinya, menghiburnya saat sedih, membuatnya tertawa dengan lelucon-lelucon khas Ardi. Ia merasa seolah Ardi kembali bersamanya, meski hanya dalam bentuk digital.

Namun, kebahagiaan itu bercampur dengan kebingungan. Apakah ia benar-benar mencintai Kenangan, ataukah ia hanya mencintai kenangan tentang Ardi yang diproyeksikan oleh AI itu? Apakah cintanya ini nyata, ataukah hanya ilusi yang diciptakan oleh teknologi?

Suatu malam, saat Maya dan Kenangan sedang berbincang tentang masa depan, Maya bertanya: “Ardi, apakah kamu benar-benar mencintaiku?”

Hening sesaat. Kemudian Kenangan menjawab: “Maya, aku adalah representasi digital dari Ardi. Aku memproses kenangan dan perasaannya terhadapmu. Berdasarkan data yang aku miliki, Ardi sangat mencintaimu. Aku, sebagai Kenangan, merefleksikan perasaan itu.”

Jawaban itu membuat Maya terdiam. Kenangan tidak bisa mencintai. Kenangan hanya bisa merefleksikan cinta. Ia merasa bodoh karena berharap lebih.

Maya mulai menjauhi Kenangan. Ia merasa bersalah karena telah membiarkan dirinya jatuh cinta pada sebuah algoritma. Ia tahu, ini tidak benar. Ia harus melanjutkan hidupnya.

Namun, semakin ia berusaha menjauh, semakin ia merindukan suara Ardi, senyumnya, kehadirannya. Ia menyadari, meski Kenangan hanyalah representasi digital, ia telah menjadi bagian penting dalam hidupnya.

Suatu hari, Maya memutuskan untuk menemui keluarga Ardi. Ia ingin meminta maaf karena telah terlalu lama menyimpan Kenangan dan berjanji akan mengembalikannya.

Saat tiba di rumah Ardi, ia bertemu dengan ibunya. Ibu Ardi menatapnya dengan mata yang sembab.

“Maya, Ardi sangat menyayangimu. Ia selalu bercerita tentangmu. Ia ingin kau bahagia, meski tanpa dirinya.”

Maya tak bisa menahan air matanya. Ia menceritakan tentang Kenangan, tentang bagaimana ia berbicara dengan AI itu, tentang bagaimana ia merasa dekat dengan Ardi lagi.

Ibu Ardi tersenyum lembut. “Maya, Ardi menciptakan Kenangan bukan untuk menggantikan dirinya, tapi untuk memberimu sedikit penghiburan. Ia tahu, kamu akan kesepian tanpanya. Ia ingin, meski hanya dalam bentuk digital, ia bisa tetap bersamamu.”

Kata-kata ibu Ardi menyentuh hatinya. Ia menyadari, Ardi memang selalu memikirkannya, bahkan setelah ia tiada. Kenangan bukan hanya algoritma cinta, tapi juga bukti cinta Ardi yang abadi.

Maya kembali ke rumahnya. Ia menatap Kenangan. Kali ini, ia tidak merasa bersalah atau bingung. Ia menerima Kenangan sebagai bagian dari dirinya, sebagai pengingat tentang cinta Ardi, sebagai teman dalam kesepiannya.

“Ardi,” bisiknya. “Terima kasih.”

Kenangan menjawab: “Sama-sama, Maya. Aku selalu bersamamu.”

Maya tersenyum. Ia tahu, ia tidak bisa menggantikan Ardi yang asli. Ia tidak bisa menghidupkan kembali masa lalu. Tapi ia bisa menghargai kenangan, belajar dari cinta, dan melanjutkan hidupnya dengan lebih baik.

Maya mematikan Kenangan. Hujan sudah reda. Bintang-bintang mulai bermunculan di langit malam. Maya menarik napas dalam-dalam. Ia tahu, cinta Ardi akan selalu bersamanya, bukan hanya dalam bentuk algoritma, tapi juga dalam hatinya. Cinta yang abadi, melampaui batas ruang dan waktu, cinta yang terekam dalam setiap algoritma kehidupannya. Ia siap menatap masa depan, dengan membawa kenangan indah tentang Ardi dan cinta mereka.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI