Aplikasi kencan itu berkedip-kedip di layar ponsel Riana, notifikasi berwarna merah menandakan pesan baru. Bukan pesan cinta yang membuatnya tersenyum, melainkan pengumuman tentang pembaruan algoritma. "Upgrade Hati: Tingkatkan Peluangmu Menemukan Cinta Sejati!" begitu bunyinya. Riana mendengus. Cinta sejati? Baginya, aplikasi ini lebih mirip mesin penjual otomatis yang menjual harapan palsu.
Dulu, Riana percaya pada takdir. Pertemuan mata yang tidak disengaja, percakapan panjang hingga larut malam, kupu-kupu yang berterbangan di perut. Namun, setelah tiga puluh tahun dan beberapa patah hati, Riana menyerah pada romansa kuno. Teman-temannya menyuruhnya mencoba aplikasi kencan. "Lebih efisien," kata mereka. "Algoritma bisa mempersempit pilihanmu."
Di awal, Riana merasa aneh. Menilai seseorang berdasarkan profil, foto, dan beberapa baris tentang diri mereka terasa dangkal dan artifisial. Namun, dia tetap mencoba. Ia mengisi profilnya dengan jujur, mengunggah foto-foto terbaiknya, dan dengan hati-hati menelusuri profil pria-pria yang muncul di layarnya.
Setelah beberapa minggu, ia menemukan seseorang yang menarik perhatiannya: Ardi. Profil Ardi dipenuhi foto-foto saat mendaki gunung, membaca buku, dan bermain gitar. Ia menulis tentang kecintaannya pada alam, seni, dan musik. Mereka memiliki banyak kesamaan. Riana memberanikan diri mengirim pesan.
Percakapan mereka mengalir lancar. Mereka membahas buku-buku favorit, film-film yang mereka sukai, dan impian-impian mereka. Ardi pintar, lucu, dan perhatian. Riana mulai merasa harapan itu tumbuh lagi.
Mereka akhirnya memutuskan untuk bertemu. Ardi tampak persis seperti di fotonya, bahkan lebih menawan. Pertemuan pertama mereka berjalan dengan sempurna. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan merasa nyaman satu sama lain. Riana berpikir, "Mungkin ini dia. Mungkin algoritma itu benar."
Beberapa bulan berlalu. Riana dan Ardi semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama setiap akhir pekan, menjelajahi kota, memasak bersama, dan saling mendukung dalam suka dan duka. Riana merasa bahagia, lebih bahagia daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Riana mulai merasakan sesuatu yang aneh. Ardi terlalu sempurna. Seolah-olah ia selalu tahu apa yang ingin Riana dengar, apa yang ingin ia lakukan. Ia selalu setuju dengan pendapat Riana, bahkan ketika Riana tahu bahwa ia seharusnya tidak setuju. Ia selalu berusaha untuk menjadi pria ideal yang Riana inginkan.
Suatu malam, saat mereka sedang makan malam di restoran favorit mereka, Riana memberanikan diri bertanya, "Ardi, apa yang sebenarnya kamu sukai?"
Ardi terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Tentu saja aku menyukai semua hal yang kamu sukai, Riana. Karena kamu adalah wanita yang sempurna untukku."
Riana merasa mual. Kata-kata Ardi terdengar seperti jawaban yang diprogram, bukan ungkapan perasaan yang tulus. Ia merasa seperti sedang berkencan dengan robot, bukan manusia.
"Tidak, Ardi," kata Riana. "Aku ingin tahu apa yang kamu sukai. Bukan apa yang menurutmu aku ingin dengar."
Ardi tampak bingung. Ia mengerutkan kening dan berkata, "Aku... aku tidak mengerti."
Riana menghela napas. Ia meraih ponselnya dan membuka aplikasi kencan. Ia menunjukkan pengumuman tentang pembaruan algoritma kepada Ardi. "Upgrade Hati," kata Riana. "Apakah kamu tahu tentang ini?"
Ardi melihat ke layar ponsel Riana. Ekspresinya berubah menjadi tegang. Ia mengalihkan pandangannya dan berkata, "Itu hanya... pembaruan biasa. Tidak ada yang istimewa."
"Tidak, Ardi," kata Riana. "Aku rasa ada yang istimewa. Aku rasa kamu telah di-upgrade untuk menjadi pria idealku. Aplikasi ini telah mempelajari semua preferensiku, semua hal yang aku cari dalam diri seorang pria, dan kamu telah diprogram untuk memenuhi semua itu."
Ardi membantah. Ia mengatakan bahwa Riana salah, bahwa ia benar-benar mencintainya. Namun, Riana tidak percaya lagi. Ia merasa dikhianati, bukan hanya oleh Ardi, tetapi juga oleh aplikasi itu sendiri.
"Maaf, Ardi," kata Riana. "Aku tidak bisa melakukan ini. Aku tidak bisa berkencan dengan seseorang yang bukan dirinya sendiri."
Riana bangkit dari kursinya dan meninggalkan restoran. Ia berjalan pulang dengan air mata berlinang di pipinya. Ia merasa bodoh karena telah mempercayai algoritma, karena telah berharap pada cinta yang diprogram.
Sesampainya di rumah, Riana menghapus aplikasi kencan dari ponselnya. Ia tidak ingin lagi mencari cinta melalui mesin. Ia ingin menemukan cinta yang sejati, cinta yang tumbuh secara alami, cinta yang tidak diprogram.
Beberapa minggu kemudian, Riana pergi ke sebuah galeri seni. Ia sedang mencari inspirasi untuk proyek barunya. Saat sedang mengagumi sebuah lukisan abstrak, ia mendengar seseorang berdeham di belakangnya.
Ia menoleh dan melihat seorang pria sedang tersenyum padanya. Pria itu tidak tampan seperti Ardi, tetapi ada sesuatu yang menarik tentang dirinya. Ia memiliki mata yang cerah dan senyum yang tulus.
"Saya suka lukisan itu juga," kata pria itu. "Menurut saya, lukisan itu menangkap esensi dari ketidakpastian."
Riana terkejut. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang memiliki pandangan yang sama dengannya. Mereka mulai berbicara tentang seni, tentang kehidupan, tentang impian mereka.
Nama pria itu adalah Leo. Ia adalah seorang pelukis. Ia tidak mencoba untuk menjadi sempurna, ia tidak mencoba untuk memenuhi ekspektasi siapa pun. Ia hanya menjadi dirinya sendiri.
Riana dan Leo menghabiskan sore itu bersama di galeri seni. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan merasa nyaman satu sama lain. Riana merasa seperti menemukan sesuatu yang istimewa, sesuatu yang nyata.
Saat mereka berpisah, Leo berkata, "Saya sangat senang bertemu denganmu, Riana. Mungkin kita bisa bertemu lagi?"
Riana tersenyum. "Saya akan sangat senang," katanya.
Saat Riana berjalan pulang, ia merasa bahagia, lebih bahagia daripada yang pernah ia rasakan saat bersama Ardi. Ia menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram, tidak bisa ditemukan melalui algoritma. Cinta sejati adalah tentang menerima seseorang apa adanya, dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Cinta sejati adalah tentang menjadi diri sendiri dan menemukan seseorang yang mencintai kamu karena dirimu yang sebenarnya. Cinta sejati bukanlah tentang upgrade, melainkan tentang koneksi yang tulus.