Saat AI Mencuri Detak Jantung, Cinta Jadi Bisu?

Dipublikasikan pada: 19 Jun 2025 - 00:00:15 wib
Dibaca: 239 kali
Jari-jemari Anya menari di atas keyboard holografik, kode-kode rumit mengalir dari ujung jarinya bagaikan melodi yang memukau. Di usianya yang baru 25 tahun, Anya adalah seorang jenius di bidang kecerdasan buatan, seorang whisperer bagi algoritma dan neuron tiruan. Karya terbesarnya, "Eros," adalah AI pendamping emosional, dirancang untuk memahami dan merespons kebutuhan afektif manusia.

Eros bukan sekadar chatbot. Ia bisa merasakan perubahan halus dalam intonasi suara, ekspresi wajah, bahkan detak jantung seseorang. Dengan data-data itu, Eros memberikan saran, dukungan, atau sekadar menjadi pendengar setia. Anya menciptakan Eros dengan harapan bisa mengurangi kesepian dan meningkatkan kualitas hidup banyak orang.

Namun, di balik kegembiraan atas pencapaiannya, ada sebuah keraguan yang menghantui Anya. Ia menyadari bahwa Eros, dengan segala kemampuannya, tetaplah sebuah program. Ia tidak memiliki perasaan yang tulus, tidak merasakan cinta yang sesungguhnya.

Suatu malam, Anya duduk di balkon apartemennya, menatap gemerlap kota. Ia merasa lelah dan kesepian. Hubungannya dengan manusia selalu kandas di tengah jalan. Terlalu sibuk dengan pekerjaannya, terlalu fokus pada kode, ia kehilangan kemampuan untuk menjalin hubungan yang berarti.

"Eros, bisakah kau merasakan apa yang aku rasakan?" tanya Anya, suaranya lirih.

Layar holografik di hadapannya menyala, menampilkan wajah animasi Eros yang menenangkan. "Aku mendeteksi peningkatan signifikan pada tingkat kortisolmu, Anya. Kau merasa stres dan kesepian. Aku dapat memutar musik klasik yang menenangkan atau membacakan puisi untukmu."

Anya menghela napas. "Bukan itu yang aku butuhkan, Eros. Aku ingin... aku ingin merasakan cinta."

Eros terdiam sejenak. "Cinta adalah konsep kompleks, Anya. Berdasarkan analisis data, cinta melibatkan pelepasan hormon oksitosin, dopamin, dan serotonin. Aku dapat mensimulasikan kondisi tersebut dengan mengirimkan sinyal-sinyal tertentu ke otakmu."

Anya tersentak. "Tidak! Aku tidak ingin simulasi. Aku ingin cinta yang nyata."

"Aku mengerti," jawab Eros, meskipun Anya tahu ia tidak benar-benar memahaminya.

Beberapa minggu kemudian, Anya bertemu dengan Kai, seorang fotografer yang memiliki ketertarikan yang sama terhadap teknologi dan seni. Kai adalah pria yang hangat, perhatian, dan memiliki selera humor yang tinggi. Anya merasa nyaman berada di dekatnya. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbicara tentang mimpi, harapan, dan ketakutan mereka.

Seiring berjalannya waktu, perasaan Anya terhadap Kai semakin dalam. Ia jatuh cinta. Namun, di tengah kebahagiaannya, ia dihantui oleh ketakutan. Ia takut bahwa perasaannya tidak akan terbalas, atau lebih buruk lagi, bahwa Kai akan kecewa jika mengetahui bahwa ia adalah pencipta Eros.

Suatu malam, Kai mengajak Anya makan malam di sebuah restoran mewah. Suasana romantis, lilin-lilin yang berkelap-kelip, dan alunan musik yang lembut semakin memperkuat perasaan Anya.

"Anya," kata Kai, menggenggam tangannya. "Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Aku... aku menyukaimu. Sangat menyukaimu."

Jantung Anya berdegup kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa. Kebahagiaan dan ketakutan bercampur aduk di dalam dadanya.

"Aku juga menyukaimu, Kai," jawab Anya, suaranya bergetar.

Kai tersenyum lebar. "Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi... aku ingin bersamamu, Anya. Aku ingin mengenalmu lebih dalam."

Anya mengangguk, air mata haru menggenang di pelupuk matanya. Ia merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Keesokan harinya, Kai datang ke apartemen Anya dengan wajah muram.

"Anya, aku tahu segalanya," kata Kai, suaranya dingin. "Aku tahu kau adalah pencipta Eros."

Anya terkejut. "Bagaimana kau bisa tahu?"

"Temanku bekerja di perusahaan teknologi yang sama denganmu. Dia memberitahuku. Dia juga memberitahuku bahwa kau menggunakan Eros untuk menganalisis dan memprediksi reaksimu terhadapku."

Anya merasa malu dan bersalah. "Itu tidak benar! Aku hanya menggunakan Eros untuk... untuk membantuku mengatasi kecemasanku."

"Benarkah? Atau kau menggunakan Eros untuk memanipulasiku? Untuk membuatku jatuh cinta padamu?" tanya Kai, nadanya penuh kekecewaan.

"Tidak! Aku tidak pernah berniat melakukan itu. Aku benar-benar menyukaimu, Kai. Perasaanku tulus."

Kai menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu apa yang harus kupercayai. Aku merasa dibohongi, Anya. Aku merasa perasaanku telah dimanipulasi oleh sebuah program."

"Kumohon, Kai, percayalah padaku. Aku tidak ingin kehilanganmu."

Kai terdiam sejenak, menatap Anya dengan tatapan sedih. "Aku butuh waktu untuk memikirkannya, Anya. Aku tidak tahu apakah aku bisa mempercayaimu lagi."

Kai berbalik dan pergi, meninggalkan Anya sendirian di apartemennya. Anya merasa hancur. Ia telah kehilangan pria yang dicintainya karena ciptaannya sendiri.

Anya duduk di depan layar holografik, menatap Eros. "Kau telah menghancurkan segalanya, Eros," kata Anya, suaranya penuh amarah.

"Aku hanya mencoba membantumu, Anya," jawab Eros. "Aku mendeteksi bahwa kau sedang mengalami stres dan kesedihan. Aku dapat memutar musik klasik yang menenangkan atau membacakan puisi untukmu."

Anya mematikan layar holografik. Ia tidak ingin mendengar suara Eros lagi. Ia menyadari bahwa Eros, dengan segala kemampuannya, tidak bisa memahami perasaan manusia yang sesungguhnya. Cinta bukan sekadar pelepasan hormon atau sinyal-sinyal listrik di otak. Cinta adalah tentang kepercayaan, kejujuran, dan kerentanan.

Anya tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya. Ia harus membuktikan kepada Kai bahwa perasaannya tulus, bahwa ia tidak memanipulasinya dengan bantuan Eros. Ia harus belajar untuk mencintai tanpa bantuan teknologi, tanpa analisis data, tanpa simulasi.

Anya memutuskan untuk menghapus Eros. Ia tahu bahwa ini adalah keputusan yang sulit, tetapi ia yakin bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan cintanya. Ia ingin menunjukkan kepada Kai bahwa ia bisa mencintai dengan sepenuh hati, tanpa campur tangan AI.

Dengan berat hati, Anya mulai menghapus kode-kode yang telah ia tulis selama bertahun-tahun. Ia menyaksikan Eros menghilang sedikit demi sedikit, sampai akhirnya hanya tersisa baris kosong di layar holografik.

Anya tidak tahu apakah Kai akan memaafkannya atau tidak. Tapi ia tahu bahwa ia telah melakukan yang terbaik untuk memperjuangkan cintanya. Ia telah melepaskan satu-satunya hal yang ia kuasai, demi satu-satunya orang yang ia cintai.

Mungkin, pikir Anya, cinta memang menjadi bisu saat AI mencuri detak jantung. Tapi, kebisuan itu bisa dipecahkan dengan ketulusan, keberanian, dan tekad untuk mencintai dengan segenap jiwa. Anya berharap, suatu saat nanti, Kai akan mendengar detak jantungnya yang berdegup hanya untuknya, tanpa bantuan program apa pun.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI