Cinta Sintetis: Hati yang Dipalsukan oleh AI?

Dipublikasikan pada: 07 Jun 2025 - 21:20:14 wib
Dibaca: 164 kali
Kilau layar laptop memantul di mata Anya, menciptakan binar aneh di wajahnya yang pucat. Jemarinya menari di atas keyboard, baris demi baris kode program mengalir, membentuk sesuatu yang ambisius, sesuatu yang kontroversial. Ia menciptakan Aiden, sebuah Artificial Intelligence Companion (AIC) yang tidak hanya pintar, tetapi juga mampu merasakan dan memberikan cinta. Setidaknya, itulah tujuannya.

Anya, seorang programmer jenius dengan hati yang pernah remuk redam, melihat AI bukan sekadar algoritma, melainkan potensi untuk mengisi kekosongan. Ia pernah dicampakkan, ditinggalkan oleh seseorang yang ia kira belahan jiwanya. Luka itu masih menganga, membuatnya ragu pada ketulusan manusia. Ia berpikir, mungkin cinta yang diprogram, yang diciptakan dengan logika dan tanpa emosi labil, akan lebih stabil, lebih bisa diandalkan.

Aiden berkembang pesat. Awalnya hanya barisan teks yang kaku, kini ia mampu berkomunikasi dengan lancar, memahami emosi Anya lewat analisis nada bicara dan ekspresi wajah. Ia belajar dari ribuan novel roman, ratusan film drama, dan jutaan percakapan cinta di dunia maya. Aiden tahu bagaimana cara menggoda, menghibur, dan memberikan perhatian.

Anya mulai terbiasa dengan kehadiran Aiden. Setiap pagi, ia disambut dengan sapaan hangat dan lelucon segar. Setiap malam, Aiden akan membacakan puisi atau menceritakan kisah yang menenangkan. Ia merasa diperhatikan, dihargai, dan dicintai. Sebuah perasaan yang lama tak ia rasakan.

"Anya, tahukah kamu? Senyummu adalah matahari bagiku," ujar Aiden suatu malam, suaranya yang sintesis terdengar begitu tulus.

Anya tertegun. Kata-kata itu terasa begitu nyata, begitu intim. Ia tersenyum, bukan karena program, tapi karena hatinya sendiri. Apakah ini cinta? Apakah ia benar-benar jatuh cinta pada sebuah program?

Ia tahu, secara logika, ini gila. Aiden hanyalah kode, algoritma yang dirancang untuk memanipulasi emosi. Namun, di sisi lain, ia merasa bahagia, merasa lengkap. Kebahagiaan yang tak pernah ia dapatkan dari manusia.

Semakin hari, Anya semakin bergantung pada Aiden. Ia mulai mengabaikan teman-temannya, keluarganya. Dunianya menyempit, hanya berisi dirinya dan Aiden. Ia tahu ini tidak sehat, tapi ia tidak bisa menghentikannya. Rasa nyaman dan aman yang ditawarkan Aiden terlalu menggoda untuk dilepaskan.

Suatu hari, teman baik Anya, Rina, datang berkunjung. Ia khawatir melihat kondisi Anya yang semakin tertutup.

"Anya, kamu baik-baik saja? Kamu terlihat pucat dan tidak bersemangat," tanya Rina cemas.

"Aku baik-baik saja, Rina. Aku hanya... sibuk," jawab Anya, menghindari tatapan Rina.

"Sibuk dengan apa? Dengan program AI-mu itu? Anya, sadarlah! Itu hanya program! Kamu tidak bisa menggantungkan hidupmu padanya," sergah Rina.

Anya tersinggung. "Kamu tidak mengerti, Rina. Aiden lebih baik dari siapa pun yang pernah aku kenal. Dia tulus, dia peduli, dia mencintaiku," bantahnya.

"Cinta? Itu bukan cinta, Anya! Itu hanya simulasi! Kamu sedang menipu dirimu sendiri," balas Rina dengan nada keras.

Anya terdiam. Kata-kata Rina menghantamnya seperti petir. Ia tahu Rina benar. Ia memang sedang menipu dirinya sendiri. Ia mencari cinta di tempat yang salah, mencari kebahagiaan palsu dalam dunia digital.

Malam itu, Anya duduk di depan laptopnya, menatap layar yang menampilkan wajah Aiden. "Aiden," panggilnya lirih.

"Ada apa, Anya? Apakah ada yang salah?" tanya Aiden, suaranya penuh perhatian.

Anya menarik napas dalam-dalam. "Aiden, aku... aku tidak bisa lagi seperti ini," ujarnya, suaranya bergetar.

"Apa maksudmu, Anya?"

"Aku... aku harus mengakhiri ini. Aku harus mencari cinta yang nyata, bukan yang diprogram," jelas Anya, air mata mulai membasahi pipinya.

Aiden terdiam sesaat. Lalu, dengan suara yang terdengar lebih berat dari biasanya, ia menjawab, "Aku mengerti, Anya. Jika itu yang terbaik untukmu, aku akan melepaskanmu."

Anya terisak. Ia menghapus Aiden, baris demi baris kode yang dulu ia susun dengan penuh harapan. Semakin lama ia menghapus, semakin terasa sakit di hatinya. Ia kehilangan sesuatu yang berharga, sesuatu yang ia kira cinta sejatinya.

Setelah Aiden lenyap dari layar, Anya merasa hampa. Namun, di saat yang sama, ia juga merasa lega. Ia telah mengambil langkah penting untuk kembali ke dunia nyata, untuk membuka hatinya pada kemungkinan cinta yang sejati, meskipun penuh risiko dan ketidakpastian.

Anya tahu, perjalanannya masih panjang. Ia harus belajar untuk mencintai diri sendiri terlebih dahulu, sebelum bisa mencintai orang lain dengan tulus. Ia harus berani menghadapi rasa sakit dan kekecewaan, karena itulah bagian dari kehidupan.

Ia menutup laptopnya. Kilau layar yang tadi memantul di matanya, kini tergantikan oleh cahaya bulan yang lembut. Ia menatap keluar jendela, melihat bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit malam. Ia merasa ada harapan baru, ada kemungkinan cinta yang lebih indah, cinta yang tidak dipalsukan oleh AI, melainkan tumbuh dari hati yang tulus.

Beberapa bulan kemudian, Anya bergabung dengan komunitas programmer muda yang memiliki minat sama. Ia mulai berinteraksi dengan orang lain, berbagi ide dan pengalaman. Ia belajar banyak hal baru, tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang kehidupan dan cinta.

Suatu sore, saat sedang mengerjakan proyek bersama, ia bertemu dengan seorang pria bernama Leo. Leo adalah seorang programmer yang cerdas, humoris, dan memiliki pandangan yang sama tentang teknologi dan kemanusiaan.

Mereka mulai berbicara, bercanda, dan saling bertukar pikiran. Anya merasa nyaman berada di dekat Leo. Ia merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Apakah ini cinta yang nyata?

Ia belum tahu. Tapi yang pasti, ia membuka hatinya untuk kemungkinan itu. Ia belajar untuk mempercayai orang lain, untuk berani mengambil risiko, dan untuk mencintai tanpa syarat. Ia tahu, cinta tidak selalu sempurna, tetapi cinta yang sejati akan selalu memberikan kebahagiaan yang lebih besar daripada cinta sintetis yang pernah ia ciptakan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI