Kode Hati: Mencari Cinta di Balik Firewall

Dipublikasikan pada: 05 Aug 2025 - 03:20:16 wib
Dibaca: 157 kali
Debora menggigit bibirnya, menatap barisan kode yang memenuhi layar laptopnya. Bukan, ini bukan kode program yang membuatnya pusing. Ini kode – atau lebih tepatnya, serangkaian algoritma rumit – yang ia susun untuk aplikasi kencan daring buatannya, "Soulmate Finder". Sebuah ironi yang menggelikan, pikirnya. Ia, seorang programmer handal yang mampu menciptakan mesin pencari jodoh, justru kesulitan menemukan tambatan hatinya sendiri.

Di kantor, Debora dikenal sebagai "Ratu Firewall". Keahliannya dalam mengamankan data dan menangkal serangan siber tak tertandingi. Namun di luar dunia digital, ia bagaikan seorang pemula yang kikuk. Terlalu fokus pada logika dan ketepatan, Debora sering kali kehilangan sentuhan emosi dan intuisi yang penting dalam menjalin hubungan.

Malam ini, ia sedang menguji coba fitur terbaru Soulmate Finder: "Deep Dive Compatibility". Fitur ini menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis kepribadian pengguna secara mendalam, bukan hanya berdasarkan hobi dan preferensi umum, tapi juga nilai-nilai, mimpi, dan bahkan ketakutan tersembunyi.

"Semoga fitur ini bisa membantu orang lain menemukan cinta sejati," gumamnya sambil menekan tombol "Run". Algoritma berputar, menganalisis jutaan data profil pengguna yang terdaftar. Tiba-tiba, sebuah profil muncul di layar dengan persentase kecocokan yang luar biasa: 98,7%.

Debora terkejut. Selama ini, ia selalu menganggap Soulmate Finder hanyalah sebuah aplikasi yang canggih, bukan mesin peramal cinta. Ia mengklik profil tersebut. Foto seorang pria tersenyum ramah menyambutnya. Namanya, Ardi. Pekerjaannya, seorang arsitek lanskap. Hobi, mendaki gunung dan membaca puisi. Deskripsi diri, "Mencari seseorang untuk berbagi senja dan kopi pagi."

Debora membaca profil Ardi dengan seksama. Semakin ia membaca, semakin ia merasa ada sesuatu yang aneh. Seolah-olah Ardi adalah versi pria dari dirinya sendiri. Mereka memiliki minat yang sama, cita-cita yang serupa, bahkan ketakutan yang hampir identik.

"Terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan," bisik Debora, perasaan curiga mulai merayap dalam hatinya. Ia mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Ardi di media sosial. Hasilnya nihil. Tidak ada jejak digital Ardi selain profilnya di Soulmate Finder.

Kecurigaan Debora semakin menjadi-jadi. Mungkinkah Ardi adalah profil palsu? Mungkinkah seseorang sedang mencoba menjebaknya? Sebagai seorang ahli keamanan siber, ia tidak bisa menelan mentah-mentah kecocokan yang sempurna ini.

Dengan tekad bulat, Debora mulai melacak alamat IP Ardi. Ia menggunakan semua keahliannya untuk menembus lapisan demi lapisan enkripsi dan firewall. Setelah berjam-jam bekerja keras, akhirnya ia berhasil. Alamat IP Ardi mengarah ke… server kantornya sendiri.

Debora terkejut bukan main. Artinya, Ardi adalah seseorang yang bekerja di perusahaan yang sama dengannya. Tapi siapa? Mengapa seseorang membuat profil palsu untuk mendekatinya?

Keesokan harinya, Debora datang ke kantor dengan perasaan campur aduk. Ia merasa penasaran, marah, dan sedikit… tersanjung. Ia memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut. Ia mulai memperhatikan rekan-rekan kerjanya, mencari petunjuk yang mengarah pada Ardi.

Ia memperhatikan Anton, si marketing yang selalu berusaha mendekatinya dengan rayuan gombal. Ia mencurigai Budi, si akuntan yang pendiam namun seringkali menatapnya dengan tatapan aneh. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang terasa cocok dengan deskripsi Ardi.

Hingga suatu sore, saat ia sedang bekerja lembur, seseorang mengetuk pintunya. "Debora, bisa bicara sebentar?"

Debora mendongak. Di ambang pintu berdiri Reno, si teknisi jaringan yang selama ini hanya ia anggap sebagai teman kerja biasa. Reno tampak gugup, wajahnya memerah.

"Ada apa, Reno?" tanya Debora, sedikit bingung.

Reno menarik napas dalam-dalam. "Aku… aku yang membuat profil Ardi di Soulmate Finder."

Debora terkejut. "Kamu? Tapi… kenapa?"

Reno menjelaskan dengan terbata-bata. Ia mengaku sudah lama mengagumi Debora, tapi ia terlalu malu dan minder untuk mengungkapkan perasaannya secara langsung. Ia tahu Debora adalah seorang ahli teknologi, jadi ia berpikir cara terbaik untuk mendekatinya adalah dengan membuat profil yang sesuai dengan kriterianya.

"Aku tahu ini bodoh dan kekanak-kanakan," kata Reno, menundukkan kepalanya. "Aku tidak bermaksud menipumu. Aku hanya ingin… mengenalmu lebih dekat."

Debora terdiam. Ia mencoba mencerna semua informasi yang baru saja ia dengar. Ia merasa marah karena Reno telah memanipulasinya, tapi di sisi lain, ia juga merasa tersentuh dengan pengakuan jujur Reno.

"Kamu tahu, Reno," kata Debora akhirnya. "Ini adalah cara teraneh dan paling rumit yang pernah aku lihat untuk menyatakan cinta. Tapi… aku menghargai kejujuranmu."

Reno mengangkat kepalanya, menatap Debora dengan tatapan penuh harap. "Jadi… apa ini berarti ada harapan?"

Debora tersenyum tipis. "Mungkin saja. Tapi sebelum itu, ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan. Pertama, tentang etika dalam menggunakan aplikasi kencan daring. Kedua, tentang bahaya membuat profil palsu. Dan yang ketiga, tentang…" Debora berhenti sejenak, menatap Reno dengan tatapan menggoda. "…tentang bagaimana cara yang benar untuk merayu seorang Ratu Firewall."

Reno tersenyum lebar. "Aku siap belajar, Debora. Aku siap belajar apa pun untuk bisa bersamamu."

Debora tertawa. "Baiklah. Mari kita mulai dengan menghapus profil Ardi. Dan setelah itu, mari kita pergi minum kopi. Aku ingin mendengar lebih banyak tentang arsitektur lanskap dan puisi yang kamu sukai."

Reno mengangguk penuh semangat. Bersama-sama, mereka menutup laptop Debora. Di luar, senja mulai mewarnai langit dengan gradasi oranye dan ungu. Debora dan Reno berjalan keluar dari kantor, menuju sebuah kedai kopi di dekat taman. Mungkin saja, di balik firewall yang selama ini memisahkan mereka, benih-benih cinta sejati mulai bertumbuh. Mungkin saja, cinta sejati memang bisa ditemukan di tempat yang paling tidak terduga.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI