Kode Hati: Algoritma Asmara, Sentuhan yang Hilang?

Dipublikasikan pada: 02 Jun 2025 - 00:12:13 wib
Dibaca: 162 kali
Jari-jarinya menari di atas keyboard, menciptakan baris demi baris kode yang rumit. Cahaya biru dari layar laptop memantul di wajah Anya, menerangi ekspresi seriusnya. Di balik kacamata bingkai tebal, matanya fokus, seolah menembus labirin algoritma yang sedang ia rancang. "Selesai!" serunya pelan, meregangkan otot-ototnya yang kaku. Aplikasi kencan berbasis kecerdasan buatan yang ia beri nama 'SoulmateAI' akhirnya rampung.

Anya adalah seorang programmer jenius, tapi dalam urusan hati, ia merasa seperti seorang pemula. Ia percaya bahwa logika dan algoritma dapat memecahkan teka-teki kompleksitas manusia, termasuk menemukan cinta. SoulmateAI bukan sekadar aplikasi kencan biasa. Aplikasi ini menggunakan algoritma yang canggih untuk menganalisis data kepribadian, minat, nilai-nilai, bahkan pola komunikasi, untuk mencocokkan penggunanya dengan pasangan yang paling kompatibel.

"Mungkin ini cara untukku menemukan seseorang," gumam Anya, sedikit skeptis namun penuh harap. Ia sendiri menjadi pengguna pertama SoulmateAI. Ia memasukkan semua informasi tentang dirinya, dengan jujur dan detail. Ia ingin melihat apakah algoritma buatannya benar-benar bisa membantunya.

Beberapa hari kemudian, SoulmateAI memberikan rekomendasi: seorang pria bernama Damar. Profil Damar menarik perhatian Anya. Ia seorang arsitek, memiliki minat yang sama dalam seni dan teknologi, serta cita-cita untuk menciptakan ruang hidup yang berkelanjutan. Algoritma itu menekankan kesamaan nilai-nilai mereka tentang keluarga, kebebasan berekspresi, dan pentingnya kontribusi sosial.

Anya memberanikan diri mengirim pesan ke Damar. Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas arsitektur futuristik, algoritma genetika, dan filosofi eksistensialisme. Anya terkesan dengan kecerdasan Damar dan caranya berpikir. Damar pun tertarik dengan pemikiran Anya yang analitis dan pandangannya yang unik tentang dunia.

Mereka memutuskan untuk bertemu. Anya gugup, sesuatu yang jarang ia rasakan. Ia memilih sebuah kafe yang nyaman dengan dekorasi minimalis. Ketika Damar tiba, jantung Anya berdebar lebih kencang. Ia lebih tampan dari foto profilnya.

Pertemuan pertama mereka berlangsung dengan menyenangkan. Mereka tertawa, berdebat dengan seru, dan menemukan lebih banyak kesamaan di antara mereka. Damar menceritakan tentang proyek arsitekturnya yang terbaru, sebuah kompleks perumahan yang dirancang untuk meminimalkan dampak lingkungan. Anya menjelaskan tentang SoulmateAI dan harapannya untuk membantu orang menemukan koneksi yang bermakna.

Hari demi hari berlalu. Anya dan Damar menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota, mengunjungi museum, dan menikmati makan malam romantis. Anya merasa jatuh cinta. Ia merasa bahwa SoulmateAI telah membantunya menemukan belahan jiwanya.

Namun, semakin lama Anya mengenal Damar, semakin ia merasakan sesuatu yang hilang. Semua percakapan mereka terasa terlalu terstruktur, terlalu logis, terlalu…terencana. Mereka berbicara tentang perasaan mereka dengan jujur, namun semua itu terasa seperti hasil analisis data, bukan gejolak emosi yang spontan. Sentuhan Damar lembut dan penuh perhatian, tapi tidak membangkitkan getaran aneh yang ia baca di novel-novel romantis.

Suatu malam, ketika mereka sedang berjalan-jalan di taman, Anya memberanikan diri untuk bertanya. "Damar, apakah kamu benar-benar merasakan apa yang kamu rasakan, ataukah kamu hanya mengikuti algoritma?"

Damar terdiam. Ia menatap Anya dengan ekspresi bingung. "Apa maksudmu, Anya? Tentu saja aku merasakan apa yang aku rasakan. Aku menyukaimu, aku menikmati waktu bersamamu, dan aku merasa kita memiliki masa depan yang cerah."

"Tapi…apakah itu semua karena kita kompatibel secara algoritmik? Apakah kita hanya cocok karena data kita sesuai?"

Damar menggenggam tangan Anya dengan erat. "Anya, aku tidak percaya bahwa cinta bisa direduksi menjadi sekadar algoritma. SoulmateAI mungkin membantu kita menemukan satu sama lain, tapi perasaan yang tumbuh di antara kita nyata. Ini bukan hanya tentang data, ini tentang koneksi yang kita bangun, tentang bagaimana kita saling mendukung dan menginspirasi."

Anya terdiam. Kata-kata Damar terdengar meyakinkan, tapi keraguannya masih ada. Ia merasa seperti sedang hidup dalam simulasi, di mana setiap langkah dan setiap perasaan telah diprediksi dan dianalisis sebelumnya.

Suatu hari, Anya menerima pesan dari seorang pengguna SoulmateAI yang lain. Pengguna itu mengeluh bahwa aplikasi tersebut merekomendasikan pasangan yang sempurna secara algoritmik, tetapi tidak ada percikan api di antara mereka. Pengguna itu merasa bahwa aplikasi tersebut telah menghilangkan unsur kejutan dan ketidakpastian yang membuat cinta menjadi indah.

Anya merenungkan keluhan itu. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu fokus pada logika dan algoritma, sehingga ia melupakan aspek yang paling penting dari cinta: spontanitas, ketidaksempurnaan, dan kejutan. Cinta bukan hanya tentang menemukan seseorang yang kompatibel secara algoritmik, tetapi tentang membangun koneksi yang mendalam dan bermakna, yang didasarkan pada kepercayaan, rasa hormat, dan penerimaan.

Anya memutuskan untuk mengubah algoritma SoulmateAI. Ia menambahkan faktor-faktor yang lebih subjektif, seperti selera humor, kemampuan untuk berempati, dan keberanian untuk mengambil risiko. Ia juga mengurangi bobot data kepribadian dan minat, dan meningkatkan bobot interaksi spontan dan reaksi emosional.

Ia juga berbicara dengan Damar. Ia mengakui keraguannya dan ketakutannya. Ia mengatakan bahwa ia ingin membangun hubungan yang lebih otentik dan spontan, yang tidak didikte oleh algoritma.

Damar mendengarkan Anya dengan sabar. Ia mengakui bahwa ia juga merasakan hal yang sama. Ia mengatakan bahwa ia telah terlalu berhati-hati dan terstruktur, karena ia takut melakukan kesalahan.

Mereka berdua memutuskan untuk melepaskan kendali dan membiarkan cinta mereka mengalir secara alami. Mereka mulai melakukan hal-hal yang spontan dan tidak terencana. Mereka mencoba makanan baru yang aneh, menari di tengah hujan, dan berbicara tentang mimpi-mimpi gila mereka.

Anya menyadari bahwa cinta bukan tentang menemukan pasangan yang sempurna secara algoritmik, tetapi tentang menerima ketidaksempurnaan satu sama lain dan membangun hubungan yang unik dan bermakna. Ia menyadari bahwa sentuhan yang hilang bukan sentuhan fisik, tetapi sentuhan emosional yang autentik, yang didasarkan pada kejujuran, kerentanan, dan kepercayaan.

Mungkin, pikir Anya, algoritma bisa membantu kita menemukan jalan menuju cinta, tetapi hati kita yang akan menuntun kita sampai tujuan. Dan terkadang, ketidaksempurnaan adalah bumbu yang membuat cinta terasa lebih manis.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI