Rumus Cinta 40: Algoritma Hati yang Hilang?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 22:36:13 wib
Dibaca: 169 kali
Debu neon berpendar di balik kacamatanya yang besar. Elara, dengan rambut ungu yang diikat asal, mengetik baris demi baris kode. Jari-jarinya menari di atas keyboard mekanik, menghasilkan bunyi klik-klak yang menenangkan, atau mungkin hanya menenangkan baginya. Layar komputernya memancarkan cahaya biru yang memantul di wajahnya, menerangi lingkaran hitam di bawah matanya. Sudah tiga hari, tiga malam, tanpa tidur nyenyak.

Ia sedang mengejar algoritma. Bukan sembarang algoritma, tapi algoritma yang menurutnya bisa memecahkan teka-teki cinta. Rumus Cinta 40, begitu ia menyebutnya. Angka 40 adalah persentase keberhasilan yang ia targetkan. Di atas itu, berarti sempurna. Di bawahnya, masih perlu di-debug.

Elara, seorang programmer jenius yang lebih nyaman berinteraksi dengan baris kode daripada manusia, selalu kesulitan memahami dinamika percintaan. Bagi orang lain, cinta mungkin adalah perasaan yang hadir secara alami. Bagi Elara, itu adalah bug yang harus dipecahkan. Ia mengumpulkan data: preferensi makanan, hobi, kebiasaan, bahkan jenis musik favorit. Semua itu dimasukkan ke dalam algoritma buatannya, berharap bisa menemukan pasangan yang "kompatibel" dengannya.

"Bodoh," gumamnya pada diri sendiri, sambil menghapus barisan kode yang baru saja ia tulis. "Algoritma ini terlalu kaku. Cinta bukan cuma soal angka."

Ia teringat pada Aris, teman sekantornya yang selalu ceria. Aris, dengan senyumnya yang menular dan seleranya yang aneh dalam berpakaian, adalah kebalikan total dari dirinya. Namun, Aris selalu berhasil membuatnya tertawa, bahkan di hari-hari terburuknya. Aris juga satu-satunya orang yang sabar mendengarkan ocehannya tentang coding, meskipun ia yakin Aris tidak mengerti satu pun.

Ia mencoba membayangkan Aris masuk ke dalam algoritmanya. Hasilnya? Kompatibilitas nol persen. Sebuah absurditas.

"Mungkin... mungkin aku harus mengubah cara pandangku," bisiknya.

Elara mulai memikirkan ulang Rumus Cinta 40. Ia menghapus beberapa parameter yang dianggapnya terlalu materialistis, seperti gaji dan jabatan. Ia menambahkan parameter baru: kemampuan berempati, selera humor, dan... keberanian untuk menjadi diri sendiri.

Sesaat ia berhenti. Berani menjadi diri sendiri. Itu adalah sesuatu yang selalu ia hindari. Ia selalu berusaha menjadi orang yang "sempurna" di mata orang lain, menyembunyikan keanehan dan ketidakpastiannya di balik layar kepintaran dan efisiensi.

"Apa gunanya algoritma yang sempurna, jika aku sendiri tidak jujur?"

Ia mulai mengetik lagi, kali ini dengan lebih hati-hati. Ia menambahkan variabel acak, parameter yang tidak bisa diprediksi. Ia mencoba meniru ketidakpastian dan kejutan dalam cinta.

Saat matahari mulai terbit, Elara akhirnya menyelesaikan Rumus Cinta 40 versi 2.0. Ia menjalankan programnya, memasukkan semua datanya, dan menunggu hasilnya.

Layarnya berkedip. Kemudian, sebuah nama muncul: Aris.

Elara tertegun. Jantungnya berdebar kencang. Ini pasti kesalahan. Algoritmanya pasti belum sempurna. Tapi kemudian, ia teringat senyum Aris, tawanya yang menular, dan cara Aris selalu ada untuknya, tanpa syarat.

Ia membuka pintu apartemennya dan berjalan menuju kantor. Di mejanya, Aris sudah menunggu, dengan secangkir kopi hangat dan sepotong kue cokelat kesukaan Elara.

"Selamat pagi, Elara," sapa Aris dengan senyum lebar. "Kau kelihatan kurang tidur. Ini, minum dulu."

Elara menerima kopi itu. Aroma kopi dan cokelat bercampur, menciptakan aroma yang hangat dan menenangkan.

"Terima kasih, Aris," jawab Elara, suaranya serak.

Aris menatapnya dengan tatapan khawatir. "Kau baik-baik saja? Kau kelihatan pucat."

Elara mengangguk. "Aku... aku hanya kurang tidur."

"Kau tahu, kau tidak perlu bekerja sekeras ini," kata Aris. "Kadang-kadang, kau harus berhenti dan menikmati hidup."

Elara menatap Aris. Kata-kata Aris, sederhana namun tulus, menyentuh hatinya. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu sibuk mencari cinta di dalam algoritma, sampai lupa bahwa cinta sudah ada di dekatnya, dalam wujud seorang teman yang selalu peduli.

"Aris," kata Elara, ragu-ragu. "Ada sesuatu yang ingin aku katakan."

Aris mencondongkan tubuhnya, menatap Elara dengan penuh perhatian.

"Aku... aku rasa aku... mungkin... menyukaimu," kata Elara, terbata-bata.

Aris terkejut. Ia membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

Elara melanjutkan, "Aku tahu ini mungkin aneh, mengingat aku selalu sibuk dengan coding dan algoritma, tapi... tapi aku merasa nyaman bersamamu. Kau selalu membuatku tertawa, dan kau selalu ada untukku. Aku... aku tidak tahu apakah kau merasakan hal yang sama, tapi aku ingin jujur padamu."

Aris tersenyum. Senyumnya kali ini lebih lebar dari biasanya.

"Elara," kata Aris, lembut. "Aku juga menyukaimu. Sebenarnya, aku sudah lama menyukaimu. Aku hanya tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya."

Elara terkejut. Ia tidak menyangka Aris merasakan hal yang sama.

"Jadi... apa ini berarti...?" tanya Elara, gugup.

Aris meraih tangan Elara dan menggenggamnya erat. "Ini berarti... kita akan mencoba. Kita akan mencari tahu bersama."

Elara tersenyum. Ia merasa lega, bahagia, dan sedikit takut pada saat yang bersamaan.

Mungkin, pikirnya, Rumus Cinta 40 memang tidak sempurna. Tapi, mungkin juga, cinta tidak membutuhkan rumus. Mungkin, cinta hanya membutuhkan keberanian untuk membuka hati dan menerima ketidaksempurnaan. Mungkin, cinta adalah tentang menemukan seseorang yang bisa membuatmu merasa nyaman menjadi diri sendiri, bahkan dengan semua keanehan dan ketidakpastianmu.

Ia menatap Aris, dan ia tahu, perjalanan mereka baru saja dimulai. Dan, kali ini, ia tidak akan menghadapinya sendirian.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI