Sentuhan AI: Apakah Cinta Bisa Dikalkulasi?

Dipublikasikan pada: 08 Nov 2025 - 02:20:13 wib
Dibaca: 145 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis milik Anya. Di layar laptopnya, baris kode terus bergulir, sebuah tarian rumit yang ia ciptakan sendiri. Anya adalah seorang programmer jenius, fokus pada pengembangan AI yang mampu memahami dan merespons emosi manusia. Baginya, cinta adalah teka-teki yang menarik, sebuah algoritma kompleks yang belum terpecahkan.

"Sentiment Analyzer Version 3.2," gumamnya, mengetikkan perintah terakhir. "Semoga kali ini berhasil."

Versi sebelumnya selalu gagal. AI ciptaannya memang mampu membaca emosi dari teks dan suara, bahkan meniru gaya bahasa manusia dengan sempurna. Tapi, esensi cinta, perasaan mendalam yang mendorong seseorang untuk berkorban dan berjuang, selalu lolos dari jangkauannya.

Kali ini, Anya mencoba pendekatan baru. Ia mengumpulkan data dari ribuan novel roman, film romantis, dan wawancara dengan pasangan bahagia. Ia memasukkan unsur-unsur seperti empati, pengorbanan, dan kompromi ke dalam algoritma. Hasilnya? Sebuah AI yang mampu menciptakan profil pasangan ideal berdasarkan preferensi seseorang.

Sebagai uji coba, Anya memutuskan untuk membuat profil untuk dirinya sendiri. Ia memasukkan data tentang hobinya, musik favorit, pandangan hidup, dan bahkan tipe pria idealnya. Setelah beberapa detik, layar laptop menampilkan sebuah nama: "Ethan Vance."

"Ethan Vance? Siapa dia?" Anya mengerutkan kening.

Ia mencari nama itu di internet. Ethan Vance ternyata seorang fotografer alam bebas, dengan portofolio yang menakjubkan dan senyum yang menawan. Dari foto-foto yang ia lihat, Ethan tampak memiliki jiwa petualang dan hati yang lembut.

Anya merasa aneh. AI-nya memilih seseorang yang sama sekali tidak ia kenal. Tapi, rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Ia memutuskan untuk mengirimkan email kepada Ethan.

"Halo Ethan,

Saya Anya. Saya adalah seorang programmer dan AI saya memilih Anda sebagai pasangan yang cocok untuk saya. Mungkin terdengar aneh, tapi saya tertarik untuk mengenal Anda lebih jauh.

Semoga Anda tertarik.

Anya."

Ia mengirim email itu dengan jantung berdebar. Ia tahu ini gila, tapi ia tidak bisa menahan diri. Ia menunggu balasan Ethan dengan cemas.

Dua hari kemudian, sebuah email masuk. Dari Ethan Vance.

"Halo Anya,

Email Anda memang aneh, tapi sangat menarik. Saya selalu percaya bahwa alam semesta memiliki cara yang unik untuk mempertemukan orang. Saya bersedia untuk mengenal Anda lebih jauh.

Ethan."

Anya tersenyum. Ini benar-benar di luar dugaan. Ia dan Ethan mulai bertukar email, kemudian telepon, dan akhirnya memutuskan untuk bertemu.

Pertemuan pertama mereka di sebuah kafe kecil terasa canggung sekaligus menyenangkan. Ethan ternyata lebih tampan dan karismatik daripada yang ia bayangkan. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari fotografi hingga pemrograman, dan menemukan banyak kesamaan.

Beberapa bulan berlalu. Anya dan Ethan semakin dekat. Mereka menjelajahi kota bersama, mendaki gunung, dan berbagi mimpi. Anya merasa bahagia dan nyaman bersama Ethan. Ia mulai bertanya-tanya apakah AI-nya benar. Apakah cinta benar-benar bisa dikalkulasi?

Suatu malam, mereka makan malam di sebuah restoran tepi pantai. Angin laut bertiup lembut, dan bintang-bintang bersinar terang di langit.

"Anya," kata Ethan, meraih tangannya. "Aku mencintaimu."

Anya terkejut. Kata-kata itu meluncur begitu saja, tanpa dipikirkan. Ia menatap mata Ethan, dan melihat ketulusan di sana.

"Aku... aku juga mencintaimu, Ethan," jawab Anya, dengan suara bergetar.

Malam itu, Anya tidur dengan senyum di bibirnya. Ia merasa lengkap dan bahagia. Ia pikir ia telah menemukan cinta sejati.

Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu hari, Anya menemukan Ethan berbicara dengan seorang wanita di telepon. Wanita itu tertawa dan menggoda Ethan. Anya merasa cemburu dan sakit hati.

Ia konfrontasi Ethan. Ethan mengakui bahwa ia masih berhubungan dengan mantan pacarnya. Ia mengatakan bahwa ia mencintai Anya, tapi ia juga tidak bisa melupakan masa lalunya.

Anya hancur. Ia merasa dikhianati dan bodoh. Ia mempertanyakan segalanya, termasuk AI ciptaannya. Apakah cinta benar-benar bisa dikalkulasi? Apakah AI-nya salah?

Anya kembali ke apartemennya dan menatap layar laptopnya. Ia membuka kode Sentiment Analyzer Version 3.2 dan menelitinya. Ia menyadari bahwa AI-nya hanya mampu menganalisis emosi di permukaan. Ia tidak bisa memahami kompleksitas hati manusia, ketidaksempurnaan, dan keraguan yang ada di dalamnya.

Anya menghapus seluruh kode. Ia memutuskan bahwa cinta bukan matematika. Cinta adalah misteri, kejutan, dan risiko. Cinta tidak bisa dikalkulasi, tapi harus dirasakan.

Ia memutuskan untuk memaafkan Ethan. Ia tahu bahwa hubungan mereka tidak akan sama lagi, tapi ia bersedia untuk mencoba. Ia percaya bahwa cinta membutuhkan kerja keras, kompromi, dan kepercayaan.

Anya meninggalkan apartemennya dan berjalan menuju pantai. Ia mencari Ethan. Ia ingin berbicara dengannya, menjelaskan perasaannya, dan mencari jalan keluar bersama.

Di kejauhan, ia melihat Ethan berdiri di tepi pantai, menatap laut. Anya menghampirinya.

"Ethan," panggilnya.

Ethan menoleh dan menatap Anya dengan mata penuh penyesalan.

"Anya," katanya. "Maafkan aku."

Anya tersenyum. "Aku sudah memaafkanmu," katanya. "Tapi, aku tidak tahu apakah kita bisa bersama lagi."

Ethan mengangguk. "Aku mengerti," katanya. "Aku akan melakukan apa pun untuk mendapatkanmu kembali."

Anya memeluk Ethan. Ia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan penuh tantangan. Tapi, ia percaya bahwa cinta sejati bisa mengatasi segalanya.

Ia tidak lagi percaya pada AI untuk menemukan cinta. Ia percaya pada hatinya sendiri. Ia percaya bahwa cinta adalah pilihan, komitmen, dan keberanian. Dan ia memilih untuk mencintai Ethan, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Karena cinta sejati bukan tentang kalkulasi, tapi tentang hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI