Di balik kilau layar, jemari menari resah,
Mencari jejakmu, di antara piksel yang berpisah.
Algoritma rindu berputar tanpa henti,
Menyusun serpihan kenangan, di ruang maya yang sunyi.
Dulu, sentuhanmu hangat, nyata membakar jiwa,
Kini, hanya emoji yang menggantikan semua.
Kata-kata virtual, berhamburan tak terarah,
Menjelma ilusi cinta, yang rapuh dan mudah patah.
Kau ada di setiap notifikasi, di setiap unggahan,
Namun, hatiku kosong, merindukan percakapan.
Bukan sekadar pesan singkat, atau panggilan video,
Tapi debar jantung, saat mata kita bertemu.
Dulu, bintang-bintang saksi bisu, janji setia,
Kini, status daringmu, jadi tanda tanya.
Apakah kau juga merasakan hal yang sama?
Atau hanya aku yang terperangkap dalam drama?
Kucoba merangkai kode cinta, dengan bahasa pemrograman,
Berharap dapat menyentuh hatimu, melewati ruang dan zaman.
Namun, logika tak mampu menaklukkan perasaan,
Cinta bukan angka, bukan pula perhitungan.
Kau bagai virus yang menjangkiti sistem sarafku,
Membuatku lupa diri, tenggelam dalam khayalku.
Kucoba menghapusmu, dengan format ulang memori,
Namun, bayangmu terukir, abadi dalam sanubari.
Sentuhan layar ini, dingin dan tak bernyawa,
Tak mampu menggantikan, hangatnya pelukmu yang kurindukan.
Cinta tak terbayar, dengan ribuan likes dan komentar,
Ia butuh pengorbanan, kejujuran, dan kesetiaan.
Mungkin, aku terlalu naif, berharap pada teknologi,
Untuk menjembatani jarak, antara kau dan aku ini.
Namun, hati tetaplah hati, dengan segala kerentanannya,
Merindukan sentuhan nyata, bukan sekadar virtual belaka.
Kucoba mengalihkan pandang, dari layar yang membius,
Mencari jejakmu di dunia nyata, yang tak lekang oleh waktu.
Siapa tahu, di suatu persimpangan jalan, takdir kan bertaut,
Dan algoritma rindu ini, menemukan akhir yang berdaulat.
Biarlah algoritma tetap berputar, mencari jejakmu di sana,
Namun, hatiku akan tetap setia, menunggu dengan sederhana.
Karena cinta sejati, takkan pernah bisa digantikan,
Oleh sentuhan layar, atau janji-janji virtual yang tak berkesudahan.
Hanya waktu yang bisa menjawab, apakah kita ditakdirkan,
Untuk bersatu kembali, dalam pelukan yang menghangatkan.
Atau, algoritma rindu ini, akan terus berputar selamanya,
Menyisakan pilu di hati, dan air mata yang tak terhingga.