Algoritma Cinta Terakhir: Ketika Perasaan Jadi Data

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:45:34 wib
Dibaca: 168 kali
Di sebuah kafe futuristik dengan dinding hologram yang menampilkan pemandangan kota Tokyo di malam hari, Ara duduk seorang diri. Jari-jarinya lincah mengetik kode di tablet transparan miliknya. Di depannya, secangkir kopi lavender dingin nyaris tak tersentuh. Ara adalah seorang programmer ulung, spesialis dalam pengembangan algoritma cinta. Pekerjaan yang ironis, pikirnya, mengingat kehidupan cintanya sendiri adalah sebuah bencana yang terprogram.

Dulu, Ara percaya bahwa cinta bisa dihitung. Bahwa dengan data yang cukup, algoritma yang tepat, ia bisa menemukan pasangan yang sempurna. Ia menciptakan "SoulMate Finder," aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan kecocokan 99,9%. Aplikasinya sukses besar. Jutaan orang menemukan cinta (atau setidaknya merasa menemukannya) berkat karyanya. Namun, ironisnya, Ara justru semakin kesepian.

Tiga tahun lalu, ia bertemu dengan Daniel, seorang arsitek idealis yang mencintai hujan dan puisi. Daniel, berdasarkan data, hanya memiliki kecocokan 87% dengannya. Angka yang terlalu rendah untuk standarnya. Namun, ada sesuatu pada Daniel yang tidak bisa dijelaskan oleh data. Tawa renyahnya, caranya menatap mata Ara seolah ia adalah satu-satunya orang di dunia, sentuhan tangannya yang hangat. Ara jatuh cinta, dengan logika yang ia benci.

Ia mencoba mengabaikan algoritma. Ia membiarkan dirinya larut dalam kebersamaan dengan Daniel. Mereka menjelajahi kota, mendiskusikan impian masing-masing, berbagi rahasia di bawah bintang-bintang digital. Untuk pertama kalinya, Ara merasa hidup. Namun, bayangan algoritma terus menghantuinya. Setiap kali mereka bertengkar, ia akan teringat angka 87%. Setiap kali Daniel melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasinya, ia akan menyalahkan data yang kurang akurat.

Akhirnya, Ara menyerah. Ia memutuskan Daniel. Ia mengatakan kepadanya bahwa mereka tidak cocok, bahwa hubungan mereka tidak akan berhasil. Ia tidak menjelaskan tentang algoritma. Ia hanya mengatakan bahwa ia tidak cukup baik untuk Daniel. Daniel patah hati. Ara, lebih dari itu.

Setelah kepergian Daniel, Ara kembali pada pekerjaannya. Ia menyempurnakan SoulMate Finder, menambahkan parameter baru, meningkatkan akurasi algoritma. Ia mencoba melupakan Daniel, menghapus semua kenangan tentangnya. Namun, semakin ia mencoba, semakin kuat ingatan itu membayangi dirinya. Ia menyadari bahwa cinta bukan hanya tentang data. Cinta adalah tentang perasaan, tentang koneksi, tentang sesuatu yang tidak bisa diukur dengan angka.

Suatu malam, saat Ara sedang memeriksa log server SoulMate Finder, ia menemukan sebuah anomali. Ada satu pengguna yang terus-menerus mengubah datanya, seolah mencoba menyesuaikan diri dengan profil seseorang. Pengguna itu menggunakan nama samaran "DA27." Ara penasaran. Ia menelusuri alamat IP pengguna tersebut. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati bahwa alamat itu berasal dari sebuah kafe kecil di pinggiran kota, kafe tempat Daniel sering menghabiskan waktunya untuk menggambar sketsa bangunan.

Ara bergegas ke kafe itu. Jantungnya berdebar kencang. Ia melihat Daniel duduk di sudut ruangan, menggambar di buku sketsanya. Daniel terlihat lebih kurus, lebih pucat. Ia tampak seperti bayangan dari dirinya yang dulu.

Ara mendekati Daniel. "Daniel?" panggilnya lirih.

Daniel mengangkat kepalanya. Matanya membulat karena terkejut. "Ara? Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Aku... aku tahu tentang DA27," kata Ara, suaranya bergetar.

Daniel menunduk. "Aku... aku hanya ingin melihat apakah aku bisa mengubah data agar kita cocok."

Ara terkejut. Ia tidak menyangka Daniel akan melakukan hal itu. "Kenapa, Daniel? Kenapa kamu melakukan ini?"

Daniel mengangkat wajahnya. "Karena aku mencintaimu, Ara. Aku tidak peduli tentang algoritma. Aku hanya ingin bersamamu."

Air mata mengalir di pipi Ara. Ia merasa malu, menyesal, dan bodoh. Ia telah menyia-nyiakan cinta sejati demi sebuah algoritma. "Aku... aku minta maaf, Daniel," katanya terisak. "Aku salah. Aku terlalu terpaku pada data. Aku tidak melihat apa yang ada di depan mataku."

Daniel tersenyum pahit. "Terlambat, Ara. Aku sudah menyerah."

"Tidak, Daniel. Belum terlambat," kata Ara, menggenggam tangan Daniel. "Aku mencintaimu, Daniel. Aku mencintaimu apa adanya. Aku tidak peduli tentang algoritma. Aku hanya ingin bersamamu."

Daniel menatap mata Ara. Ia melihat ketulusan di sana. Ia melihat penyesalan. Ia melihat cinta.

"Benarkah, Ara?" tanyanya ragu.

Ara mengangguk. "Benar, Daniel. Aku berjanji. Aku akan melupakan algoritma. Aku akan belajar mencintaimu tanpa syarat."

Daniel tersenyum. Senyum yang tulus, senyum yang sama yang membuat Ara jatuh cinta padanya tiga tahun lalu. "Aku akan memberikanmu kesempatan, Ara," katanya. "Tapi kali ini, tidak ada lagi data. Tidak ada lagi algoritma. Hanya kita berdua."

Ara memeluk Daniel erat-erat. Ia merasa lega, bahagia, dan penuh harapan. Ia tahu bahwa perjalanan di depan tidak akan mudah. Ia harus belajar melupakan masa lalu, memaafkan dirinya sendiri, dan mencintai Daniel dengan sepenuh hati. Namun, kali ini, ia tidak akan melakukannya sendirian. Ia akan melakukannya bersama Daniel, tanpa algoritma, hanya dengan cinta.

Di dunia yang dipenuhi teknologi dan data, Ara akhirnya menemukan algoritma cinta terakhir: penerimaan, pengertian, dan kesediaan untuk mencintai tanpa syarat. Sebuah algoritma yang tidak bisa dihitung, tidak bisa diprogram, tetapi bisa dirasakan dengan sepenuh hati. Sebuah algoritma yang membuktikan bahwa cinta sejati tidak memerlukan data, hanya membutuhkan dua hati yang saling terpaut.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI