Algoritma Asmara: Saat Hati Bertemu Kecerdasan Buatan

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:48:07 wib
Dibaca: 166 kali
Deburan ombak pantai Malibu terdengar lirih di balik jendela kaca apartemen Liam. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, baris-baris kode Python tersusun rapi di layar monitor. Liam Miller, 28 tahun, seorang software engineer brilian yang bekerja di sebuah perusahaan rintisan teknologi di Los Angeles, sedang berkutat dengan proyek pribadinya: Algoritma Asmara.

Liam, dengan segala kepintarannya dalam memecahkan masalah rumit dalam dunia digital, justru teramat kikuk dalam urusan hati. Kencan daring selalu berakhir dengan canggung, pertemuan tatap muka terasa seperti wawancara kerja, dan rayuan gombal terasa seperti spam email. Frustrasi dengan kurangnya keberuntungan dalam percintaan, Liam memutuskan untuk menggunakan keahliannya. Ia menciptakan sebuah algoritma yang akan menganalisis data dirinya, data wanita ideal menurutnya, dan data dari ribuan profil kencan daring untuk menemukan pasangan yang paling cocok.

Algoritma itu diberi nama “Amelia.” Amelia bukan sekadar program, melainkan kecerdasan buatan yang terus belajar dan beradaptasi. Liam memasukkan semua informasi tentang dirinya: preferensi musik, film, buku, hobi, nilai-nilai yang dianut, bahkan pola tidurnya. Ia juga memasukkan deskripsi wanita idealnya: cerdas, mandiri, memiliki selera humor yang baik, dan menyukai seni. Amelia kemudian merayapi berbagai platform kencan daring, mengumpulkan dan menganalisis data, mencari titik temu antara Liam dan kandidat potensial.

Awalnya, Liam skeptis. Ia merasa aneh menyerahkan urusan hati kepada sebuah program komputer. Namun, hasil yang diberikan Amelia sungguh mencengangkan. Amelia menyaring ribuan profil dan mengerucutkannya menjadi lima kandidat yang dianggap paling cocok. Liam meneliti profil-profil itu, membaca deskripsi, dan melihat foto-foto mereka. Salah satu profil menarik perhatiannya: Anya Sharma.

Anya adalah seorang arsitek muda yang tinggal di San Francisco. Profilnya penuh dengan foto-foto desain bangunan unik dan perjalanan ke berbagai negara. Deskripsinya mencerminkan kecerdasan, ambisi, dan selera humor yang halus. Amelia menemukan bahwa Anya dan Liam memiliki banyak kesamaan, mulai dari kecintaan pada musik indie hingga ketertarikan pada filosofi eksistensialisme.

Liam, dengan sedikit keberanian yang dipompa oleh keyakinan algoritma, mengirimkan pesan kepada Anya. Ia menceritakan tentang Algoritma Asmara dan bagaimana Amelia membawanya menemukan profil Anya. Alih-alih merasa aneh atau tersinggung, Anya justru terkesan dengan kejujuran dan kreativitas Liam.

“Ini seperti film fiksi ilmiah yang menjadi kenyataan,” balas Anya. “Aku penasaran seperti apa Algoritma Asmaramu bekerja. Aku juga penasaran seperti apa dirimu yang asli, di luar data dan algoritma.”

Percakapan mereka berlanjut selama beberapa minggu. Liam dan Anya saling mengenal melalui pesan teks, panggilan video, dan obrolan larut malam. Liam menemukan bahwa Anya bukan hanya cantik dan cerdas, tetapi juga baik hati dan penuh perhatian. Anya, sebaliknya, terpesona oleh kecerdasan Liam, kerentanan emosionalnya, dan rasa ingin tahunya yang tak terbatas.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk bertemu. Liam terbang ke San Francisco dan menjemput Anya di apartemennya. Saat pertama kali bertatap muka, Liam merasakan sengatan listrik yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Anya tampak lebih cantik dan mempesona daripada di foto profilnya.

Kencan pertama mereka berjalan lancar. Mereka mengunjungi museum seni modern, makan malam di restoran Italia yang nyaman, dan berjalan-jalan di Golden Gate Park. Mereka tertawa, bercerita, dan saling mendengarkan dengan penuh perhatian. Liam menyadari bahwa Algoritma Asmara hanya membawanya kepada Anya, tetapi dialah yang harus melakukan sisanya.

Setelah beberapa bulan berkencan, Liam dan Anya semakin dekat. Mereka saling mendukung dalam karier, menghabiskan waktu bersama dengan teman dan keluarga, dan berbagi impian dan ketakutan. Liam belajar membuka hatinya dan menjadi lebih jujur tentang perasaannya. Anya belajar untuk menghargai kecerdasan Liam dan membantunya mengatasi kecanggungannya.

Suatu malam, saat mereka sedang duduk di pantai Malibu, menatap bintang-bintang, Liam mengambil tangan Anya dan menatap matanya.

“Anya,” katanya dengan gugup. “Aku tahu ini mungkin terdengar klise, tapi aku jatuh cinta padamu. Algoritma Asmara membawaku kepadamu, tapi kaulah yang membuatku percaya pada cinta.”

Anya tersenyum dan membelai pipi Liam. “Aku juga mencintaimu, Liam. Aku mencintai kecerdasanmu, kerentananmu, dan hatimu yang baik. Aku mencintai caramu melihat dunia dan bagaimana kau membuatku merasa.”

Liam memeluk Anya erat-erat. Ia merasa bahagia dan bersyukur. Ia menyadari bahwa Algoritma Asmara hanyalah alat. Yang terpenting adalah keberanian untuk membuka hati, kejujuran untuk mengungkapkan perasaan, dan kesediaan untuk menerima cinta.

Beberapa tahun kemudian, Liam dan Anya menikah. Pernikahan mereka diadakan di pantai Malibu, di tempat mereka pertama kali menyatakan cinta. Di antara para tamu undangan, ada beberapa teman seprofesi Liam yang penasaran dengan Algoritma Asmara.

Saat resepsi, seorang teman bertanya kepada Liam, “Jadi, Liam, apakah kau masih menggunakan Algoritma Asmara?”

Liam tersenyum dan melirik Anya, yang sedang tertawa bersama teman-temannya. “Tidak,” jawab Liam. “Aku tidak membutuhkannya lagi. Aku sudah menemukan algoritma asmaraku yang sempurna.”

Ia menambahkan, “Tapi, aku masih memperbarui Amelia. Sekarang, dia membantu orang lain menemukan cinta.”

Liam menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprediksi atau direkayasa. Cinta adalah tentang koneksi, kerentanan, dan keberanian. Namun, dalam dunia modern yang serba digital, kecerdasan buatan dapat menjadi alat yang berguna untuk membantu orang menemukan pasangan yang cocok. Dan terkadang, yang dibutuhkan hanyalah sedikit bantuan dari algoritma untuk membuka jalan bagi hati untuk bertemu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI