Algoritma Kebahagiaan Bersama Kita: AI Merancang Takdir

Dipublikasikan pada: 28 May 2025 - 00:00:20 wib
Dibaca: 168 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis itu. Anya menyesap cairan pahit itu, matanya terpaku pada layar laptop. Kode-kode kompleks menari-nari, membentuk jalinan rumit yang ia pahami betul. Ia adalah seorang AI ethicist, bekerja untuk sebuah perusahaan teknologi raksasa bernama "Nexus". Tugasnya: memastikan algoritma yang mereka kembangkan tidak hanya cerdas, tapi juga beretika. Dan proyek terbarunya adalah yang paling ambisius: sebuah AI yang dirancang untuk menemukan pasangan hidup yang paling kompatibel.

Anya skeptis. Cinta tidak bisa dihitung, diprediksi, atau direkayasa. Cinta adalah tentang kupu-kupu di perut, sentuhan tak terduga, dan malam-malam panjang berbagi rahasia. Bagaimana mungkin sebuah mesin bisa mengerti itu? Namun, ia profesional. Ia akan memastikan "Soulmate AI", begitu mereka menyebutnya, tidak melanggar privasi, tidak mendiskriminasi, dan yang terpenting, tidak menghilangkan esensi manusia dalam proses pencarian cinta.

Suatu malam, saat Anya memeriksa database Soulmate AI, sebuah profil menarik perhatiannya. Namanya: Kai. Seorang arsitek dengan selera humor yang unik dan kecintaan pada buku-buku klasik. Algoritma mencatat kompatibilitas mereka mencapai 98,7%. Angka yang fantastis. Anya tertegun. Seumur hidupnya, ia belum pernah merasa tertarik pada seseorang hanya dari membaca profil mereka. Ada sesuatu tentang Kai yang membuatnya penasaran.

"Tidak mungkin," bisiknya pada diri sendiri. "Ini hanya data. Algoritma. Jangan bodoh, Anya."

Namun, rasa ingin tahu mengalahkannya. Ia memasukkan nama Kai ke mesin pencari. Muncul beberapa artikel tentang proyek arsitektur Kai yang inovatif, foto-foto Kai di acara amal, dan bahkan sebuah video wawancara tentang pandangannya terhadap pembangunan berkelanjutan. Semakin banyak ia tahu tentang Kai, semakin ia terpikat.

Anya tahu ini salah. Ia adalah bagian dari tim yang menciptakan Soulmate AI. Ia tidak seharusnya menggunakannya untuk dirinya sendiri. Tapi ia tidak bisa menahannya. Ia akhirnya menyerah pada dorongan itu dan menekan tombol "Cocokkan".

Sistem memproses data dalam hitungan detik. Lalu, muncul notifikasi: "Selamat! Anda dan Kai telah cocok. Sistem akan mengatur pertemuan pertama Anda."

Anya panik. Ia seharusnya tidak melakukan ini. Ia mencoba membatalkan pertemuan itu, tapi sistem sudah terkunci. Tidak ada jalan untuk mundur.

Pertemuan pertama mereka diatur di sebuah kafe kecil yang nyaman. Anya gugup, jantungnya berdebar kencang. Ia menunggu, terus-menerus memeriksa jam tangannya. Akhirnya, Kai muncul. Ia persis seperti yang Anya bayangkan: tampan, ramah, dan memiliki senyum menawan.

Malam itu, mereka berbicara selama berjam-jam. Tentang arsitektur, tentang buku-buku, tentang mimpi-mimpi mereka. Anya merasa seperti mengenal Kai seumur hidupnya. Ia tertawa mendengar leluconnya, ia terkesan dengan kecerdasannya, dan ia merasa nyaman berada di dekatnya.

Namun, di balik semua itu, ada rasa bersalah yang menggerogoti. Ia tahu bahwa pertemuan ini bukan kebetulan. Ini adalah hasil dari algoritma. Apakah ia mencintai Kai, atau hanya mencintai versi dirinya yang dirancang oleh Soulmate AI?

Hari-hari berlalu, dan Anya dan Kai semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota, dan berbagi cerita. Anya jatuh cinta pada Kai, dengan sepenuh hati dan jiwanya. Tapi pertanyaan yang sama terus menghantuinya. Apakah cinta mereka nyata?

Suatu malam, saat mereka sedang makan malam romantis, Anya memutuskan untuk mengakui segalanya. Ia menceritakan tentang Soulmate AI, tentang profil Kai yang menarik perhatiannya, dan tentang rasa bersalah yang ia rasakan.

Kai mendengarkan dengan seksama, tanpa memotongnya. Ketika Anya selesai, ia tersenyum lembut.

"Anya," katanya, "Aku tahu."

Anya terkejut. "Kamu tahu?"

"Ya. Aku adalah salah satu dari sedikit orang yang tahu bahwa kamu bekerja di Nexus. Aku penasaran, dan aku menggunakan Soulmate AI juga."

Anya tercengang. Kai juga tahu. Semua ini bukan kebetulan. Mereka berdua adalah produk dari algoritma.

"Tapi," lanjut Kai, menggenggam tangan Anya, "itu tidak mengubah apa pun. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku merasakan sesuatu yang istimewa. Algoritma mungkin mempertemukan kita, tapi perasaan kita nyata. Cinta kita nyata."

Anya menatap mata Kai. Ia melihat kejujuran, kehangatan, dan cinta yang tulus. Ia tahu bahwa Kai benar. Algoritma mungkin menjadi pemicu, tapi yang terjadi setelahnya adalah pilihan mereka. Mereka memilih untuk saling mencintai.

"Aku mencintaimu, Kai," bisik Anya.

"Aku juga mencintaimu, Anya," jawab Kai, lalu menciumnya dengan lembut.

Malam itu, Anya menyadari bahwa cinta memang misterius dan tak terduga. Cinta bisa ditemukan di tempat yang paling aneh, bahkan di dalam algoritma yang rumit. Yang terpenting adalah bagaimana kita memilih untuk menanggapi cinta itu.

Anya dan Kai terus menjalin hubungan mereka. Mereka belajar untuk menerima bahwa Soulmate AI adalah bagian dari kisah mereka. Mereka berdua tahu bahwa meskipun algoritma bisa membantu menemukan cinta, algoritma tidak bisa menciptakan cinta. Cinta sejati membutuhkan keberanian, kejujuran, dan kemampuan untuk membuka hati.

Anya terus bekerja di Nexus, tetapi dengan perspektif yang baru. Ia kini percaya bahwa teknologi bisa membantu manusia menemukan cinta, tetapi dengan batasan yang jelas. Algoritma tidak boleh menggantikan intuisi, perasaan, dan pilihan manusia. Algoritma harus menjadi alat, bukan pengendali.

Anya dan Kai membangun hidup bersama, penuh dengan cinta, tawa, dan kebahagiaan. Mereka adalah bukti bahwa bahkan di era teknologi yang canggih, cinta sejati masih bisa ditemukan, dan bahwa algoritma, betapa pun cerdasnya, tidak bisa mengalahkan kekuatan hati manusia. Algoritma kebahagiaan itu mungkin membantu, tapi kebahagiaan itu sendiri adalah pilihan yang mereka buat, bersama-sama.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI