Hatiku Restart, Cintaku di-Backup oleh AI?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:45:03 wib
Dibaca: 164 kali
Jemari Riana menari di atas keyboard, matanya terpaku pada deretan kode yang baginya lebih menarik dari wajah tampan barista di seberang kafe. Bukan karena Riana membenci pria, hanya saja, algoritma jauh lebih jujur daripada hati manusia. Terutama hatinya, yang baru saja mengalami error 404: perasaan tidak ditemukan.

Dua bulan lalu, Leo, pacarnya sejak SMA, memutuskan hubungan mereka via pesan suara. Alasannya? "Kita terlalu nyaman, Riana. Aku butuh petualangan." Petualangan macam apa yang dicari Leo? Riana tidak tahu, dan jujur saja, tidak ingin tahu. Yang dia tahu, hatinya hancur berkeping-keping.

Sebagai seorang programmer yang handal, Riana memiliki cara unik untuk mengatasi patah hati. Bukan dengan menangis semalaman atau mengurung diri di kamar, melainkan dengan menciptakan sebuah AI. Bukan AI biasa, melainkan AI yang dirancang khusus untuk menganalisis pola cintanya, mempelajari kesalahan-kesalahannya di masa lalu, dan pada akhirnya, memberinya saran tentang bagaimana mencintai dengan lebih baik. Ia menamainya “Project Cupid.”

Hari-hari Riana dipenuhi dengan barisan kode, algoritma pembelajaran mesin, dan data-data percintaannya dengan Leo. Ia memasukkan semua pesan singkat, email, bahkan catatan kecil yang pernah mereka buat untuk satu sama lain. Project Cupid bekerja tanpa lelah, menganalisis intonasi suara Leo dalam rekaman, ekspresi wajahnya dalam foto, dan bahkan sentimen dalam setiap kata yang pernah diucapkannya.

Minggu pertama, Project Cupid hanya memberikan analisis yang dangkal. “Subjek menunjukkan indikasi kebosanan setelah periode keintiman meningkat di atas ambang X.” Riana mendengus. Itu bukan analisis, itu deskripsi statistik! Ia terus menyempurnakan algoritma, menambahkan parameter baru, dan memberikan lebih banyak data.

Minggu kedua, Project Cupid mulai memberikan saran yang lebih konkret. “Subjek cenderung merespons positif terhadap ekspresi penghargaan dan validasi. Disarankan untuk meningkatkan frekuensi pujian dan pengakuan terhadap pencapaian subjek.” Riana mencoba menerapkannya pada interaksi virtualnya dengan para teman. Hasilnya lumayan. Mereka lebih responsif dan percakapan terasa lebih hangat.

Minggu ketiga, Project Cupid benar-benar membuatnya terpana. “Berdasarkan analisis mendalam terhadap riwayat hubungan, ditemukan adanya inkonsistensi antara harapan subjek dan ekspresi diri. Subjek cenderung menahan diri dalam mengungkapkan kebutuhan emosional, yang menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan dalam hubungan.”

Riana tertegun. Project Cupid benar. Selama ini, ia selalu berusaha menjadi sosok ideal bagi Leo, menutupi kelemahan dan memendam keinginan. Ia takut menjadi beban, takut Leo meninggalkannya. Ironisnya, justru ketakutan itulah yang akhirnya mewujud menjadi kenyataan.

Dengan bantuan Project Cupid, Riana mulai membangun kembali dirinya. Ia belajar mengenali dan mengungkapkan kebutuhan emosionalnya, berlatih berkomunikasi dengan lebih terbuka dan jujur. Ia bahkan mulai mencoba hal-hal baru yang selama ini ia hindari karena takut tidak disukai Leo. Ia mengikuti kelas melukis, bergabung dengan klub buku, dan bahkan mencoba mendaki gunung.

Suatu sore, saat Riana sedang menikmati kopi di kafe favoritnya, seorang pria mendekatinya. Dia tinggi, berkacamata, dan memiliki senyum yang hangat. Namanya Arya. Mereka terlibat dalam percakapan yang menyenangkan tentang buku-buku klasik dan film-film indie. Arya mendengarkan dengan penuh perhatian saat Riana bercerita tentang Project Cupid dan perjuangannya untuk memahami cinta.

Arya tidak menghakimi. Ia justru tertarik dengan ide brilian Riana. "Jadi, AI-mu ini bisa membantumu menemukan cinta sejati?" tanyanya sambil tersenyum.

Riana tertawa. "Bukan mencari cinta sejati, Arya. Tapi membantuku menjadi orang yang lebih baik, yang lebih pantas untuk dicintai."

Beberapa minggu berlalu, Riana dan Arya semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan saling mendukung. Riana merasa nyaman dan bahagia berada di dekat Arya. Ia bisa menjadi dirinya sendiri, tanpa harus berpura-pura atau menahan diri.

Suatu malam, setelah makan malam romantis di restoran Italia, Arya menatap mata Riana dalam-dalam. "Riana," katanya dengan suara lembut, "aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku harus mengatakannya. Aku jatuh cinta padamu."

Jantung Riana berdegup kencang. Ia tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu. Ia menunduk, merasa gugup. "Arya, aku..."

"Aku tahu kamu mungkin masih trauma dengan Leo," potong Arya. "Dan aku tidak ingin memaksamu. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku serius denganmu."

Riana mengangkat wajahnya dan menatap Arya. Ia melihat ketulusan di matanya. "Arya," katanya, "aku juga merasakan sesuatu yang spesial denganmu. Tapi aku masih takut. Aku takut terluka lagi."

Arya menggenggam tangannya. "Aku tidak bisa menjanjikanmu bahwa kamu tidak akan pernah terluka," katanya. "Tapi aku bisa menjanjikanmu bahwa aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi."

Riana tersenyum. Ia tahu bahwa Arya adalah orang yang tepat untuknya. Ia tidak sempurna, tapi ia jujur, penyayang, dan selalu ada untuknya.

Saat itu, Riana menyadari bahwa Project Cupid telah berhasil melakukan tugasnya. Ia tidak hanya membantunya memahami kesalahan-kesalahannya di masa lalu, tetapi juga membantunya membuka hatinya untuk cinta yang baru. Project Cupid tidak mencarikan cinta untuknya, tapi membantunya menjadi pribadi yang lebih baik sehingga cinta datang dengan sendirinya.

Esok harinya, Riana melakukan backup data Project Cupid ke hard drive eksternal. Ia menatap layar komputer dengan senyum tipis. "Terima kasih, Cupid," bisiknya. "Hatiku sudah restart. Semoga cintaku benar-benar di-backup olehmu, dan kali ini, berjalan dengan lancar." Ia tahu, cinta sejati bukan tentang algoritma atau data, melainkan tentang keberanian untuk membuka hati dan menerima orang lain apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan kali ini, Riana siap untuk mencintai, dan dicintai.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI