Debug Hati: Mencari Cinta di Tumpukan Kode Program

Dipublikasikan pada: 14 Jun 2025 - 19:40:14 wib
Dibaca: 161 kali
Jari-jariku menari di atas keyboard, mengetik baris demi baris kode program. Monitor di depanku memancarkan cahaya biru yang menenangkan, kontras dengan kekacauan di hatiku. Debugging, begitulah rutinitas harianku. Mencari kesalahan kecil yang bisa meruntuhkan keseluruhan sistem. Ironisnya, aku sangat mahir dalam mendeteksi bug di program, tapi buta total terhadap kode-kode cinta yang dikirimkan orang lain.

Namaku Anya, seorang programmer back-end di sebuah startup teknologi bernama "Synapse." Tempat ini penuh dengan orang-orang jenius yang berbicara dalam bahasa biner dan bermimpi tentang algoritma. Cinta? Kurasa itu bahasa pemrograman yang belum berhasil kupelajari.

Setiap hari, aku tenggelam dalam lautan kode, menciptakan algoritma kompleks dan memastikan server berjalan lancar. Aku nyaman dengan rutinitas ini. Aku mengerti logika, aku mengerti aturan. Cinta, bagiku, terasa seperti variabel tak terdefinisi, konstanta yang berubah-ubah, dan sintaks yang selalu salah.

Tapi, ada satu orang di Synapse yang perlahan-lahan mengubah pandanganku: Raka, seorang UI/UX designer dengan senyum menular dan selera humor yang aneh. Dia selalu menyapaku dengan semangat, bahkan ketika aku terlihat seperti zombie setelah begadang menyelesaikan sebuah proyek. Dia suka mengajakku berdiskusi tentang desain antarmuka, meskipun aku lebih suka berurusan dengan database dan server.

Awalnya, aku menganggapnya hanya sebagai rekan kerja yang ramah. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam interaksiku dengannya. Jantungku berdebar lebih cepat setiap kali dia mendekat. Aku mulai memperhatikan cara dia tertawa, cara dia menggaruk kepalanya saat berpikir keras, cara dia selalu berusaha membuatku tersenyum.

Suatu sore, Raka mengajakku makan siang di sebuah kafe dekat kantor. Aku setuju, meskipun dengan sedikit keraguan. Aku tidak tahu harus berkata apa, harus bersikap seperti apa. Aku terbiasa berkomunikasi dengan mesin, bukan dengan manusia.

“Jadi, Anya,” kata Raka, setelah kami memesan makanan. “Ada bug apa hari ini?”

Aku tertawa kecil. “Biasanya. Selalu ada bug. Kau sendiri?”

“Sedang mencoba mendesain ulang halaman login. Agak sulit mencari keseimbangan antara estetika dan fungsionalitas.”

Kami melanjutkan percakapan tentang pekerjaan, tentang teknologi, tentang hal-hal yang kami sukai. Aku merasa nyaman berbicara dengannya, seperti sedang berdiskusi dengan seorang teman lama. Tapi, jauh di lubuk hatiku, aku merasakan sesuatu yang lebih.

Setelah makan siang, Raka mengantarku kembali ke kantor. Saat kami berdiri di depan lift, dia menatapku dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.

“Anya,” katanya pelan. “Aku… aku menikmati menghabiskan waktu bersamamu.”

Jantungku berdegup kencang. Aku merasa pipiku memanas. Aku tidak tahu harus menjawab apa.

“Aku juga,” gumamku akhirnya, menatap kakiku.

“Mungkin… mungkin kita bisa melakukannya lagi?”

Aku mengangkat wajahku dan menatap matanya. “Ya,” kataku, dengan senyum kecil. “Aku mau.”

Setelah hari itu, hubungan kami berkembang perlahan tapi pasti. Kami sering makan siang bersama, menonton film, dan bahkan mengerjakan proyek sampingan bersama. Aku mulai belajar memahami bahasa cinta Raka. Dia menunjukkan cintanya dengan perhatian kecil, dengan pujian yang tulus, dengan dukungan tanpa syarat.

Namun, aku masih merasa canggung. Aku merasa tidak pantas mendapatkan cintanya. Aku terlalu fokus pada logika dan kode, terlalu tidak berpengalaman dalam urusan hati. Aku takut aku akan melakukan kesalahan, aku akan merusak segalanya.

Suatu malam, saat kami sedang bekerja di apartemenku, aku akhirnya menceritakan perasaanku kepadanya.

“Raka,” kataku, suaraku bergetar. “Aku… aku tidak tahu bagaimana melakukan ini. Aku tidak tahu bagaimana menjadi pacar yang baik. Aku takut aku akan mengecewakanmu.”

Raka tersenyum lembut dan meraih tanganku. “Anya,” katanya. “Kau tidak perlu menjadi sempurna. Aku tidak mengharapkanmu untuk berubah. Aku menyukaimu apa adanya.”

Dia menarikku mendekat dan memelukku erat. “Dan,” lanjutnya, “jika kau membuat kesalahan, kita akan memperbaikinya bersama. Seperti sedang debugging sebuah program.”

Kata-katanya menenangkanku. Aku menyadari bahwa cinta tidak harus sempurna. Cinta adalah tentang belajar, tentang tumbuh bersama, tentang menerima kesalahan dan memperbaikinya bersama-sama.

Aku membalas pelukannya dan menenggelamkan wajahku di dadanya. “Terima kasih,” bisikku.

Setelah malam itu, aku mulai membuka diriku lebih banyak. Aku mulai belajar mengekspresikan perasaanku, untuk berkomunikasi dengan lebih baik, untuk menjadi lebih rentan. Aku mulai memahami bahwa cinta bukan hanya tentang logika, tapi juga tentang emosi, tentang intuisi, tentang keberanian untuk mengambil risiko.

Tentu saja, kami masih memiliki masalah. Kami masih bertengkar, kami masih salah paham. Tapi, kami selalu berusaha untuk saling memahami, untuk berkompromi, untuk memaafkan. Kami belajar untuk mendengarkan kode hati masing-masing, untuk mendeteksi bug kecil dan memperbaikinya sebelum mereka menjadi masalah besar.

Aku masih seorang programmer yang mencintai kode dan algoritma. Tapi, sekarang aku juga seorang wanita yang sedang belajar mencintai dan dicintai. Aku masih belajar bahasa pemrograman cinta, tapi aku yakin, dengan bantuan Raka, aku akan berhasil menguasainya.

Aku menatap monitor di depanku. Kode program itu sekarang terasa lebih hidup, lebih berwarna. Aku menyadari bahwa cinta dan teknologi tidak harus terpisah. Mereka bisa saling melengkapi, saling memperkaya. Seperti dua baris kode yang sempurna, yang bekerja sama untuk menciptakan sesuatu yang indah.

Dan ya, mungkin saja menemukan cinta di tumpukan kode program. Mungkin saja menemukan kebahagiaan dalam baris-baris algoritma. Asalkan kita berani membuka hati kita, untuk menerima cinta, dan untuk membiarkan cinta memperbaiki semua bug di dalam diri kita. Debugging hatiku masih terus berjalan, dan aku senang memiliki Raka di sisiku, membantu menemukan dan memperbaiki setiap kesalahan. Bersama, kami akan membangun sistem cinta yang stabil dan bahagia.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI