Algoritma Cinta: Ketika Hatimu Berpindah ke Cloud

Dipublikasikan pada: 30 May 2025 - 22:42:13 wib
Dibaca: 166 kali
Udara di ruangan co-working space terasa pengap meski AC menderu kencang. Bukan karena suhu yang tinggi, melainkan karena gugupnya hati Alana. Di depannya, layar laptop menampilkan baris-baris kode yang nyaris tak berujung. Alana, seorang programmer muda yang berbakat, sedang berjuang menyelesaikan proyek algoritma pencarian jodoh revolusioner. Proyek ini bukan sekadar pekerjaan, tapi juga harapan. Harapan untuk menemukan cinta, atau setidaknya, membantu orang lain menemukannya.

Ironisnya, Alana sendiri kesulitan menemukan pasangan. Sibuk dengan dunia digital, ia lupa caranya berinteraksi di dunia nyata. Pertemuan-pertemuan yang diatur teman selalu berakhir canggung dan membosankan. Ia merasa seperti robot yang diprogram untuk kesuksesan karir, tapi gagal total dalam hal percintaan.

“Lagi pusing, Al?” sapa suara berat dari belakangnya.

Alana menoleh dan mendapati Reyhan, desainer UI/UX yang bekerja di perusahaan yang sama. Reyhan selalu berhasil mencuri perhatiannya dengan senyumnya yang tulus dan selera humornya yang unik. Namun, Alana selalu menepis perasaan itu. Reyhan terlalu populer, terlalu ramah, terlalu… sempurna untuknya.

“Lumayan,” jawab Alana singkat, berusaha menyembunyikan kegugupannya. “Algoritma ini agak rewel. Dia maunya menganalisis data berdasarkan preferensi ideal, bukan preferensi yang jujur.”

Reyhan tertawa kecil. “Mungkin algoritmanya perlu diajak ngopi. Biar tahu kalau manusia itu kompleks, penuh kontradiksi.”

Alana tersenyum tipis. “Ide bagus. Mungkin aku harus tambahkan variabel ‘ketidaksempurnaan’ ke dalam kodenya.”

Percakapan singkat itu membuat jantung Alana berdebar lebih kencang. Ia kembali fokus ke layar, berusaha keras mengabaikan kehadiran Reyhan. Namun, aroma kopi yang dibawa Reyhan seolah sengaja menggodanya.

Hari-hari berikutnya, interaksi Alana dan Reyhan semakin intens. Mereka sering bertukar ide, saling membantu menyelesaikan masalah, dan terkadang, hanya sekadar bercanda. Alana mulai menyadari bahwa Reyhan bukan hanya sekadar pria populer yang ramah. Ia cerdas, perhatian, dan memiliki selera humor yang sama dengannya.

Suatu malam, saat mereka lembur mengerjakan proyek bersama, Reyhan tiba-tiba bertanya, “Al, kamu percaya pada algoritma cinta?”

Alana terdiam sejenak. “Entahlah. Algoritma bisa membantu mempersempit pilihan, tapi pada akhirnya, cinta itu soal perasaan, bukan data.”

Reyhan menatapnya lekat-lekat. “Jadi, kamu lebih percaya pada perasaan daripada rumus?”

Alana mengangguk. “Tentu saja. Rumus tidak bisa menjelaskan debaran jantung atau senyum yang tiba-tiba muncul saat melihat seseorang.”

Reyhan tersenyum. “Kalau begitu, bagaimana dengan perasaanku padamu?”

Alana terkejut. Ia tak menyangka Reyhan akan mengatakan itu. Jantungnya berdebar kencang, lebih cepat dari biasanya.

“Reyhan…”

“Aku tahu ini mungkin tiba-tiba, Al. Tapi aku sudah lama memperhatikamu. Aku suka caramu berpikir, semangatmu dalam bekerja, dan kejujuranmu. Aku tahu kamu mungkin tidak percaya padaku, tapi aku serius.”

Alana menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah. Ia merasa bingung. Di satu sisi, ia sangat senang mendengar pengakuan Reyhan. Di sisi lain, ia takut. Takut jika perasaan itu hanya sementara, takut jika ia tidak bisa membalas cinta Reyhan.

“Aku… aku tidak tahu harus berkata apa,” akhirnya Alana bersuara.

Reyhan meraih tangannya dan menggenggamnya lembut. “Kamu tidak perlu berkata apa-apa. Aku hanya ingin kamu tahu perasaanku. Aku tidak memaksamu untuk membalasnya sekarang. Aku akan menunggu.”

Malam itu, Alana pulang dengan perasaan campur aduk. Ia merasa seperti berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ia ingin mengikuti perasaannya dan menerima cinta Reyhan. Di sisi lain, ia takut jika semua ini hanya ilusi, hanya sebuah program yang salah perhitungan.

Beberapa hari kemudian, Alana menemukan bug dalam algoritma pencarian jodohnya. Ternyata, algoritma tersebut terlalu fokus pada kesamaan preferensi dan mengabaikan faktor-faktor lain seperti chemistry dan intuisi. Alana menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan yang sama dalam hidupnya. Ia terlalu fokus pada kriteria ideal dan mengabaikan perasaan hatinya.

Dengan tekad baru, Alana menemui Reyhan.

“Reyhan, aku minta maaf karena sudah membuatmu menunggu,” kata Alana.

Reyhan tersenyum. “Tidak masalah, Al. Aku mengerti.”

“Aku… aku juga merasakan hal yang sama padamu,” lanjut Alana. “Aku takut, tapi aku tidak ingin kehilanganmu.”

Mata Reyhan berbinar-binar. Ia meraih tangan Alana dan menggenggamnya erat.

“Al, kamu tidak akan pernah kehilangan aku. Aku akan selalu ada di sini untukmu.”

Sejak saat itu, Alana dan Reyhan menjalin hubungan yang indah. Mereka saling mendukung, saling menginspirasi, dan saling mencintai apa adanya. Alana menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprediksi oleh algoritma. Cinta sejati adalah tentang menerima ketidaksempurnaan dan merayakan perbedaan.

Proyek algoritma pencarian jodoh Alana akhirnya selesai. Namun, Alana memutuskan untuk mengubah fokusnya. Ia tidak lagi ingin menciptakan aplikasi yang mencari jodoh berdasarkan data. Ia ingin menciptakan aplikasi yang membantu orang-orang terhubung secara emosional, membangun hubungan yang sehat, dan menemukan kebahagiaan dalam diri sendiri.

Alana belajar bahwa terkadang, hatimu perlu berpindah ke cloud, ke tempat yang tak terjangkau oleh logika dan algoritma, untuk menemukan cinta sejati. Cinta yang tidak sempurna, tapi nyata. Cinta yang tidak bisa diprogram, tapi bisa dirasakan. Cinta yang mengubah segalanya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI