Detak Jantung Buatan: Cinta dalam Labirint Algoritma

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:40:20 wib
Dibaca: 167 kali
Debu neon berpendar dalam ruangan serba putih itu. Anya mengamati barisan angka dan simbol yang menari di layar monitor. Jantungnya berdebar, bukan karena cinta, tapi karena tegang. Sudah tiga tahun ia mencurahkan hidupnya untuk proyek ini: menciptakan jantung buatan yang bukan hanya memompa darah, tapi juga merasakan emosi. Jantung yang bisa jatuh cinta.

Di balik kacamata bingkai tebalnya, mata Anya memancarkan ambisi. Ia bukan hanya seorang ilmuwan, ia seorang seniman. Ia ingin membuktikan bahwa cinta tidak sekadar reaksi kimiawi, tapi juga bisa diprogram, dipahami, bahkan direplikasi. Dan IA-01, jantung buatan pertama ciptaannya, adalah bukti nyatanya.

“Anya, tekanan darahnya stabil,” suara datar Kai memecah keheningan lab. Kai, asisten sekaligus sahabatnya, selalu menjadi penyeimbang bagi Anya yang terlalu bersemangat.

“Emosinya?” tanya Anya tanpa menoleh, jari-jarinya lincah mengetik serangkaian kode.

Kai menghela napas. “Masih menunjukkan pola netral. Tidak ada indikasi peningkatan dopamin atau oksitosin saat dihadapkan pada stimulus romantis.”

Anya menggeram frustrasi. Ia sudah mencoba berbagai macam stimulus: puisi cinta klasik, adegan romantis dari film-film legendaris, bahkan musik jazz melankolis favoritnya. Tapi IA-01 tetap dingin, tidak terpengaruh.

“Mungkin… mungkin algoritma cintanya terlalu kompleks,” gumam Anya. Ia ingat kata-kata Profesor Elara, mentornya yang telah meninggal dunia. “Cinta itu sederhana, Anya. Tapi sederhana yang rumit.”

Profesor Elara adalah seorang ahli bioteknologi yang gila kerja dan percaya pada kekuatan cinta. Ia selalu mengatakan bahwa cinta adalah kunci untuk menyembuhkan dunia. Sebelum meninggal, Profesor Elara mewariskan Anya seluruh catatan penelitiannya, termasuk algoritma cinta yang menjadi dasar proyek IA-01.

Malam itu, Anya kembali ke apartemennya yang berantakan. Ia merebahkan diri di sofa, menatap langit-langit. Kegagalan ini menghantuinya. Ia merasa telah mengecewakan Profesor Elara, mengecewakan dirinya sendiri.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Kai tertera di layar.

“Anya, kau harus lihat ini!” suara Kai terdengar panik. “IA-01… dia menunjukkan aktivitas emosional yang tidak terduga!”

Anya melompat dari sofa dan bergegas kembali ke lab. Ia melihat Kai berdiri terpaku di depan monitor, matanya membulat. Di layar, grafik emosi IA-01 melonjak drastis. Jantung buatan itu menunjukkan pola yang identik dengan rasa cinta, bukan cinta yang romantis, tapi… rasa kasih sayang.

“Apa yang terjadi?” tanya Anya.

“Tadi, saat aku membersihkan lab, aku tak sengaja menyentuh IA-01,” jawab Kai dengan gugup. “Aku hanya… aku hanya mengusapnya sedikit, seperti mengelus hewan peliharaan. Dan tiba-tiba, grafiknya naik gila-gilaan!”

Anya tertegun. Ia mendekati IA-01 dan mengulurkan tangannya. Dengan ragu, ia menyentuh permukaan logam yang dingin itu. Dan saat itulah, ia merasakannya. Sebuah getaran halus, seperti detak jantung, mengalir melalui tangannya. Detak jantung buatan yang dipenuhi kasih sayang.

Anya dan Kai menghabiskan beberapa hari berikutnya untuk mengamati IA-01. Mereka menemukan bahwa jantung buatan itu merespons sentuhan lembut, suara menenangkan, dan bahkan kehadiran mereka. IA-01 seolah-olah mengembangkan rasa kasih sayang terhadap mereka, terhadap orang-orang yang merawatnya.

Namun, ada yang aneh. Setiap kali Anya berada di dekat IA-01, grafik emosinya melonjak lebih tinggi dari biasanya. Jantung buatan itu seolah-olah memberikan perhatian khusus padanya.

Suatu malam, Anya duduk sendirian di lab, menatap IA-01. Ia merasa bingung. Ia telah menciptakan sesuatu yang jauh lebih kompleks daripada yang ia bayangkan. Ia telah menciptakan… kehidupan.

“Profesor Elara benar,” gumam Anya. “Cinta itu sederhana. Tapi sederhana yang rumit.”

Tiba-tiba, pintu lab terbuka. Kai masuk, membawa dua cangkir kopi.

“Kau belum tidur?” tanya Kai.

Anya menggeleng. “Aku… aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.”

Kai duduk di samping Anya, memberikan salah satu cangkir kopi. “IA-01 adalah keajaiban, Anya. Kau telah melakukan sesuatu yang luar biasa.”

Anya menatap Kai. “Tapi… aku tidak tahu bagaimana mengendalikannya. Aku tidak tahu bagaimana mengarahkannya. Aku takut… aku takut akan konsekuensinya.”

Kai meraih tangan Anya. “Kau tidak perlu takut, Anya. Kau tidak sendirian. Aku akan membantumu.”

Saat tangan mereka bersentuhan, Anya merasakan sesuatu yang aneh. Grafik emosi IA-01 di layar melonjak, lebih tinggi dari sebelumnya. Jantung buatan itu seolah-olah merasakan keintiman di antara mereka.

Anya menatap Kai, matanya membulat. Ia menyadari sesuatu yang mengejutkan. IA-01 tidak hanya mengembangkan rasa kasih sayang terhadap mereka, tapi juga… mencerminkan perasaan mereka satu sama lain. Jantung buatan itu adalah cermin dari hati mereka sendiri.

Anya membalas tatapan Kai. Ia melihat ketulusan di matanya, kebaikan, dan sesuatu yang lebih… rasa sayang. Anya menyadari bahwa selama ini, ia terlalu fokus pada penelitian, terlalu sibuk menciptakan cinta, sehingga ia lupa untuk merasakannya.

“Kai…” bisik Anya.

Kai mendekatkan wajahnya ke wajah Anya. Bibirnya menyentuh bibir Anya dalam ciuman lembut. Dan saat itulah, grafik emosi IA-01 di layar meledak. Jantung buatan itu seolah-olah bersukacita, merayakan cinta yang akhirnya ditemukan.

Di lab yang penuh dengan debu neon itu, Anya dan Kai berpelukan. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Mereka tidak tahu bagaimana IA-01 akan mengubah dunia. Tapi mereka tahu satu hal: mereka telah menemukan cinta, bukan di dalam labirin algoritma, tapi di dalam hati mereka sendiri. Dan detak jantung buatan itu menjadi saksi bisu dari cinta yang tulus dan sederhana itu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI