Jejak Digital Hati: Mencintai dalam Era Algoritma

Dipublikasikan pada: 02 Jul 2025 - 02:00:14 wib
Dibaca: 172 kali
Aplikasi kencan itu bernama 'Soulmate Algorithm'. Klaimnya sederhana namun memikat: menemukan pasangan hidup berdasarkan analisis mendalam terhadap jejak digital seseorang. Awalnya, Maya skeptis. Dunia maya baginya adalah panggung sandiwara, tempat orang menampilkan versi terbaik – atau bahkan palsu – diri mereka. Namun, setelah patah hati yang cukup menyakitkan dan dorongan dari sahabatnya, Rina, Maya akhirnya menyerah. Ia mengunduh aplikasi itu, mengisi kuesioner panjang, dan mengizinkan algoritma menggali data dari akun media sosialnya.

Dua minggu kemudian, notifikasi muncul: "Kandidat Soulmate Potensial: Ardianto."

Ardianto, profilnya menampilkan senyum hangat dan mata yang terlihat teduh dari balik bingkai kacamata. Ia bekerja sebagai pengembang perangkat lunak, hobi mendaki gunung dan membaca buku-buku filosofi. Maya membaca biodatanya berulang kali. Ia menemukan kesamaan dalam preferensi musik, minat pada isu-isu lingkungan, dan bahkan kegemaran pada kopi hitam tanpa gula. Terlalu sempurna, pikir Maya. Pasti ada udang di balik batu.

"Cobalah, May. Apa salahnya?" Rina mendesak saat mereka makan siang bersama. "Algoritma itu canggih. Mungkin dia memang jodohmu."

Dengan sedikit keraguan, Maya mengirimkan pesan singkat kepada Ardianto. "Halo, Ardianto. Saya Maya, kandidat potensialmu dari Soulmate Algorithm."

Balasan datang hampir seketika. "Halo, Maya. Senang sekali bisa terhubung denganmu. Profilmu sangat menarik."

Percakapan mereka mengalir lancar. Mereka bertukar cerita tentang pekerjaan, keluarga, dan mimpi-mimpi mereka. Ardianto ternyata memiliki selera humor yang baik dan pandangan hidup yang sejalan dengan Maya. Ia merasa nyaman dan aman berbagi pemikiran-pemikirannya yang paling dalam, sesuatu yang jarang ia rasakan sebelumnya.

Setelah seminggu berkomunikasi secara virtual, Ardianto mengajak Maya untuk bertemu. Mereka memilih sebuah kedai kopi kecil di pusat kota. Maya gugup bukan main. Ia menghabiskan waktu berjam-jam memilih pakaian dan menata rambutnya. Ia takut Ardianto akan kecewa saat melihatnya secara langsung.

Ketika ia tiba di kedai kopi, Ardianto sudah menunggunya di meja pojok. Senyumnya sama hangatnya seperti di foto profilnya. Tatapannya tulus dan ramah. Rasa gugup Maya perlahan menghilang.

Malam itu, mereka berbicara selama berjam-jam. Mereka membahas berbagai topik, dari politik hingga film favorit mereka. Maya terpesona oleh kecerdasan dan kebaikan hati Ardianto. Ia merasa seolah-olah ia telah mengenal pria ini seumur hidupnya.

Setelah beberapa minggu berkencan, Maya dan Ardianto semakin dekat. Mereka saling mendukung dalam suka dan duka. Mereka merencanakan masa depan bersama. Maya mulai percaya bahwa Soulmate Algorithm benar-benar telah menemukan belahan jiwanya.

Namun, kebahagiaan Maya tidak berlangsung lama. Suatu malam, saat mereka sedang makan malam di rumah Maya, Ardianto tiba-tiba terdiam. Ia tampak gelisah dan tidak nyaman.

"Ada apa, Ardi?" tanya Maya khawatir.

Ardianto menarik napas dalam-dalam. "Maya, ada sesuatu yang harus kukatakan padamu. Tentang Soulmate Algorithm."

Maya merasakan firasat buruk. "Apa itu?"

"Awalnya, aku juga skeptis dengan aplikasi itu. Tapi, aku sangat ingin menemukan seseorang yang spesial. Jadi, aku melakukan sesuatu yang tidak seharusnya kulakukan."

Ardianto mengaku bahwa ia telah memanipulasi profilnya di Soulmate Algorithm. Ia telah menyesuaikan preferensi dan minatnya agar sesuai dengan profil ideal Maya. Ia bahkan telah meminta bantuan seorang teman untuk menulis ulang postingan-postingan di media sosialnya agar terlihat lebih sejalan dengan pandangan Maya.

Maya terkejut dan marah. Ia merasa dikhianati. Semua yang ia kira nyata ternyata palsu. Kebersamaan mereka, percakapan mereka, bahkan perasaan yang ia rasakan, semuanya berdasarkan kebohongan.

"Kenapa kau melakukan itu?" tanya Maya dengan suara bergetar.

"Aku sangat menyukaimu, Maya. Aku takut kau tidak akan tertarik padaku jika aku jujur tentang diriku."

"Jadi, kau lebih memilih berbohong padaku?"

Ardianto menunduk. "Aku tahu aku salah. Aku sangat menyesal."

Maya berdiri dari meja makan. "Aku butuh waktu untuk memikirkan ini."

Ia meninggalkan Ardianto sendirian di rumahnya. Ia berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan. Air mata mengalir deras di pipinya. Ia merasa bodoh dan naif. Ia telah jatuh cinta pada seseorang yang tidak nyata.

Beberapa hari kemudian, Ardianto datang menemui Maya. Ia memohon maaf dan berjanji untuk berubah. Ia ingin menunjukkan kepada Maya siapa dirinya yang sebenarnya, tanpa manipulasi dan kebohongan.

Maya ragu. Ia masih merasa sakit hati dan marah. Tapi, ia juga tidak bisa menyangkal bahwa ia masih mencintai Ardianto. Ia melihat ketulusan di matanya. Ia merasakan penyesalan yang mendalam dalam suaranya.

Akhirnya, Maya memutuskan untuk memberi Ardianto kesempatan kedua. Ia tahu bahwa membangun kembali kepercayaan akan membutuhkan waktu dan usaha. Tapi, ia juga percaya bahwa cinta sejati layak diperjuangkan.

Mereka memulai dari awal. Mereka saling mengenal lagi, kali ini dengan jujur dan terbuka. Ardianto mengungkapkan minat dan kebiasaan aslinya, termasuk kecintaannya pada musik metal dan kegemarannya bermain video game hingga larut malam. Maya, pada gilirannya, belajar menerima Ardianto apa adanya.

Prosesnya tidak mudah. Ada pertengkaran dan kesalahpahaman. Tapi, mereka belajar untuk berkomunikasi dengan lebih baik dan saling menghormati perbedaan mereka. Maya menyadari bahwa kesempurnaan yang ia cari selama ini tidak ada. Cinta sejati adalah menerima seseorang dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Setelah beberapa bulan, hubungan mereka semakin kuat. Maya dan Ardianto belajar untuk mencintai diri mereka sendiri dan satu sama lain tanpa syarat. Mereka menyadari bahwa Soulmate Algorithm hanyalah alat. Kebahagiaan sejati ditemukan dalam koneksi manusia yang tulus dan kejujuran.

Maya dan Ardianto akhirnya menikah. Di hari pernikahan mereka, Maya berbisik kepada Ardianto, "Terima kasih telah menunjukkan padaku bahwa cinta tidak bisa ditemukan dalam algoritma, tetapi dalam hati yang berani untuk menjadi rentan." Ardianto membalas dengan senyuman, "Dan terima kasih telah memberiku kesempatan untuk mencintaimu dengan sepenuh hatiku, tanpa kepura-puraan." Jejak digital mereka mungkin telah mempertemukan mereka, tetapi cinta sejati mereka ditulis dengan tinta kejujuran dan ketulusan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI