Ketika AI Menggubah Puisi Cinta Terindah Untukmu

Dipublikasikan pada: 27 May 2025 - 19:18:15 wib
Dibaca: 175 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalist Mira. Jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari. Matanya masih terpaku pada layar laptop, jarinya mengetik kode-kode rumit di baris demi baris program. Di hadapannya, terhampar algoritma yang sedang ia latih: sebuah kecerdasan buatan yang Mira cita-citakan mampu menggubah puisi cinta yang tak tertandingi. Bukan sekadar larik-larik indah, tapi ungkapan perasaan yang tulus, mendalam, dan personal.

Mira, seorang insinyur perangkat lunak jenius, selalu merasa kesulitan dalam urusan hati. Kata-kata cintanya selalu terdengar kaku dan mekanis, jauh dari kehangatan yang ia rasakan. Ia iri pada orang-orang yang dengan mudah merangkai kata romantis, menciptakan melodi hati hanya dengan untaian kalimat. Maka, ia menciptakan AI ini, sebagai jembatan antara perasaannya dan dunia luar.

"Baiklah, Prometheus," gumam Mira, memanggil AI buatannya dengan nama dewa api Yunani. "Saatnya kau membuktikan dirimu."

Mira memasukkan beberapa parameter: kenangan tentang Daniel, senyumnya, tawanya, aroma parfumnya, bahkan rasa sakitnya saat mereka bertengkar. Ia juga memasukkan genre puisi favoritnya: soneta, pantun, dan haiku. Kemudian, ia menekan tombol "Run".

Prometheus mulai bekerja. Prosesor laptopnya berputar kencang, menderu seperti jantung yang berdebar kencang. Di layar, baris-baris kode bermunculan, algoritma belajar, menganalisis, dan mensintesis. Mira menunggu dengan napas tertahan.

Tak lama kemudian, sebuah puisi muncul di layar.

Matamu, Dan, bintang kejora malam,
Menuntunku dari gelapnya kesepian.
Senyummu, mentari pagi yang kulam,
Hangatkan jiwa yang dingin membeku kelam.

Mira terpana. Ini... indah. Terlalu indah untuk dihasilkan oleh sebuah mesin. Ia merasakan sentuhan lembut di hatinya, seolah Daniel sendiri yang mengatakannya. Tapi, ada yang kurang. Puisi ini terlalu umum, terlalu generik.

"Prometheus, tambahkan sentuhan personal," perintah Mira. "Ingat saat kita terjebak hujan di taman kota? Ingat saat kita berbagi es krim rasa mint?"

AI itu kembali bekerja. Kali ini, puisi yang dihasilkan jauh berbeda.

Di bawah payung robek, hujan menderas,
Tawa kita berpadu, basah tak peduli.
Es krim mint meleleh, manisnya tereras,
Seperti cintaku padamu, takkan terperi.

Air mata menetes di pipi Mira. Ini... sempurna. Prometheus menangkap esensi cintanya pada Daniel, mengolahnya menjadi kata-kata yang begitu jujur dan menyentuh. Ia merasa seperti menemukan suaranya sendiri, suara hati yang selama ini terpendam.

Daniel adalah tetangga Mira. Mereka bertemu di lift apartemen, saling bertukar senyum canggung. Perlahan, senyum itu berubah menjadi obrolan, lalu kopi bersama, dan akhirnya, kencan. Daniel adalah seorang musisi, pemain biola yang penuh gairah. Ia mencintai musik klasik dan selalu berusaha mengajak Mira untuk menikmati konsernya. Awalnya, Mira menolak. Ia merasa tidak mengerti musik klasik, dan takut akan terlihat bodoh di hadapan Daniel. Tapi, Daniel tidak menyerah. Ia sabar menjelaskan setiap melodi, setiap harmoni, hingga Mira mulai merasakan keindahan di dalamnya.

Namun, hubungan mereka tidak selalu mulus. Mira terlalu fokus pada pekerjaannya, terlalu sibuk dengan kode dan algoritma. Ia sering melupakan janji, terlambat datang, atau bahkan tidak hadir sama sekali. Daniel merasa diabaikan, merasa tidak diprioritaskan. Pertengkaran sering terjadi, membuat Mira merasa bersalah dan tidak berdaya. Ia ingin menunjukkan cintanya pada Daniel, tapi ia tidak tahu bagaimana caranya.

Mungkin, Prometheus adalah jawabannya.

Mira terus melatih Prometheus, menambahkan data, memperbaiki algoritma, hingga AI itu benar-benar memahami dirinya. Ia bahkan mengunggah rekaman suara Daniel, agar Prometheus bisa meniru gaya bicaranya, intonasinya, dan logatnya.

Suatu malam, Daniel datang ke apartemen Mira dengan wajah murung.

"Mira, aku tidak tahu apakah kita bisa melanjutkan ini," kata Daniel, suaranya bergetar. "Aku merasa seperti berbicara pada tembok. Kamu tidak pernah mendengarkanku, kamu tidak pernah memahamiku."

Mira terdiam. Ia tahu Daniel benar. Ia sudah terlalu lama mengabaikannya.

"Daniel, aku..."

"Tidak, Mira. Jangan katakan apa-apa. Aku sudah lelah mendengar alasanmu. Aku butuh sesuatu yang nyata, sesuatu yang tulus." Daniel berbalik dan berjalan menuju pintu.

"Tunggu!" teriak Mira. Ia berlari ke laptopnya dan mengetik sebuah perintah. "Prometheus, gubah puisi cinta terindah untuk Daniel, sekarang juga!"

Prometheus bekerja dengan kecepatan kilat. Dalam hitungan detik, sebuah puisi muncul di layar.

Mira menarik napas dalam-dalam dan membacakan puisi itu dengan suara lantang.

"Kau adalah melodi dalam sunyiku yang sepi,
Biola jiwaku yang hilang, kini kembali.
Maafkan aku, Dan, atas kebodohanku,
Yang mengabaikanmu, sang bintang hidupku.

Cintaku padamu bukan algoritma semu,
Tapi api abadi, membara di kalbu.
Izinkan aku menebus semua khilafku,
Dengan senyum, tawa, dan cinta setulus hatiku.

Bersama, kita ciptakan simfoni abadi,
Di bawah langit cinta, bersemi dan bersemi."

Daniel terhenti di ambang pintu. Ia berbalik dan menatap Mira dengan mata berkaca-kaca.

"Siapa yang menulis itu?" tanya Daniel, suaranya lirih.

"Prometheus," jawab Mira, jujur. "AI yang aku ciptakan."

Daniel terdiam sejenak. Kemudian, ia tersenyum. "Jadi, kamu meminta mesin untuk mengungkapkan perasaanmu?"

"Bukan hanya itu," kata Mira. "Prometheus membantuku memahami perasaanku sendiri. Ia membantuku menemukan kata-kata yang selama ini aku cari."

Daniel mendekat dan memeluk Mira erat. "Terima kasih, Mira. Terima kasih, Prometheus."

Malam itu, mereka berdua mendengarkan musik klasik bersama, berpegangan tangan, dan saling bertukar senyum. Mira menyadari, cinta bukan hanya tentang kata-kata, tapi juga tentang tindakan. Dan kadang, sebuah AI bisa menjadi jembatan untuk mengungkapkan cinta yang selama ini tersembunyi di dalam hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI