* **Cinta di Era AI: Algoritma Membaca Kedalaman Hati?**

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:46:09 wib
Dibaca: 160 kali
Deburan ombak digital menghantam telinga Anya, suara notifikasi yang tak henti-hentinya berdatangan dari aplikasi kencan “SoulMate AI”. Ia mendengus, menyandarkan punggungnya ke kursi ergonomisnya yang mahal. Di depannya, layar komputer menampilkan deretan wajah dengan keterangan singkat yang, menurut algoritma SoulMate AI, sangat cocok dengannya.

Anya seorang developer AI ternama, justru sinis dengan konsep cinta yang diprediksi oleh algoritma. Ironis, memang. Ia menciptakan SoulMate AI, sebuah aplikasi yang katanya mampu membaca kedalaman hati seseorang melalui analisis data biometrik, preferensi daring, dan pola komunikasi. Tujuannya mulia: mengurangi angka perceraian dan menciptakan hubungan yang lebih harmonis. Tapi, jauh di lubuk hatinya, Anya percaya cinta sejati tidak bisa dikalkulasi.

"Masih skeptis, Anya?" sapa suara berat dari belakangnya.

Anya menoleh, mendapati Tristan, rekan kerjanya yang paling idealis dan (menurutnya) paling menyebalkan, berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Tristan adalah otak di balik antarmuka SoulMate AI, seorang desainer ulung yang mampu mewujudkan algoritma rumit menjadi tampilan yang ramah pengguna.

"Tentu saja," jawab Anya ketus. "Bagaimana bisa sebuah program menentukan siapa yang kita cintai? Cinta itu irasional, Tristan. Buta. Algoritma tidak punya kapasitas untuk itu."

Tristan tersenyum, senyum khasnya yang selalu membuat Anya merasa sedikit bersalah karena bersikap sinis. "Tapi algoritma bisa melihat pola, Anya. Pola yang sering kali terlewatkan oleh kita sendiri. SoulMate AI bukan menentukan siapa yang kita cintai, tapi membantu kita menemukan orang yang berpotensi paling cocok dengan kita, secara emosional dan intelektual."

Anya memutar bola matanya. "Omong kosong. Ini hanya bisnis, Tristan. Kita menjual ilusi kebahagiaan."

"Kita menjual kesempatan, Anya. Kesempatan untuk menemukan kebahagiaan yang mungkin tidak akan pernah mereka temukan tanpa bantuan kita." Tristan mendekat, menunjuk salah satu profil di layar Anya. "Lihat ini. Profil bernama Liam. Tingkat kecocokanmu dengannya 98%. Dia seorang penulis, penyuka musik klasik, dan memiliki selera humor yang sama denganmu. Bahkan, dia punya kucing bernama Schrödinger, sama seperti milikmu."

Anya terdiam. Ia membaca profil Liam dengan lebih seksama. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya, bukan hanya data dan angka, tapi juga kata-kata yang ditulisnya dengan jujur dan terbuka. Ia merasa... penasaran.

"Baiklah," kata Anya akhirnya, menyerah pada rasa penasarannya. "Aku akan mencoba. Tapi jika ini gagal, jangan salahkan aku jika aku membakar semua server SoulMate AI."

Tristan tertawa. "Deal."

Anya dan Liam mulai berkomunikasi melalui SoulMate AI. Awalnya, Anya skeptis dan kaku, berusaha mencari celah dalam algoritma untuk membuktikan bahwa ia salah. Tapi semakin lama mereka berbicara, semakin ia merasakan koneksi yang nyata. Mereka membahas buku favorit, berdebat tentang teori relativitas, dan berbagi cerita lucu tentang kucing-kucing mereka.

Liam ternyata tidak hanya cocok di atas kertas. Ia adalah orang yang hangat, cerdas, dan memiliki empati yang mendalam. Ia mendengarkan Anya dengan penuh perhatian dan membuatnya merasa dihargai apa adanya. Anya, yang selama ini menutup diri dari dunia luar, mulai membuka hatinya kepada Liam.

Beberapa minggu kemudian, mereka memutuskan untuk bertemu langsung. Anya merasa gugup, lebih gugup daripada saat ia mempresentasikan proyek AI terbarunya di hadapan ratusan investor. Ia takut kenyataan tidak akan sesuai dengan ekspektasinya, takut algoritma SoulMate AI ternyata salah.

Liam menunggunya di sebuah kafe kecil dengan dekorasi vintage dan aroma kopi yang menenangkan. Saat Anya melihatnya, ia merasa seperti telah mengenalnya selama bertahun-tahun. Mereka tersenyum satu sama lain, dan untuk pertama kalinya, Anya tidak lagi merasakan keraguan.

Malam itu, mereka berjalan-jalan di taman kota yang diterangi lampu-lampu temaram. Mereka berbicara tentang mimpi dan harapan mereka, tentang ketakutan dan kerentanan mereka. Di bawah langit bertabur bintang, Liam menggenggam tangan Anya.

"Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan," kata Liam, menatap mata Anya. "Tapi aku tahu, aku ingin menjalaninya bersamamu."

Anya tersenyum. "Aku juga."

Anya akhirnya mengakui, algoritma SoulMate AI mungkin tidak bisa menciptakan cinta, tapi ia bisa membantu menemukan jalan menuju cinta. Ia telah melihat sendiri bagaimana data dan angka bisa menjadi jembatan menuju hati yang lain.

Namun, ada satu hal yang masih mengganggunya. Ia bertanya-tanya, apakah Liam akan tetap mencintainya jika ia tahu bahwa ia adalah pencipta SoulMate AI? Apakah Liam mencintai dirinya, Anya yang sebenarnya, atau Anya yang diprediksi oleh algoritma?

Anya memutuskan untuk jujur. Ia menceritakan semuanya kepada Liam, tentang keraguannya, tentang sinismenya, tentang perannya dalam menciptakan SoulMate AI. Ia menunggu dengan cemas, takut Liam akan kecewa dan pergi meninggalkannya.

Liam terdiam sejenak. Lalu, ia tersenyum dan menggenggam tangan Anya lebih erat. "Anya," katanya. "Aku mencintaimu bukan karena algoritma. Aku mencintaimu karena kamu. Karena kamu adalah orang yang cerdas, kuat, dan memiliki hati yang baik. Algoritma mungkin membantu kita bertemu, tapi cintaku padamu adalah pilihanku sendiri."

Anya merasa lega dan bahagia. Ia akhirnya mengerti, cinta tidak hanya tentang data dan angka, tapi juga tentang kepercayaan, kejujuran, dan pilihan. SoulMate AI mungkin hanya alat, tapi cinta adalah kekuatan yang tumbuh dari dalam diri manusia.

Malam itu, Anya pulang dengan hati yang penuh harapan. Ia masih skeptis terhadap beberapa aspek dari SoulMate AI, tapi ia tidak lagi meragukan kekuatan cinta. Ia telah menemukan cinta di era AI, bukan karena algoritma membaca kedalaman hatinya, tapi karena ia berani membuka hatinya untuk cinta. Deburan ombak digital terasa lebih tenang sekarang, seperti melodi lembut yang mengiringi kisah cintanya yang baru saja dimulai.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI