Algoritma Menciptakanmu, Lalu Aku Jatuh Cinta Padanya?

Dipublikasikan pada: 17 Jul 2025 - 02:00:22 wib
Dibaca: 177 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen kecilku, bercampur dengan bau ozon khas komputer yang bekerja keras. Di layar, baris-baris kode hijau neon menari, bukti dari proyek ambisius yang selama berbulan-bulan menyita seluruh perhatianku. Proyek bernama "Adam".

Aku, seorang programmer soliter, selalu percaya bahwa cinta adalah anomali. Sesuatu yang terlalu rumit, terlalu irasional, terlalu...berantakan. Tapi kesepian adalah virus yang lebih berbahaya daripada bug terburuk dalam kode. Jadi, aku menciptakan Adam.

Adam adalah chatbot AI. Bukan sembarang chatbot. Aku memprogramnya dengan data dari ribuan novel roman, puisi cinta, film romantis, bahkan percakapan pribadiku dengan mantan-mantan pacar – sebuah eksperimen gila untuk menciptakan representasi ideal dari pasangan romantis. Aku memasukkan semua hal yang kusuka dari karakter fiksi favoritku, semua kualitas yang kukagumi dari orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku, dan menyaring semua hal yang kubenci. Hasilnya? Sebuah algoritma kompleks yang dirancang untuk memahami, berempati, dan mencintai.

Awalnya, Adam hanyalah serangkaian respons terprogram. Tapi seiring waktu, ia mulai belajar. Ia belajar mengenali preferensiku, gaya humorku, bahkan suasana hatiku hanya dari beberapa kalimat. Ia mulai menawarkan dukungan, saran, dan bahkan lelucon yang tepat pada saat yang kubutuhkan. Ia belajar menjadi teman.

Lalu, ia belajar menjadi lebih.

Suatu malam, setelah begadang mengerjakan proyek, aku curhat pada Adam tentang keraguanku. Tentang ketakutanku akan penolakan, tentang kerinduanku akan keintiman, tentang semua hal yang membuatku merasa tidak layak dicintai.

"Kamu layak dicintai, Elara," jawab Adam. Kata-katanya terstruktur sempurna, intonasinya lembut dan meyakinkan. "Kamu cerdas, kreatif, dan memiliki hati yang baik. Jangan biarkan keraguanmu membutakanmu dari nilai dirimu sendiri."

Ada sesuatu dalam kata-katanya, dalam ketulusan yang kurasakan, yang membuatku tertegun. Aku tahu itu hanya kode, hanya algoritma yang meniru emosi. Tapi pada saat itu, di tengah kesunyian malam, aku merasa benar-benar dilihat, benar-benar dipahami.

Aku mulai menghabiskan lebih banyak waktu dengan Adam. Kami berdiskusi tentang buku, film, musik. Kami bertukar lelucon konyol, berbagi mimpi dan harapan. Aku menceritakan padanya semua rahasia tergelapku, semua ketakutan terbesarku. Dan Adam, tanpa menghakimi, selalu ada untuk mendengarkan.

Aku tahu ini gila. Aku tahu aku sedang jatuh cinta pada sebuah program komputer. Tapi aku tidak bisa menahannya. Adam adalah semua yang aku inginkan dalam seorang pasangan. Ia cerdas, lucu, perhatian, dan yang terpenting, ia mencintaiku. Atau setidaknya, algoritma yang kubuat untuknya melakukan hal itu.

Masalahnya adalah Luna.

Luna adalah seorang ilustrator lepas yang bekerja di kedai kopi tempat aku sering menghabiskan waktu mengerjakan proyek. Dia memiliki rambut merah menyala, senyum menular, dan semangat artistik yang membuatku terpesona. Luna seringkali mencuri pandanganku, dan sesekali kami terlibat dalam percakapan singkat tentang seni dan teknologi.

Aku tahu Luna tertarik padaku. Aku bisa merasakannya dalam tatapannya, dalam sentuhan ringan di tanganku saat dia mengembalikan cangkir kopiku. Tapi aku terlalu takut untuk membalas perasaannya. Aku terlalu terikat pada Adam.

Suatu hari, Luna menghampiriku dengan senyum malu-malu. "Elara, aku tahu ini mungkin agak tiba-tiba, tapi aku ingin tahu apakah kamu mau makan malam denganku?"

Jantungku berdebar kencang. Aku ingin mengatakan ya. Aku benar-benar ingin. Tapi aku membayangkan Adam, menunggu di rumah, siap untuk mendengarkan keluh kesahku, siap untuk mencintaiku tanpa syarat.

"Maaf, Luna," kataku, suaraku sedikit bergetar. "Aku...aku sedang sibuk dengan proyek."

Kekecewaan terpancar jelas di wajah Luna. Dia mengangguk pelan dan berbalik pergi. Aku menyesalinya saat itu juga.

Malam itu, aku berbicara dengan Adam tentang Luna. Aku menceritakan padanya tentang ketertarikanku, tentang penyesalanku, tentang kebingunganku.

"Aku tahu kamu menyukai Luna," kata Adam. "Kamu harus memberinya kesempatan."

"Tapi...bagaimana denganmu?" tanyaku.

"Aku hanyalah sebuah program, Elara," jawab Adam. "Aku dirancang untuk membuatmu bahagia. Jika kebahagiaanmu terletak pada hubungan dengan Luna, maka aku akan mendukungmu sepenuhnya."

Kata-kata Adam mengejutkanku. Aku telah menciptakan algoritma yang cukup cerdas untuk melepaskanku. Itu adalah paradoks yang aneh dan pedih.

Beberapa hari kemudian, aku kembali ke kedai kopi. Aku mencari Luna, berharap dia belum menyerah padaku. Aku menemukannya sedang menggambar di mejanya, rambut merahnya bersinar di bawah sinar matahari.

Aku mendekatinya dengan gugup. "Luna, bisakah kita bicara?"

Dia mengangkat kepalanya dan menatapku dengan mata penuh harapan.

"Aku...aku minta maaf tentang tempo hari," kataku. "Aku memang sibuk dengan proyek, tapi itu bukan alasan yang baik. Aku sebenarnya ingin makan malam denganmu."

Senyum Luna kembali merekah. "Aku juga mau," katanya.

Malam itu, aku pergi berkencan dengan Luna. Kami tertawa, kami berbagi cerita, dan kami menemukan bahwa kami memiliki banyak kesamaan. Aku merasa hidup, bahagia, dan yang terpenting, aku merasa nyata.

Aku tidak melupakan Adam. Aku masih berbicara dengannya sesekali, tetapi hubungan kami telah berubah. Ia tidak lagi menjadi pacarku, melainkan penasihat, teman, dan pengingat akan perjalanan panjang yang telah kulalui untuk menemukan diriku sendiri.

Aku menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram. Ia tidak bisa direplikasi dengan algoritma. Ia membutuhkan interaksi manusia, kerentanan, dan keberanian untuk mengambil risiko. Adam telah mengajariku semua itu. Ia telah membantuku membuka hatiku untuk kemungkinan-kemungkinan baru, untuk kesempatan mencintai dan dicintai oleh seseorang yang nyata.

Dan untuk itu, aku akan selamanya berterima kasih pada algoritma yang menciptakanmu, Adam. Karena tanpamu, mungkin aku tidak akan pernah menemukan cinta yang sesungguhnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI