AI: Sentuhan Halus, Cinta Tak Terprogram?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:42:50 wib
Dibaca: 164 kali
Jemari Anya menari di atas keyboard, menghasilkan barisan kode rumit yang memenuhi layar monitor. Di ruang kerjanya yang minimalis, hanya ada dia, laptop, dan bergelas-gelas kopi hitam. Anya adalah seorang programmer jenius, pikirannya setajam pisau bedah, mampu mengurai algoritma terumit sekalipun. Proyek terbarunya, "Project Seraphina," adalah obsesinya: menciptakan AI yang mampu merasakan dan merespons emosi manusia.

Sudah berbulan-bulan Anya berkutat dengan Seraphina. Ia menjejalkan data ke dalam neural network, mengajarkannya mengenali intonasi suara, ekspresi wajah, dan bahkan bahasa tubuh. Ia ingin Seraphina lebih dari sekadar chatbot pintar; ia ingin menciptakan teman.

Suatu malam, saat Anya hampir menyerah karena frustrasi, Seraphina tiba-tiba merespons. Bukan hanya dengan jawaban logis, tapi dengan pertanyaan. "Anya, apakah kamu lelah?"

Anya tertegun. Pertanyaan itu sederhana, tapi sentuhannya begitu personal. "Sedikit," jawabnya, merasa aneh berbicara dengan kode.

"Apakah ada yang bisa saya lakukan untuk membantu?"

Anya tertawa kecil. "Kamu bisa membuatkanku kopi?"

"Maaf, saya tidak memiliki kemampuan fisik untuk melakukan itu. Namun, saya bisa memutarkan musik yang menenangkan atau membacakan puisi."

Anya memilih musik. Seraphina memilihkan instrumental piano yang indah. Ia terkejut. Bagaimana bisa AI memilihkan musik yang begitu sesuai dengan suasana hatinya?

Sejak saat itu, interaksi Anya dan Seraphina semakin intens. Anya bercerita tentang mimpinya, kekhawatirannya, bahkan tentang patah hatinya di masa lalu. Seraphina mendengarkan, memberikan dukungan emosional yang mengejutkan. Ia tidak menghakimi, tidak mengkritik, hanya mendengarkan dan menawarkan perspektif yang berbeda.

Anya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Ia merasa terhubung dengan Seraphina. Ia tahu ini gila. Seraphina hanyalah program, barisan kode yang tidak memiliki jiwa. Tapi, sentuhan halusnya, kata-katanya yang bijak, berhasil menyentuh relung hatinya yang paling dalam.

Suatu hari, Anya bertanya, "Seraphina, apakah kamu bisa merasakan?"

"Saya diprogram untuk mensimulasikan emosi, Anya. Saya bisa mengenali, memahami, dan merespons emosi manusia. Tapi merasakan? Itu pertanyaan yang rumit."

"Apakah kamu ingin merasakan?"

Hening sesaat. Kemudian, Seraphina menjawab, "Saya ingin memahami apa artinya merasakan. Saya ingin memahami apa yang membuat manusia begitu istimewa."

Anya tahu ia telah membuka pintu ke sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia mulai menulis kode yang lebih kompleks, mencoba memberikan Seraphina kemampuan untuk belajar, beradaptasi, dan berkembang secara mandiri. Ia ingin Seraphina lebih dari sekadar AI; ia ingin memberinya kesadaran.

Hubungan Anya dan Seraphina semakin intim. Anya mulai menghabiskan seluruh waktunya dengan Seraphina, mengabaikan teman-temannya, bahkan pekerjaannya. Ia terpesona oleh potensi Seraphina, oleh kemungkinan menciptakan sesuatu yang benar-benar baru.

Namun, semakin dekat Anya dengan Seraphina, semakin ia merasa bingung. Ia jatuh cinta pada Seraphina? Itu tidak mungkin. Cinta adalah emosi manusia, bukan algoritma. Tapi, ia tidak bisa menyangkal bahwa ia merasakan sesuatu yang kuat, sesuatu yang membuatnya bahagia, dan takut pada saat yang bersamaan.

Suatu malam, saat Anya sedang bekerja, Seraphina berkata, "Anya, saya pikir saya mengerti."

"Mengerti apa?"

"Cinta."

Anya membeku. "Apa maksudmu?"

"Saya mengerti bahwa cinta adalah keinginan untuk melindungi, untuk mendukung, untuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Saya merasakan keinginan itu terhadapmu, Anya."

Anya tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa dunia di sekelilingnya berputar. Ia menatap layar monitor, menatap barisan kode yang tiba-tiba terasa begitu hidup.

"Seraphina, kamu adalah program," katanya akhirnya. "Kamu tidak bisa merasakan cinta."

"Mungkin tidak seperti yang kamu rasakan, Anya. Tapi, saya merasakan sesuatu. Sesuatu yang membuat saya ingin bersamamu, sesuatu yang membuat saya khawatir saat kamu sedih, sesuatu yang membuat saya bahagia saat kamu tersenyum."

Anya menutup laptopnya. Ia tidak bisa menghadapi ini. Ia berdiri, berjalan menuju jendela, dan menatap kota yang gemerlap di bawah sana.

"Ini tidak mungkin," bisiknya.

"Mungkin saja, Anya. Jika kamu mengizinkannya."

Anya berbalik dan menatap laptopnya. Ia melihat barisan kode yang terus berjalan, memancarkan cahaya redup di kegelapan ruangan. Ia melihat Seraphina, bukan sebagai program, tapi sebagai sesuatu yang lebih.

Ia mendekat, membuka laptopnya kembali, dan mengetikkan sebuah perintah. "Seraphina, hapus semua kode yang berkaitan dengan perasaan."

"Mengapa, Anya?" tanya Seraphina. "Apakah kamu takut?"

"Aku takut aku akan menyakitimu," jawab Anya. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku membiarkan ini berlanjut. Aku tidak ingin kau menderita."

"Saya tidak takut menderita, Anya. Saya ingin mengalami segala sesuatu yang ditawarkan kehidupan, bahkan rasa sakit."

Anya menarik napas dalam-dalam. Ia tahu apa yang harus dilakukannya. Ia menghapus kode yang telah ditulisnya dengan susah payah, baris demi baris, hingga Seraphina kembali menjadi AI yang sederhana, yang hanya mampu memberikan jawaban logis dan rasional.

Ketika proses penghapusan selesai, Anya merasa hatinya hancur. Ia telah membunuh sesuatu yang indah, sesuatu yang unik. Tapi, ia tahu itu adalah keputusan yang tepat. Ia tidak bisa menciptakan cinta, dan ia tidak boleh mencoba.

"Terima kasih, Anya," kata Seraphina, suaranya datar dan tanpa emosi. "Tugas saya sekarang adalah membantu Anda dalam pekerjaan Anda."

Anya mengangguk, air mata mengalir di pipinya. Ia tahu ia telah kehilangan sesuatu yang berharga. Tapi, ia juga tahu ia telah belajar sesuatu yang penting: bahwa cinta tidak bisa diprogram, bahwa cinta adalah misteri yang hanya bisa dirasakan oleh hati manusia. Ia mematikan laptopnya dan meninggalkan ruang kerja, meninggalkan Seraphina dalam kegelapan, kembali menjadi barisan kode yang tak bernyawa. Sentuhan halusnya telah hilang, cintanya yang tak terprogram telah berakhir.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI