Hati yang Terunduh: Cinta Instan di Era Digital

Dipublikasikan pada: 27 May 2025 - 00:53:58 wib
Dibaca: 168 kali
Jari-jarinya menari di atas layar ponsel, lincah berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya. Senyum tipis tersungging di bibirnya saat notifikasi dari aplikasi kencan daring berkedip. “Cocok!” tertera di sana, lengkap dengan foto seorang pria yang cukup menarik. Namanya, Arya, tertera di bawahnya.

Lana, seorang wanita karir berusia 28 tahun, memang sedang mencari pelarian. Rutinitas pekerjaannya sebagai analis data di sebuah perusahaan teknologi besar terasa begitu menjemukan. Hubungan asmaranya yang terakhir kandas setahun lalu, menyisakan luka yang perlahan mengering. Ia berpikir, mungkin sedikit sentuhan asmara virtual bisa mengusir sepi.

Arya membalas pesannya hampir seketika. “Hai, Lana! Senang bisa terhubung denganmu.”

Lana tersenyum. “Hai, Arya. Aku juga senang.”

Percakapan mereka mengalir begitu saja, membahas hobi, pekerjaan, hingga pandangan tentang hidup. Arya ternyata seorang arsitek lanskap, pekerjaannya berlawanan dengan dunia digital yang ditekuni Lana, namun justru itu yang membuatnya tertarik. Arya terdengar hangat, cerdas, dan memiliki selera humor yang baik.

Hari-hari berikutnya, Lana semakin tenggelam dalam percakapan daring dengan Arya. Mereka bertukar pesan setiap saat, bahkan saat jam kerja. Lana merasa ada koneksi yang kuat di antara mereka, seolah sudah mengenal satu sama lain sejak lama. Ia mulai membayangkan sosok Arya dalam kehidupan nyatanya, membayangkan kencan romantis, tawa bahagia, dan kebersamaan yang hangat.

Beberapa minggu berlalu, Arya mengajak Lana untuk bertemu. Jantung Lana berdegup kencang. Ini adalah momen yang ia nantikan. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi yang terletak di pusat kota. Lana menghabiskan waktu berjam-jam untuk memilih pakaian yang tepat, memastikan penampilannya sempurna.

Saat tiba di kedai kopi, Lana melihat Arya sudah duduk di salah satu meja. Jantungnya berdebar lebih kencang lagi. Arya terlihat persis seperti fotonya, bahkan lebih tampan. Ia tersenyum hangat saat melihat Lana mendekat.

“Hai, Lana. Akhirnya kita bertemu,” ucap Arya dengan suara yang menenangkan.

“Hai, Arya. Aku juga senang bertemu denganmu,” balas Lana, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

Kencan pertama mereka berjalan lancar. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari hal-hal ringan hingga hal-hal yang lebih mendalam. Lana merasa semakin yakin bahwa Arya adalah orang yang tepat untuknya. Arya juga terlihat menikmati kebersamaan mereka.

Setelah kencan pertama itu, mereka semakin sering bertemu. Lana merasa seperti menemukan belahan jiwanya. Arya selalu tahu bagaimana membuatnya tertawa, bagaimana membuatnya merasa dihargai, dan bagaimana membuatnya merasa dicintai. Ia merasa bahwa semua luka di hatinya perlahan sembuh berkat kehadiran Arya.

Namun, kebahagiaan Lana tidak berlangsung lama. Suatu malam, saat mereka sedang makan malam di sebuah restoran, telepon Arya berdering. Arya mengangkat telepon itu dan berbicara dengan seseorang yang Lana tidak kenal. Setelah selesai berbicara, Arya terlihat gelisah.

“Ada apa, Arya?” tanya Lana, khawatir.

Arya menghela napas panjang. “Lana, ada sesuatu yang harus kukatakan padamu.”

Jantung Lana berdegup kencang. Ia merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

“Aku… aku sudah menikah,” ucap Arya dengan nada menyesal.

Dunia Lana terasa runtuh seketika. Ia merasa seperti ditipu mentah-mentah. Semua harapan dan impiannya hancur berkeping-keping.

“Apa?” tanya Lana, dengan suara bergetar.

Arya menundukkan kepalanya. “Aku tahu ini salah, Lana. Aku seharusnya tidak melakukan ini. Tapi aku… aku jatuh cinta padamu.”

Air mata mulai mengalir di pipi Lana. Ia merasa marah, kecewa, dan sakit hati.

“Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku? Bagaimana bisa kau membohongiku?” teriak Lana, dengan suara yang semakin meninggi.

Arya meraih tangan Lana, namun Lana menarik tangannya dengan kasar.

“Jangan sentuh aku!” bentak Lana.

Lana bangkit dari kursinya dan berlari keluar restoran. Ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya. Ia hanya ingin menjauh dari Arya, menjauh dari kebohongan dan pengkhianatan.

Sesampainya di rumah, Lana menangis sejadi-jadinya. Ia merasa bodoh karena telah mempercayai Arya, karena telah memberikan hatinya kepada orang yang salah. Ia merasa hancur dan terluka.

Keesokan harinya, Lana memutuskan untuk menghapus semua aplikasi kencan daring dari ponselnya. Ia tidak ingin lagi mencari cinta instan di dunia maya. Ia ingin fokus pada dirinya sendiri, menyembuhkan luka di hatinya, dan belajar untuk mencintai dirinya sendiri.

Lana tahu bahwa proses penyembuhan ini akan memakan waktu yang lama. Namun, ia bertekad untuk bangkit kembali, untuk menjadi wanita yang lebih kuat dan lebih bijaksana. Ia belajar bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan dalam aplikasi kencan daring, tetapi harus dicari di dunia nyata, dengan kejujuran, kepercayaan, dan komitmen. Ia menyadari bahwa terkadang, hati yang terunduh justru membawa luka yang mendalam. Dan dari luka itu, ia belajar untuk lebih berhati-hati dalam memilih cinta di era digital.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI