Cinta di Ujung Jari: Algoritma Mengetuk Hati

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 05:32:52 wib
Dibaca: 173 kali
Hujan deras malam itu mengetuk-ngetuk jendela apartemen Mia, serupa kode Morse yang misterius. Namun, perhatian Mia tertuju pada layar laptopnya. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, baris-baris kode Python bermunculan, membentuk algoritma pencarian jodoh impian.

Mia, seorang programmer handal, skeptis terhadap cinta sejati. Baginya, cinta hanyalah reaksi kimiawi dan pola perilaku yang dapat dianalisis. Ia muak dengan kencan buta yang diatur teman-temannya, selalu berakhir dengan kekecewaan dan percakapan hambar. Maka, ia memutuskan untuk menciptakan sendiri jodoh idealnya, menggunakan data dan logika.

Algoritma itu, yang ia beri nama "Soulmate Finder 3000," menganalisis jutaan profil dari berbagai aplikasi kencan, media sosial, dan bahkan forum online. Kriteria yang dimasukkan Mia sangat spesifik: kecerdasan emosional tinggi, selera humor unik, minat yang sama terhadap film klasik dan astronomi, serta, tentu saja, bebas dari alergi kacang (Mia alergi kacang parah).

Minggu-minggu berlalu, algoritma itu terus bekerja, memproses data tanpa henti. Mia sesekali memperbarui kode, memperbaiki bug, dan menambahkan parameter baru. Ia nyaris lupa dengan dunia luar, tenggelam dalam lautan kode dan probabilitas.

Suatu malam, Soulmate Finder 3000 akhirnya menemukan kandidat yang memenuhi semua kriteria. Namanya, Arion. Profil Arion memikat Mia. Ia seorang astrofisikawan, menyukai film noir, dan alergi terhadap kacang. Lebih dari itu, gaya penulisannya cerdas, penuh humor, dan menyentuh.

Mia ragu. Mungkinkah algoritma yang ia ciptakan benar-benar menemukan seseorang yang sempurna untuknya? Bukankah cinta seharusnya terjadi secara alami, tanpa campur tangan mesin? Namun, rasa penasaran mengalahkan keraguannya. Ia mengirimkan pesan kepada Arion.

Percakapan mereka mengalir lancar, seperti sungai yang menemukan muaranya. Mereka bertukar pikiran tentang lubang hitam, film-film Hitchcock, dan makna hidup di alam semesta yang luas. Mia terpesona oleh kecerdasan dan kebaikan hati Arion. Ia mulai merasa sesuatu yang aneh, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah beberapa minggu berinteraksi online, Arion mengajak Mia bertemu. Mia gugup. Ia takut kenyataan tidak seindah bayangan yang diciptakan algoritma dan obrolan virtual. Ia takut, jika Arion tidak sesuai dengan harapannya, ia akan kembali pada keyakinannya bahwa cinta sejati hanyalah ilusi.

Malam pertemuan itu, Mia berdandan secantik mungkin. Ia memilih gaun biru tua yang menonjolkan warna matanya dan menyemprotkan parfum favoritnya. Ia berangkat ke kafe yang telah mereka sepakati dengan jantung berdebar kencang.

Arion sudah menunggu di sana, duduk di sudut kafe dengan senyum hangat di wajahnya. Ketika Mia mendekat, Arion berdiri dan menyapanya.

"Mia, ya? Maaf kalau fotoku tidak terlalu bagus. Aku memang kurang fotogenik," kata Arion sambil tertawa kecil.

Mia terpana. Arion jauh lebih tampan dari fotonya. Matanya berbinar-binar, memancarkan kecerdasan dan kebaikan. Senyumnya tulus dan menenangkan.

Malam itu, mereka berbicara tanpa henti. Mereka membahas segala hal, dari teori relativitas hingga kenangan masa kecil. Mia merasa nyaman dan aman bersama Arion, seolah mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun.

Namun, di tengah percakapan yang asyik, Mia teringat akan alerginya terhadap kacang. Ia ragu untuk menceritakannya kepada Arion, takut ia akan merasa aneh atau jijik.

"Arion," kata Mia gugup, "ada sesuatu yang harus kukatakan. Aku alergi kacang parah."

Arion tersenyum. "Aku tahu," jawabnya. "Soulmate Finder 3000 memberitahuku."

Mia terkejut. "Bagaimana bisa?"

"Algoritmamu sangat canggih," kata Arion. "Ia bahkan menganalisis postingan media sosial dan komentar di forum online. Aku tahu kau pernah menulis tentang pengalamanmu terkena alergi kacang di sebuah forum masak."

Mia terdiam. Ia merasa bodoh. Ia terlalu fokus pada logika dan data, sampai lupa bahwa algoritma hanya alat. Cinta sejati bukan sekadar kumpulan kriteria dan probabilitas.

"Mia," kata Arion sambil meraih tangannya, "algoritma itu memang menemukan kita, tapi ia tidak menciptakan perasaan kita. Aku menyukaimu bukan karena kau memenuhi kriteria yang aku inginkan. Aku menyukaimu karena dirimu sendiri. Aku menyukai kecerdasanmu, humormu, dan hatimu."

Mata Mia berkaca-kaca. Ia akhirnya mengerti. Algoritma memang membantunya menemukan Arion, tapi cinta mereka tumbuh secara organik, di luar logika dan data.

Hujan di luar masih deras, tapi di dalam kafe, hati Mia terasa hangat dan damai. Ia menggenggam tangan Arion erat-erat.

"Aku juga menyukaimu, Arion," kata Mia. "Bukan karena kau memenuhi kriteria yang algoritma buat, tapi karena… karena aku merasa lengkap bersamamu."

Malam itu, Mia belajar bahwa cinta tidak bisa diprediksi atau dikendalikan. Cinta adalah misteri, sebuah algoritma yang lebih kompleks dan indah dari yang pernah ia bayangkan. Cinta adalah anugerah, sebuah keajaiban yang dapat mengetuk hati siapa saja, bahkan seorang programmer yang skeptis seperti dirinya. Dan kadang, cinta memang bisa ditemukan di ujung jari, di antara baris-baris kode dan algoritma yang rumit. Tetapi, ia akan tumbuh dan berkembang di dalam hati, tanpa campur tangan logika dan data.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI