Hujan deras malam itu seolah menertawakan kesendirian Arya. Jemarinya lincah menari di atas layar ponsel, menggulir profil demi profil di aplikasi kencan AI bernama "SoulmateSync". Setiap swipe ke kiri adalah penolakan halus, setiap swipe ke kanan adalah secercah harapan yang mungkin saja palsu. SoulmateSync menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan algoritma kompleks yang menganalisis data diri, preferensi, bahkan gelombang otak pengguna. Arya, seorang programmer yang lebih akrab dengan barisan kode daripada interaksi sosial, tergoda oleh janji kepastian itu.
Dua bulan ia menjadi pengguna setia, menyempurnakan profilnya, mengikuti semua saran konyol dari AI pendamping di aplikasi tersebut. "Tambahkan foto saat kamu sedang mendaki gunung," saran AI. Arya menurut, meskipun terakhir kali ia mendaki gunung adalah saat masih sekolah dasar. "Tulis tentang ketertarikanmu pada sastra klasik," perintahnya lagi. Arya mengangguk pasrah, padahal buku terakhir yang ia baca adalah manual pemrograman Python.
Kemudian, muncul profil Anya. Senyumnya hangat, matanya berbinar penuh semangat, dan deskripsinya singkat namun berkesan. "Mencari seseorang untuk berbagi kopi di pagi hari dan mimpi di malam hari." Algoritma SoulmateSync menunjukkan skor kecocokan 98%. Arya terkejut. Selama ini, skor tertingginya hanya 82%, itupun dengan profil pengguna yang jelas-jelas tidak sesuai dengan kriterianya.
Tanpa ragu, Arya menekan tombol "Suka". Jantungnya berdebar kencang saat notifikasi "Cocok!" muncul di layar. Mereka mulai bertukar pesan. Anya ternyata seorang arsitek yang mencintai kucing, gemar membaca novel fiksi ilmiah, dan memiliki selera humor yang sejalan dengan Arya. Mereka berbicara tentang impian mereka, ketakutan mereka, dan bahkan kebiasaan aneh mereka. Arya merasa seperti menemukan separuh jiwanya yang selama ini hilang.
Setelah seminggu bertukar pesan, mereka memutuskan untuk bertemu. Arya gugup bukan main. Ia sampai berkali-kali mengganti pakaian, menyemprot parfum dengan aroma yang direkomendasikan SoulmateSync, dan berlatih percakapan di depan cermin. Ketika Anya muncul di kafe tempat mereka janjian, Arya terpana. Ia lebih cantik dari fotonya.
Kencan pertama mereka berjalan lancar. Mereka tertawa, saling berbagi cerita, dan merasa nyaman satu sama lain. Arya merasa seperti berada di dalam film romantis. Setelah kencan itu, mereka bertemu hampir setiap hari. Arya memperkenalkan Anya kepada teman-temannya, dan Anya membawanya ke pameran seni. Mereka saling melengkapi, saling mendukung, dan saling mencintai.
Namun, kebahagiaan Arya mulai terusik. Ia mulai merasa bersalah karena fondasi hubungan mereka dibangun di atas kebohongan. Ia merasa seperti menipu Anya dengan profil palsu yang dibuatnya berdasarkan saran dari AI. Setiap kali Anya memuji pengetahuannya tentang sastra klasik, Arya merasa seperti tertusuk jarum. Setiap kali Anya menanyakan pengalamannya mendaki gunung, Arya berkeringat dingin.
Akhirnya, ia tidak tahan lagi. Suatu malam, saat mereka sedang menikmati makan malam romantis di sebuah restoran, Arya memutuskan untuk mengakui semuanya. Ia menceritakan bagaimana ia menggunakan SoulmateSync, bagaimana ia membuat profil palsu berdasarkan saran AI, dan bagaimana ia merasa bersalah karena telah menipu Anya.
Anya terdiam. Ia menatap Arya dengan tatapan yang sulit diartikan. Arya merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Ia tahu, ia telah melakukan kesalahan besar.
"Jadi, semua ini palsu?" tanya Anya, suaranya bergetar.
Arya mengangguk, air mata mulai mengalir di pipinya. "Maafkan aku, Anya. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak bisa terus hidup dengan kebohongan ini."
Anya berdiri dari kursinya. "Aku butuh waktu," katanya, lalu berbalik dan pergi meninggalkan Arya yang terpaku di tempat duduknya.
Hari-hari setelah pengakuan itu terasa seperti neraka bagi Arya. Anya tidak membalas pesannya, tidak menjawab teleponnya, dan menghindarinya di mana pun ia berada. Arya merasa seperti kehilangan segalanya. Ia menyadari bahwa ia telah menghancurkan kebahagiaannya sendiri karena obsesinya pada kesempurnaan yang dijanjikan oleh algoritma.
Beberapa minggu kemudian, Arya menerima pesan dari Anya. "Temui aku di kafe tempat kita pertama kali bertemu, jam 7 malam."
Jantung Arya berdebar kencang. Ia berharap Anya memberinya kesempatan kedua. Ia datang ke kafe tepat waktu, dengan membawa seikat bunga mawar merah. Anya sudah duduk di meja, menunggunya.
"Arya," sapa Anya, suaranya lembut.
"Anya, aku minta maaf," kata Arya, air mata kembali mengalir di pipinya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar, tapi aku berjanji aku akan melakukan apa pun untuk memperbaikinya."
Anya tersenyum tipis. "Aku sudah memikirkannya, Arya. Aku marah, tentu saja. Aku merasa dikhianati. Tapi kemudian, aku menyadari satu hal."
Anya menarik napas dalam-dalam. "Aku jatuh cinta padamu, bukan pada profilmu di SoulmateSync. Aku jatuh cinta pada caramu menatapku, pada caramu membuatku tertawa, pada caramu mendukungku. Aku jatuh cinta pada Arya yang aku kenal, bukan pada Arya yang diprogram oleh algoritma."
Arya tertegun. Ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.
"Tapi, aku berbohong padamu," kata Arya, masih tidak percaya.
"Ya, kamu berbohong," jawab Anya. "Tapi aku percaya bahwa kejujuran itu penting. Aku percaya bahwa kamu cukup berani untuk mengakui kesalahanmu. Dan aku percaya bahwa kita bisa membangun hubungan yang lebih kuat berdasarkan kejujuran dan kepercayaan."
Anya meraih tangan Arya. "Aku bersedia memberimu kesempatan kedua, Arya. Tapi dengan satu syarat."
"Apa pun itu," jawab Arya, dengan nada penuh harap.
"Hapus SoulmateSync," kata Anya, sambil tersenyum. "Mari kita bangun cinta kita tanpa bantuan algoritma."
Arya tersenyum lebar. Ia menarik Anya ke dalam pelukannya. "Aku janji," bisiknya.
Malam itu, Arya menghapus aplikasi SoulmateSync dari ponselnya. Ia menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan melalui algoritma, melainkan melalui kejujuran, kepercayaan, dan keberanian untuk menjadi diri sendiri. Ia juga menyadari bahwa penyesalan bisa menjadi guru terbaik, membimbingnya menuju kebahagiaan yang sesungguhnya. Hujan di luar sana kini terasa seperti berkat, membasuh semua kesalahan dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih cerah bersama Anya. Mereka akan membangunnya, bersama-sama, satu langkah pada satu waktu, tanpa bantuan algoritma, hanya dengan cinta dan kejujuran.