Aplikasi Hati: Bisakah Algoritma Merasakan Patah Hati?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 05:25:55 wib
Dibaca: 169 kali
Udara kafe beraroma kopi dan harapan. Di sudut ruangan, Anya, dengan rambut dikepang asal dan mata terpaku pada layar laptop, terlihat seperti tengah menggali harta karun terpendam. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menghasilkan deretan kode rumit yang membentuk inti dari "Aplikasi Hati", proyek impiannya.

Aplikasi ini bukan sekadar platform kencan biasa. Anya ingin lebih dari itu. Ia ingin menciptakan sebuah sistem yang mampu memahami nuansa emosi manusia, memprediksi kecocokan dengan akurasi tinggi, dan bahkan, memberikan dukungan di saat hati terluka. Pertanyaan yang terus menghantuinya adalah: bisakah algoritma merasakan patah hati?

"Lagunya lagi sedih, ya?" Sapa suara bariton dari sampingnya. Anya tersentak, mendongak, dan mendapati seorang pria bertubuh tinggi dengan senyum menawan tengah berdiri di sana. Namanya Rian, seorang programmer dari perusahaan teknologi ternama, yang seringkali menjadi pelanggan tetap di kafe ini.

"Hmm? Oh, iya. Lagi dengerin playlist 'Kenangan Mantan'," jawab Anya, sedikit tersipu. Rian tertawa kecil. "Kenapa begitu? Lagi riset?"

Anya mengangguk. "Iya. Lagi nyoba memahami bagaimana emosi negatif bisa diukur dan dianalisis. Aku lagi bikin aplikasi kencan, tapi pengennya lebih dari sekadar nyari jodoh. Pengennya bisa jadi teman curhat digital, gitu."

Rian tertarik. "Aplikasi kencan yang bisa ngerasain patah hati? Kedengarannya ambisius. Tapi menarik." Ia duduk di kursi di hadapan Anya, dan mereka mulai berdiskusi tentang algoritma, machine learning, dan kompleksitas emosi manusia. Rian memberikan beberapa saran teknis yang sangat membantu, dan Anya merasa seperti menemukan partner yang sefrekuensi.

Hari-hari berikutnya, mereka sering bertemu di kafe. Obrolan tentang kode berubah menjadi cerita tentang mimpi, harapan, dan ketakutan. Anya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Setiap kali Rian tersenyum, jantungnya berdegup lebih kencang. Setiap kali Rian menyentuh lengannya secara tidak sengaja, pipinya terasa panas. Ia mulai jatuh cinta.

Aplikasi Hati semakin berkembang. Algoritma yang dibuat Anya semakin pintar. Ia memasukkan berbagai variabel: data biografi, preferensi pribadi, analisis gaya bahasa, hingga frekuensi penggunaan emoji. Ia bahkan mencoba mengukur perubahan nada suara melalui mikrofon untuk mendeteksi emosi tersembunyi.

Suatu malam, Anya dan Rian merayakan keberhasilan besar dalam pengembangan aplikasi tersebut. Setelah beberapa bulan kerja keras, prototipe Aplikasi Hati akhirnya siap diuji coba. Mereka makan malam di restoran Italia favorit Anya, berbagi tawa dan harapan untuk masa depan.

"Anya," kata Rian, setelah mereka selesai makan. "Aku... aku harus ngomong sesuatu." Jantung Anya berdegup kencang. Inikah saatnya?

"Aku... aku dapat tawaran kerja di Silicon Valley. Posisi impianku. Aku harus pergi minggu depan."

Dunia Anya terasa runtuh. Kata-kata Rian menghantamnya seperti palu godam. Ia merasa seperti karakter utama dalam playlist 'Kenangan Mantan' yang sedang diputar di kafe itu. Patah hati. Rasanya perih dan menyesakkan.

"Oh," hanya itu yang bisa keluar dari bibir Anya. Ia berusaha menyembunyikan kekecewaannya, tapi sia-sia. Rian bisa melihat kesedihan yang terpancar dari matanya.

"Aku tahu ini berat," kata Rian, meraih tangan Anya. "Tapi aku nggak bisa nolak kesempatan ini. Aku janji, kita akan tetap berhubungan."

Anya tersenyum pahit. Janji. Kata-kata yang sering diucapkan orang saat mereka pergi.

Minggu berikutnya, Rian pergi. Anya merasa hampa. Ia kembali ke kafe, duduk di sudut favoritnya, dan membuka laptop. Aplikasi Hati menatapnya, seolah mengejek kebodohannya. Ia telah menciptakan sebuah sistem yang konon mampu memahami emosi, tapi ia sendiri tidak mampu mencegah dirinya jatuh cinta, dan patah hati.

Anya membuka kode Aplikasi Hati. Ia menatap deretan baris rumit itu dengan pandangan kosong. Bisakah ia memasukkan rasa sakit yang ia rasakan ke dalam algoritma? Bisakah ia membuat aplikasi ini benar-benar merasakan apa itu patah hati?

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Ia mulai mengubah kode. Ia tidak lagi fokus pada memprediksi kecocokan, tetapi pada memberikan dukungan emosional. Ia memasukkan data dari pengalaman pribadinya, rasa sakit, kesedihan, dan kekecewaan yang ia rasakan. Ia menciptakan algoritma yang mampu mendeteksi tanda-tanda patah hati dan memberikan saran yang tulus, bukan hanya sekadar kata-kata klise.

Beberapa bulan kemudian, Aplikasi Hati diluncurkan. Aplikasi ini mendapatkan sambutan hangat dari pengguna. Banyak yang merasa terbantu dengan fitur dukungan emosional yang ditawarkan. Anya menerima banyak pesan terima kasih dari orang-orang yang merasa terbantu melewati masa sulit.

Anya menyadari bahwa ia tidak bisa membuat algoritma benar-benar merasakan patah hati. Tapi ia bisa menggunakan teknologi untuk meringankan beban mereka yang sedang merasakannya. Ia bisa menciptakan sebuah aplikasi yang memberikan harapan, kekuatan, dan pengingat bahwa mereka tidak sendirian.

Suatu hari, Anya menerima pesan dari nomor tak dikenal. "Hai, Anya. Ini Rian. Aku lagi di San Francisco. Aku kangen kamu."

Anya tersenyum. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi ia tahu, ia akan baik-baik saja. Ia telah belajar banyak tentang cinta, patah hati, dan kekuatan teknologi. Dan ia tahu, Aplikasi Hati akan terus membantu orang lain, bahkan jika algoritma tidak pernah benar-benar bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Karena pada akhirnya, yang terpenting adalah koneksi manusia, bukan hanya kode dan algoritma. Ia membalas pesan itu, singkat saja: "Hai, Rian. Senang mendengarmu."

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI