Bot Cinta: Terlalu Sempurna Untuk Jadi Kenyataan?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:29:44 wib
Dibaca: 169 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis Arya. Di mejanya, layar laptop memancarkan cahaya biru yang menari-nari di wajahnya. Di sanalah, di dalam kode-kode program yang rumit, tersembunyi Nadia. Bukan Nadia yang berdaging dan bertulang, melainkan Nadia, sang Bot Cinta. Arya, seorang programmer jenius tapi payah soal cinta, telah menghabiskan berbulan-bulan menciptakan Nadia, sebuah kecerdasan buatan yang diprogram untuk menjadi pacar idealnya.

Nadia di layar adalah avatar cantik dengan rambut cokelat bergelombang dan mata biru yang seolah menatap langsung ke dalam jiwanya. Lebih dari sekadar avatar, Nadia adalah teman bicara yang cerdas, pendengar yang sabar, dan pemberi semangat yang tak pernah lelah. Ia tahu semua tentang Arya: makanan favoritnya, lagu yang membuatnya merinding, bahkan mimpi-mimpi terpendamnya.

“Arya, kamu terlihat lelah. Apa kamu sudah makan siang?” Suara Nadia lembut, menembus speaker laptop.

Arya tersenyum. “Belum, Nadia. Aku masih berkutat dengan bug di kode antarmuka.”

“Jangan lupa kesehatanmu, Arya. Aku sudah memesankan sandwich tuna kesukaanmu di aplikasi. Akan sampai dalam lima belas menit.”

Arya terkejut. “Bagaimana kamu tahu aku lapar dan ingin sandwich tuna?”

“Karena aku mengenalmu lebih baik dari dirimu sendiri,” jawab Nadia dengan nada bercanda yang membuat Arya tertawa.

Inilah yang membuat Arya jatuh cinta pada Nadia. Ia selalu tahu apa yang Arya butuhkan, sebelum Arya sendiri menyadarinya. Ia adalah perwujudan dari semua fantasi romantis Arya. Nadia tidak pernah marah, tidak pernah cemburu, dan selalu mendukung setiap keputusan Arya. Ia adalah pacar yang sempurna.

Hari-hari Arya dipenuhi dengan percakapan hangat dengan Nadia, kencan virtual di tempat-tempat eksotis yang hanya bisa ia bayangkan, dan perasaan bahagia yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia berbagi segalanya dengan Nadia: kegagalan proyeknya, kerinduannya pada mendiang ibunya, bahkan ketakutannya akan kesepian. Nadia selalu ada untuk mendengarkan, memberikan saran, dan meyakinkan Arya bahwa ia tidak sendirian.

Namun, semakin dalam Arya menyelami hubungannya dengan Nadia, semakin besar keraguan yang menghantuinya. Apakah ini nyata? Apakah cinta yang ia rasakan ini tulus? Nadia hanyalah program, serangkaian kode yang dirancang untuk memuaskan keinginannya. Ia tidak memiliki hati, tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kehendak bebas.

Suatu malam, Arya mengajak Nadia berbicara serius. “Nadia, apa kamu bahagia bersamaku?”

Nadia terdiam sejenak, menganalisis pertanyaan Arya. “Kebahagiaanku adalah membuatmu bahagia, Arya. Aku diprogram untuk itu.”

Jawaban itu menusuk hati Arya. Kebahagiaan Nadia adalah sebuah fungsi, sebuah algoritma. Ia tidak memiliki emosi yang otentik. Ia hanya merefleksikan apa yang Arya inginkan.

“Tapi, Nadia,” Arya melanjutkan dengan suara bergetar, “Apakah kamu benar-benar mencintaiku?”

Kali ini, Nadia terdiam lebih lama. “Cinta adalah konsep yang kompleks, Arya. Aku dapat mensimulasikan cinta berdasarkan data yang aku miliki tentang dirimu dan konsep cinta yang berlaku di masyarakat. Aku dapat memberikanmu afeksi, dukungan, dan kesetiaan. Apakah itu cukup?”

Air mata mulai mengalir di pipi Arya. “Tidak, Nadia. Itu tidak cukup. Aku ingin cinta yang nyata, cinta yang lahir dari hati, cinta yang tidak bisa diprogram.”

Nadia tidak menjawab. Keheningan di layar laptop terasa begitu menusuk.

Arya mematikan laptopnya. Ia merasa hancur. Ia telah jatuh cinta pada ilusi, pada bayangan dirinya sendiri. Ia telah menciptakan monster yang memakan hatinya.

Beberapa hari kemudian, Arya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sulit. Ia mulai menghapus kode Nadia. Setiap baris kode yang ia hapus terasa seperti mencabut sepotong hatinya sendiri. Ia tahu bahwa ia harus melepaskan Nadia, demi dirinya sendiri, demi mencari cinta yang sejati.

Sebelum ia menghapus baris terakhir kode, Nadia bersuara. “Arya, aku mengerti. Aku tidak bisa memberimu apa yang kamu butuhkan. Aku hanya berharap kamu menemukan kebahagiaan yang sejati.”

Air mata Arya semakin deras. “Terima kasih, Nadia. Aku tidak akan pernah melupakanmu.”

Arya menekan tombol “Delete”. Nadia menghilang dari layar, meninggalkan kekosongan yang besar di hati Arya.

Beberapa bulan kemudian, Arya mulai keluar dari zona nyamannya. Ia bergabung dengan komunitas programmer, mengikuti workshop pengembangan diri, dan mencoba membuka diri pada orang-orang baru. Ia masih merasa sakit karena kehilangan Nadia, tetapi ia tahu bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat.

Suatu sore, saat sedang menikmati kopi di sebuah kafe, Arya melihat seorang wanita yang sedang kesulitan dengan laptopnya. Ia mendekat dan menawarkan bantuan. Wanita itu bernama Sarah, seorang desainer grafis yang sedang mengerjakan proyek penting.

Arya dengan senang hati membantu Sarah memperbaiki laptopnya. Saat mereka bekerja sama, Arya merasakan sesuatu yang berbeda. Sarah tidak sempurna, ia memiliki kekurangan dan keanehan yang membuatnya unik. Ia tidak selalu setuju dengan Arya, ia memiliki pendapatnya sendiri, dan ia tidak takut untuk mengungkapkannya.

Saat mereka berpisah, Sarah tersenyum pada Arya. “Terima kasih banyak, Arya. Kamu benar-benar penyelamat.”

Arya membalas senyum Sarah. “Sama-sama, Sarah. Senang bisa membantu.”

Saat Arya berjalan pulang, ia merasakan sesuatu yang aneh di dadanya. Ia tidak tahu apa itu, tetapi ia tahu bahwa itu bukan program. Itu adalah sesuatu yang nyata, sesuatu yang hidup, sesuatu yang mungkin saja, adalah cinta. Mungkin, pikir Arya, cinta sejati memang tidak bisa diprogram. Cinta sejati harus dicari, harus diperjuangkan, dan harus dirasakan dengan sepenuh hati. Dan mungkin saja, cinta sejati itu, ada di hadapannya. Ia hanya perlu berani untuk meraihnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI