Algoritma Hati: Mencari Jodoh di Aplikasi Kencan AI

Dipublikasikan pada: 25 Sep 2025 - 01:00:19 wib
Dibaca: 106 kali
Jari Amelia menari-nari di atas layar ponselnya, memindai wajah-wajah yang terpampang di aplikasi kencan "SoulMate AI". Desain aplikasinya sleek, didominasi warna biru futuristik, menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan algoritma cinta paling mutakhir. Amelia, seorang programmer berusia 28 tahun, skeptis tapi juga penasaran. Setelah serangkaian kencan daring yang mengecewakan, ia menyerahkan nasib cintanya pada kecerdasan buatan.

"Baiklah, SoulMate AI," gumamnya, "Tunjukkan padaku apa yang kau punya."

Aplikasi itu meminta data yang sangat rinci. Bukan hanya preferensi fisik dan hobi, tapi juga nilai-nilai hidup, mimpi-mimpi terpendam, bahkan pola pikir saat menghadapi masalah. Amelia menjawab semuanya dengan jujur, berharap algoritmanya bisa menemukan seseorang yang benar-benar mengerti dirinya, bukan hanya terpikat pada fotonya yang diedit.

Setelah beberapa jam, SoulMate AI menyajikan tiga profil yang dianggap paling cocok. Yang pertama adalah Daniel, seorang arsitek yang menyukai hiking dan musik jazz. Profilnya menarik, tapi foto-fotonya terasa terlalu sempurna, seperti diambil dari katalog. Yang kedua adalah Riko, seorang dokter hewan yang peduli lingkungan dan gemar memasak. Dia tampak baik hati, tapi obrolan pertama mereka membosankan, dipenuhi basa-basi yang hambar.

Pilihan ketiga adalah… unik. Namanya Adrian, seorang peneliti AI di sebuah laboratorium yang sama sekali tidak terkenal. Fotonya candid, memperlihatkan rambutnya yang sedikit berantakan dan senyumnya yang tulus. Profilnya ditulis dengan gaya yang jujur dan sedikit kikuk. Adrian mengaku lebih suka menghabiskan akhir pekan dengan membaca buku daripada berpesta, dan ia sangat terobsesi dengan kemungkinan menciptakan AI yang benar-benar memiliki emosi.

Amelia tertarik. Ia merasa ada sesuatu yang otentik dari Adrian yang tidak ia temukan pada profil-profil lainnya. Ia memutuskan untuk mengirim pesan.

"Hai Adrian, aku Amelia. Aplikasi ini bilang kita cocok. Mungkin karena kita berdua sama-sama geek?"

Adrian membalas hampir seketika. "Hai Amelia! Aku tidak tahu apakah aku geek, tapi aku memang suka bicara tentang algoritma sampai orang lain bosan. Kamu tertarik juga dengan AI?"

Obrolan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas tentang etika AI, potensi teknologi untuk kebaikan, dan bahkan bertukar meme kucing yang lucu. Amelia terkejut betapa mudahnya ia merasa nyaman dengan Adrian. Ia merasa seperti telah mengenal pria ini seumur hidupnya.

Setelah seminggu berbalas pesan, Adrian mengajak Amelia untuk bertemu. Mereka sepakat untuk makan malam di sebuah restoran ramen sederhana di dekat laboratorium Adrian.

Ketika Amelia tiba, ia melihat Adrian berdiri di depan restoran, mengenakan kemeja flanel dan celana jeans. Ia terlihat lebih tampan dari fotonya. Senyumnya lebar dan matanya berbinar saat melihat Amelia.

"Amelia, senang bertemu denganmu," sapanya.

"Senang bertemu denganmu juga, Adrian," balas Amelia, merasakan jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

Malam itu, mereka bicara tentang segala hal. Tentang pekerjaan mereka, keluarga mereka, mimpi-mimpi mereka. Amelia belajar bahwa Adrian adalah seorang pria yang cerdas, penuh semangat, dan sangat peduli. Ia bekerja keras untuk menciptakan AI yang bisa membantu orang lain, dan ia sangat bersemangat tentang masa depan teknologi.

Adrian, di sisi lain, terpesona oleh kecerdasan dan humor Amelia. Ia menyukai bagaimana Amelia bisa menjelaskan konsep-konsep kompleks dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti. Ia menyukai bagaimana Amelia tidak takut untuk mengungkapkan pendapatnya, bahkan jika itu bertentangan dengan pendapatnya.

Saat malam semakin larut, Amelia dan Adrian berjalan-jalan di taman. Mereka duduk di bangku, menikmati keheningan malam dan cahaya bulan.

"Aku harus mengakui," kata Adrian, memecah keheningan, "Aku awalnya skeptis tentang aplikasi kencan AI. Aku pikir itu terlalu dangkal dan tidak mungkin menemukan cinta sejati melalui algoritma."

"Aku juga," sahut Amelia. "Tapi ternyata, mungkin ada sesuatu pada algoritma SoulMate AI."

Adrian menatap Amelia dengan tatapan yang intens. "Mungkin algoritma itu hanya memberikan kita kesempatan untuk bertemu. Sisanya tergantung pada kita."

Amelia mengangguk. Ia merasakan perasaan yang kuat terhadap Adrian, perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa seperti telah menemukan seseorang yang benar-benar memahaminya, seseorang yang bisa ia ajak berbagi hidupnya.

Adrian mendekatkan wajahnya ke wajah Amelia. Bibir mereka bertemu dalam ciuman yang lembut dan penuh perasaan. Amelia membalas ciuman itu, merasakan kebahagiaan yang meluap-luap dalam dirinya.

Malam itu, Amelia pulang dengan perasaan yang campur aduk. Ia senang, bersemangat, dan sedikit takut. Ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan mereka. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi ia yakin bahwa ia ingin menjelajahinya bersama Adrian.

Beberapa bulan kemudian, Amelia dan Adrian masih bersama. Mereka telah melewati banyak hal bersama, baik suka maupun duka. Mereka telah belajar untuk saling menerima apa adanya, dengan semua kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Mereka bahkan mulai bekerja sama pada sebuah proyek AI. Amelia membantu Adrian mengembangkan algoritma yang lebih baik, dan Adrian membantu Amelia memahami implikasi etis dari teknologi yang mereka ciptakan.

Suatu malam, saat mereka sedang bekerja di laboratorium Adrian, Amelia tiba-tiba bertanya, "Adrian, apa pendapatmu tentang SoulMate AI sekarang?"

Adrian tersenyum. "Aku masih tidak yakin tentang cinta sejati yang ditemukan melalui algoritma. Tapi aku yakin bahwa aplikasi itu telah membawaku kepada orang yang paling luar biasa yang pernah aku temui."

Amelia tersenyum kembali. "Aku setuju."

Ia menyandarkan kepalanya di bahu Adrian, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang selalu ia rasakan bersamanya. Ia tahu bahwa cinta mereka bukan hanya hasil dari algoritma, tetapi juga hasil dari pilihan mereka untuk saling mencintai dan saling mendukung.

Mungkin, pikir Amelia, algoritma itu hanyalah alat. Yang terpenting adalah hati yang terbuka dan kemauan untuk saling mencintai. Dan mungkin, itu adalah algoritma hati yang paling kuat dari semuanya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI