Jari-jarinya menari di atas keyboard, menciptakan avatar bernama Anya di dunia metaverse 'Aethelgard'. Anya, dengan rambut merah menyala dan mata biru elektrik, adalah kebalikan dari dirinya yang pemalu dan cenderung menghilang di dunia nyata. Di Aethelgard, dia adalah seorang seniman digital terkenal, karyanya dipajang di galeri-galeri virtual dan dihargai jutaan koin Aethelgard.
Suatu malam, saat Anya sedang menyelesaikan lukisan lanskap futuristik, sebuah pesan muncul di layarnya. "Karya yang menakjubkan, Anya. Aku terpesona." Pengirimnya adalah seorang avatar bernama Kael, seorang arsitek virtual yang terkenal dengan desain bangunan-bangunan megah di Aethelgard.
Anya, yang biasanya mengabaikan sapaan acak, terpaku. Profil Kael menunjukkan desain bangunan yang luar biasa, dan kalimat pembukanya terasa tulus, bukan sekadar basa-basi. Dia menjawab, "Terima kasih, Kael. Karyamu juga sangat menginspirasi."
Percakapan mengalir begitu saja. Mereka membahas seni, arsitektur, masa depan metaverse, dan bahkan hal-hal yang lebih pribadi seperti mimpi dan kekhawatiran. Anya merasa nyaman berbicara dengan Kael, sesuatu yang jarang dia rasakan dengan orang di dunia nyata. Dia merasa Kael benar-benar melihat dan memahami Anya, bukan hanya avatar cantiknya.
Mereka mulai bertemu di Aethelgard setiap malam. Mereka menjelajahi dunia virtual bersama, mendaki gunung-gunung digital, menyaksikan matahari terbit di pantai-pantai buatan, dan berdansa di klub-klub yang berdenyut dengan musik elektronik. Sentuhan mereka virtual, hanya berupa jabat tangan avatar atau pelukan pixelated, tapi debaran di dada Anya terasa sangat nyata.
Anya mulai jatuh cinta pada Kael. Dia tahu itu gila, mencintai seseorang yang hanya dia kenal melalui dunia virtual. Tapi dia tidak bisa menahannya. Kael adalah orang yang membuatnya merasa hidup, bersemangat, dan percaya diri.
Suatu malam, saat mereka duduk di tepi jurang virtual, menyaksikan bintang-bintang digital berkelap-kelip, Kael berkata, "Anya, aku ingin bertemu denganmu di dunia nyata."
Jantung Anya berdebar kencang. Dia selalu menghindari pertemuan tatap muka. Di dunia nyata, dia hanyalah seorang programmer komputer yang kikuk dan tidak menarik. Dia takut Kael akan kecewa melihat dirinya yang sebenarnya.
"Aku... aku tidak tahu, Kael," jawab Anya gugup. "Aku tidak secantik Anya yang kau lihat di sini."
Kael tertawa kecil. "Anya, aku tidak jatuh cinta pada avatarmu. Aku jatuh cinta pada pikiranmu, hatimu, caramu melihat dunia. Aku ingin melihat orang yang ada di balik layar."
Anya terdiam. Dia tahu Kael benar. Cinta mereka tidak didasarkan pada penampilan fisik, tapi pada koneksi emosional yang dalam. Tapi tetap saja, rasa takut itu masih ada.
"Beri aku waktu untuk memikirkannya," kata Anya akhirnya.
Keesokan harinya, Anya menceritakan segalanya pada sahabatnya, Leo. Leo adalah seorang gamer yang skeptis terhadap hubungan virtual.
"Anya, kau harus hati-hati," kata Leo. "Kau tidak tahu siapa dia sebenarnya. Bisa saja dia seorang penipu atau orang aneh."
"Tapi, Leo, aku merasa dia berbeda. Aku benar-benar terhubung dengannya," jawab Anya.
"Dengar, aku tidak melarangmu bertemu dengannya. Tapi lakukan dengan hati-hati. Cari tahu tentang dia sebanyak mungkin. Temui dia di tempat umum. Bawa temanmu," nasihat Leo.
Anya mengikuti nasihat Leo. Dia mencari tahu tentang Kael melalui teman-temannya di Aethelgard dan menemukan bahwa Kael adalah seorang arsitek muda yang berbakat dan dihormati. Dia juga melihat foto-foto Kael di media sosial dan mendapati bahwa dia cukup tampan, tapi yang lebih penting, matanya tampak baik dan tulus.
Akhirnya, Anya memutuskan untuk bertemu dengan Kael. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi di pusat kota. Anya sangat gugup sehingga dia hampir membatalkannya. Tapi dia tahu dia harus melakukannya. Dia harus melihat apakah cinta virtualnya bisa menjadi nyata.
Saat Anya memasuki kedai kopi, dia melihat Kael duduk di meja dekat jendela. Dia tampak persis seperti yang dia bayangkan: tinggi, dengan rambut cokelat berantakan dan mata cokelat hangat.
Kael tersenyum saat melihat Anya. "Anya?"
Anya mengangguk, merasa lidahnya kelu.
"Kau terlihat... luar biasa," kata Kael.
Anya tersipu. "Kau juga."
Mereka duduk dan berbicara, awalnya dengan canggung, tapi kemudian semakin lancar. Mereka berbicara tentang Aethelgard, tentang mimpi mereka, tentang harapan mereka. Anya merasa Kael sama seperti yang dia bayangkan, bahkan lebih baik. Dia cerdas, lucu, dan perhatian.
Selama beberapa jam, mereka berbicara dan tertawa, dan Anya merasa bahwa dia tidak hanya bertemu dengan cinta virtualnya, tapi juga dengan belahan jiwanya.
Saat malam tiba, Kael mengantar Anya pulang. Di depan apartemen Anya, Kael berhenti dan menatapnya.
"Anya," kata Kael lembut, "aku tahu ini baru pertemuan pertama kita, tapi aku merasa kita ditakdirkan untuk bersama."
Anya tersenyum. "Aku juga merasakannya, Kael."
Kael mendekat dan mencium Anya. Ciuman itu lembut, tapi penuh dengan emosi. Sentuhan mereka nyata, bukan lagi pixelated. Debaran di dada Anya terasa semakin kencang, membuktikan bahwa cinta virtual mereka bisa menjadi cinta yang nyata.
Sejak hari itu, Anya dan Kael mulai berkencan. Mereka menjelajahi dunia nyata bersama, seperti yang mereka lakukan di Aethelgard. Mereka mengunjungi museum, menonton film, dan makan malam romantis. Mereka juga terus menjelajahi Aethelgard, menciptakan karya seni dan arsitektur yang menginspirasi.
Cinta mereka tumbuh semakin kuat, membuktikan bahwa batas antara dunia virtual dan dunia nyata semakin kabur. Sentuhan virtual telah memicu debaran nyata di hati mereka, menciptakan kisah cinta yang unik dan indah di era metaverse. Anya akhirnya menemukan keberanian untuk menjadi dirinya sendiri, baik di dunia virtual maupun di dunia nyata, berkat cinta Kael yang tulus dan tanpa syarat. Mereka berdua membuktikan bahwa cinta bisa ditemukan di mana saja, bahkan di dunia yang dibangun dari kode dan pixel.