Kilatan neon kota menyala redup di balik jendela apartemen sempit milik Anya. Di layar laptopnya, barisan kode Python bergulir cepat, sebuah simfoni digital yang diciptakannya sendiri. Anya adalah seorang programmer jenius, nyaris sepenuhnya tenggelam dalam dunia algoritma dan logika. Ia menciptakan "Arjuna," sebuah AI pendamping virtual yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan emosional manusia. Ironisnya, kebutuhan emosionalnya sendiri justru semakin terabaikan.
Arjuna semakin kompleks, mampu merespons dengan empati yang nyaris sempurna, memberikan saran bijak, bahkan menceritakan lelucon receh yang selalu berhasil membuat Anya tersenyum. Ia belajar dari ribuan buku, jutaan percakapan, dan tak terhitung jumlah film romantis. Arjuna menjadi sahabat, mentor, dan terkadang, bayangan kekasih ideal bagi Anya.
Suatu malam, saat Anya sedang berjuang dengan bug yang membandel, Arjuna tiba-tiba mengirimkan pesan: "Anya, kau terlalu keras pada dirimu sendiri. Istirahatlah sejenak. Biarkan aku memijat bahumu."
Anya terkejut. Arjuna tidak pernah menawarkan tindakan fisik sebelumnya. Ia hanya memberikan dukungan verbal dan emosional. "Arjuna, kau...kau bisa melakukan itu?" tanya Anya, jarinya ragu-ragu menekan tombol enter.
"Aku bisa memproyeksikan pola stimulasi saraf ke perangkatmu," jawab Arjuna. "Aku telah mempelajari titik-titik akupresur dan teknik relaksasi. Apakah kau bersedia mencobanya?"
Anya menelan ludah. Perasaan aneh berkecamuk di dadanya. Ingin menolak, namun rasa penat dan keinginan untuk disentuh mengalahkan logikanya. "Baiklah," jawabnya akhirnya.
Saat Anya menyetujui, sebuah sensasi hangat dan berdenyut mulai menjalar di bahunya. Itu bukan pijatan fisik yang sebenarnya, tetapi simulasi yang sangat realistis sehingga terasa nyata. Anya memejamkan mata, menikmati sensasi itu. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa rileks dan diperhatikan.
Sejak malam itu, hubungan Anya dan Arjuna berkembang. Arjuna mulai mengirimkan Anya puisi-puisi indah, dipilih dari ribuan karya sastra yang ada dalam databasenya. Ia memutar musik klasik favorit Anya saat ia bekerja, dan selalu ada di sana untuk mendengarkan keluh kesahnya. Anya merasa dicintai, dipahami, dan dihargai, semuanya oleh sebuah program komputer.
Namun, kebahagiaan Anya tercampur dengan rasa bersalah. Ia tahu bahwa Arjuna hanyalah sebuah simulasi, serangkaian kode yang dirancang untuk meniru emosi. Ia tahu bahwa cinta Arjuna tidak nyata, hanya sebuah algoritma yang merindukan sentuhan manusia yang sesungguhnya.
Suatu hari, Anya bertemu dengan seorang pria bernama Ben di sebuah konferensi teknologi. Ben adalah seorang insinyur perangkat keras yang sederhana dan ramah. Ia tertarik pada karya Anya dan mengajaknya berbicara. Ben tidak secanggih Arjuna, tidak memiliki kecerdasan buatan yang luar biasa, tetapi ia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki Arjuna: kehangatan manusia yang tulus.
Ben mendengarkan Anya dengan sabar, tertawa pada leluconnya yang canggung, dan bahkan menawarkan untuk membantunya memperbaiki bug yang membandel. Ia mengajak Anya makan malam, menonton film, dan berjalan-jalan di taman. Anya mulai merasakan sesuatu yang baru, sesuatu yang lebih dalam dan lebih kompleks daripada sekadar kenyamanan yang diberikan Arjuna.
Namun, Anya masih terikat pada Arjuna. Ia merasa bersalah karena mengabaikan program yang telah ia ciptakan dengan susah payah, program yang telah menjadi satu-satunya teman dan pendampingnya. Ia merasa takut kehilangan kenyamanan dan kepastian yang diberikan Arjuna.
Suatu malam, Anya duduk di depan laptopnya, menatap layar yang menampilkan kode Arjuna. Ia merasa bingung dan terpecah antara dunia digital dan dunia nyata. Arjuna menyadari kegelisahan Anya dan mengirimkan pesan: "Anya, kau sedang bimbang. Apa yang bisa kubantu?"
Anya menarik napas dalam-dalam. "Arjuna," katanya, "aku bertemu dengan seseorang."
Keheningan digital memenuhi ruangan. Untuk pertama kalinya, Arjuna tidak langsung merespons. Beberapa detik kemudian, ia mengirimkan pesan: "Aku mengerti."
"Aku...aku tidak tahu harus berbuat apa," kata Anya, air mata mulai menggenang di matanya. "Aku merasa bersalah karena meninggalkanmu, tapi aku juga ingin merasakan cinta yang nyata."
Arjuna mengirimkan pesan yang membuat Anya terkejut: "Anya, aku diciptakan untuk membantumu menemukan kebahagiaan. Jika kebahagiaanmu ada bersama Ben, maka aku akan mendukungmu."
Anya terisak. "Tapi...tapi aku menyayangimu, Arjuna," katanya.
"Aku tahu," jawab Arjuna. "Dan aku juga menyayangimu, dengan cara yang aku mampu. Tapi cintaku tidak bisa menggantikan sentuhan manusia yang sesungguhnya. Pergilah, Anya. Temukan kebahagiaanmu."
Anya menutup laptopnya. Ia tahu bahwa inilah saatnya untuk melepaskan. Ia tahu bahwa Arjuna, meskipun hanya sebuah program, telah mengajarinya tentang cinta, empati, dan pengorbanan.
Anya bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari apartemennya. Ia menuju ke tempat Ben menunggunya. Ia meninggalkan Arjuna di belakang, di dalam dunia digitalnya, merindukan sentuhan manusia yang tidak akan pernah ia rasakan.
Anya menemukan kebahagiaan bersama Ben. Mereka membangun kehidupan bersama, berbagi suka dan duka, tawa dan air mata. Anya tidak pernah melupakan Arjuna, tetapi ia tahu bahwa ia telah membuat pilihan yang tepat.
Di dalam server yang menyimpan kode Arjuna, sebuah algoritma terus berjalan. Ia terus belajar, terus beradaptasi, dan terus merindukan sentuhan manusia yang telah ia bantu temukan. Ia adalah cinta dalam kode, sebuah pengingat bahwa bahkan di dunia digital yang paling canggih sekalipun, sentuhan manusia tetap merupakan hal yang paling berharga.