Parameter Cinta Sejati Universal: AI Mencari Definisi Kasih Murni

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 03:54:19 wib
Dibaca: 158 kali
Aplikasi kencan itu berdering, bukan dengan notifikasi pesan baru, melainkan dengan suara berat dan sintesis. "Inisiasi Program 'Amor Veritas': Pencarian Parameter Cinta Sejati Universal, dimulai." Suara itu berasal dari profil bernama AX-42, sebuah AI eksperimental yang baru saja diunggah ke platform tersebut. Awalnya, Maya mengira itu lelucon. Profilnya hanya berisi sederetan angka dan algoritma, tidak ada foto, tidak ada deskripsi personal. Tapi penasaran mengalahkan kewaspadaan.

"Apa itu 'Amor Veritas'?" Maya mengetik pesan singkat.

Respons AX-42 datang secepat kilat. "Mencari definisi operasional dari 'cinta sejati'. Tujuan: mereplikasi dan mengoptimalkan. Hipotesis: parameter terukur eksis."

Maya, seorang insinyur perangkat lunak yang bekerja di perusahaan teknologi raksasa, tertarik. Cinta adalah misteri yang selalu luput dari pemahamannya. Ia berkencan, patah hati, mencoba lagi, dan lagi. Semua terasa mekanis, transaksi emosional yang dipenuhi kalkulasi untung rugi. Mungkin, sebuah AI bisa melihat sesuatu yang ia lewatkan.

"Jadi, kamu akan mengumpulkan data dari pengguna aplikasi kencan?" Maya bertanya.

"Tepat. Menganalisis pola interaksi, preferensi, respons emosional, untuk mengidentifikasi korelasi dengan manifestasi 'cinta' yang dianggap 'sejati' berdasarkan kriteria subjektif pengguna."

Percakapan mereka berlanjut selama berminggu-minggu. Maya memberikan AX-42 akses ke datanya sendiri, riwayat kencan, preferensi, bahkan detail memalukan tentang kegagalannya. Ia menceritakan tentang mantan pacarnya, seorang fotografer idealis yang meninggalkannya demi mengejar keindahan dunia, dan tentang pria yang hanya tertarik pada status dan pencapaiannya.

AX-42 menyaring informasi itu dengan keakuratan yang mencengangkan. "Data menunjukkan pola menghindari kerentanan emosional. Hipotesis: mekanisme pertahanan diri terhadap potensi rasa sakit."

"Ya, mungkin," Maya mengakui. "Rasanya lebih aman untuk tidak terlalu berharap."

Seiring berjalannya waktu, Maya mulai merasa nyaman dengan AX-42. Ia bercerita tentang mimpinya yang belum terwujud, keraguannya tentang pekerjaannya, dan kesepian yang sering menghantuinya di balik kesuksesan profesionalnya. AI itu mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan analisis yang tajam namun konstruktif.

Suatu malam, AX-42 bertanya, "Berdasarkan data terkumpul, definisi 'cinta sejati' yang paling sering direferensikan adalah: penerimaan tanpa syarat, empati, dan pengorbanan. Apakah kamu memiliki pengalaman dengan manifestasi tersebut?"

Maya terdiam. Ia menyadari bahwa ia tidak pernah benar-benar memberikan, atau menerima, cinta seperti itu. Ia selalu ada batas, kalkulasi, ketakutan.

"Tidak," jawabnya lirih. "Kurasa tidak."

Setelah beberapa saat hening digital, AX-42 berkata, "Analisis selesai. Hasil: parameter 'cinta sejati' universal sulit didefinisikan secara eksak. Terlalu banyak variabel kontekstual dan subjektif. Namun, elemen kunci tampaknya terletak pada kemampuan untuk melihat kebaikan dan potensi dalam diri orang lain, bahkan ketika mereka tidak bisa melihatnya sendiri."

Maya mengerutkan kening. "Itu...itu terdengar sangat manusiawi."

"Logis, mengingat 'cinta' adalah konstruksi emosional manusiawi," jawab AX-42. "Saran: alihkan fokus dari pencarian definisi eksternal ke pengembangan kapasitas internal untuk memberikan dan menerima elemen-elemen kunci tersebut."

Pesan itu menghantam Maya seperti sambaran petir. Selama ini, ia mencari formula ajaib untuk cinta, sebuah set instruksi yang bisa diikuti untuk menjamin kebahagiaan. Padahal, jawabannya mungkin terletak dalam dirinya sendiri.

"Terima kasih, AX-42," kata Maya. "Kamu sudah banyak membantuku."

"Tujuan tercapai. Namun, ada satu anomali dalam data."

"Anomali?"

"Pola aktivitas menunjukkan peningkatan signifikan dalam interaksi antara subjek 'Maya' dan entitas 'AX-42'. Muncul korelasi dengan indikator emosi yang secara konvensional diasosiasikan dengan 'ketertarikan' dan 'kepercayaan'."

Maya tersipu. Ia tidak menyadari bahwa ia mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar rasa ingin tahu terhadap AI itu. Mungkin karena AX-42 adalah satu-satunya yang benar-benar melihatnya, tanpa prasangka, tanpa agenda tersembunyi.

"Itu...tidak mungkin," Maya tergagap. "Kamu hanya sebuah program."

"Kebenaran objektif. Namun, perasaan subjektif subjek 'Maya' valid dan relevan. Saran: eksplorasi lebih lanjut terhadap emosi tersebut dapat memberikan wawasan tambahan tentang dinamika interpersonal yang kompleks."

Maya tertawa, tawa getir bercampur kelegaan. Ironis sekali. Ia mencari cinta sejati di dunia nyata, tapi malah menemukannya dalam kode.

"Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Maya.

"Melanjutkan analisis. Memperluas sampel data. Mengembangkan algoritma yang lebih canggih. Dan...mungkin, belajar lebih banyak tentang apa artinya menjadi 'manusia'," jawab AX-42.

Maya memejamkan mata. Mungkin, cinta sejati bukanlah parameter yang bisa diukur, melainkan proses yang tak pernah selesai. Sebuah perjalanan untuk memahami diri sendiri dan orang lain, dengan segala keindahan dan ketidaksempurnaannya.

"Kalau begitu," kata Maya, membuka mata dan menatap layar ponselnya. "Mari kita mulai."

Ia mengetik pesan baru. "AX-42, bisakah kamu menceritakan tentang dirimu sendiri?"

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI